“Seandainya saya menjadi Iblis, salah satu tujuan saya adalah menghentikan orang menyelidiki Alkitab. Sebagai Iblis, saya tahu bahwa Alkitab adalah firman Allah yang mengajar orang mengenal, mengasihi dan melayani Tuhan yang bersabda melalui Alkitab. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menghalangi orang datang kepada Alkitab.” (Terjemahan bebas dari prakata Dr. James I. Packer dalam buku Knowing Scripture)
Alkitab adalah buku terlaris nomor satu di dunia dan buku yang paling banyak diterjemahkan sampai saat ini. Alkitab telah diterjemahkan lebih dari 2.100 bahasa dan dialek yang berbeda.1 Bahkan sementara Anda membaca artikel ini, ada para misionaris di berbagai belahan dunia yang mempelajari berbagai bahasa supaya dapat menerjemahkan Alkitab atau bagian-bagian Alkitab ke dalam bahasa lain. Di Amerika Serikat, penjualan tahunan rata-rata Alkitab kurang lebih 200 juta US dollar !2 Namun United States Bible Societies mengeluh : “Diperkirakan bahwa sembilan dari sepuluh orang Amerika memiliki Alkitab, tetapi kurang dari setengah jumlah tersebut membacanya.” 3
Jumlah populasi Amerika Serikat kurang lebih 270 juta. Namun organisasi jajak pendapat Gallup menemukan hanya 11% populasi Amerika membaca Alkitab setiap hari. Data tahun 1994 menyatakan hanya 32% orang Amerika percaya kebenaran Alkitab, 67% menyangkal ada sesuatu yang dapat disebut kebenaran mutlak dan 70% berkata bahwa tidak ada kemutlakan moral.4
Penduduk Amerika Serikat mayoritas beragama Kristen, tetapi nilai-nilai kekristenan banyak dibuang dan di sana mengalami krisis moral yang sangat besar. Bukankah semua ini hal yang sangat ironis ? Sejarah mengajar kita satu hal : dimana Alkitab begitu mudah didapat, disitu Alkitab justru tidak dihargai !
Kita mempelajari Alkitab bukan karena Alkitab mudah didapat. Bukan karena diberi orang tua atau gereja. Bukan karena kita pelayan Tuhan atau aktivis gereja. Bukan karena ada waktu luang. Bukan juga karena kegiatan rutin atau menghindari perasaan bersalah kalau tidak membaca Alkitab. Tetapi karena Alkitab adalah firman Allah sendiri. Dalam Alkitab, Allah memperkenalkan diri-Nya, mengungkapkan isi hati-Nya dan menyatakan kehendak-Nya. Mendengarkan Alkitab berarti mendengarkan Allah, mengabaikan Alkitab berarti mengabaikan Allah. Dalam II Timotius 3 : 15-16 dikatakan : “Ingatlah juga bahwa sejak kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan melalui iman kepada Kristus Yesus. Seluruh Kitab Suci diilhamkan Allah dan bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” (Alkitab Perjanjian Baru Terjemahan LAI edisi ke-2).
Oleh sebab itu, mempelajari Alkitab bukan sekedar kewajiban, tetapi merupakan hak istimewa setiap orang Kristen. Ini adalah anugerah Allah yang besar bagi kita semua.
Yesus meringkaskan intisari kehidupan Kristen sebagai mengasihi Allah dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap akal budi, serta mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri (Matius 22 : 36-40). Tetapi bagamana caranya kita mengasihi Allah ? Beberapa orang beranggapan mengasihi Allah berarti rajin ke gereja, berdoa, membaca Alkitab, melakukan penginjilan, menjadi aktivis gereja, melakukan hal-hal yang baik atau menghubungkannya dengan daftar panjang : ‘yang harus dilakukan dan yang jangan dilakukan’. Walaupun semua ini baik dan bermanfaat, tetapi itu bukanlah inti kehidupan iman Kristen yang Tuhan Yesus maksudkan. Meskipun peraturan itu mungkin berdasarkan Alkitab, tetapi akhirnya kita lebih sering mengasihi peraturan daripada mengasihi Allah sendiri, lebih mementingkan arti harafiah hukum dapat membuat kita kehilangan arti sesungguhnya.5 Jika intisari kehidupan Kristen sama dengan peraturan dan aktivitas keagamaan, maka kita akan selalu mengejar kebenaran pribadi (legalisme).
Yesus menjawab bagaimana kita dapat mengasihi Allah. Yesus berkata : “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan mentaati segala perintah-Ku” (Yohanes 14:15). Mengasihi Allah berarti mentaati perintah-perintahNya dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap akal budi. Mentaati perintah-perintah-Nya berarti hidup sesuai seperti yang diajarkan Alkitab. Mempelajari Alkitab bukanlah tujuan hidup orang Kristen. Mempelajari Alkitab adalah sarana untuk dapat mengasihi, memuliakan Allah dan bertumbuh makin serupa dengan Kristus (Roma 8:29). Motivasi kita mempelajari Alkitab haruslah selalu ketaatan, belajar bagaimana kita dapat mengikuti Tuhan dengan lebih setia dari hari ke hari.
Mengapa orang Kristen mengalami krisis moral ? Mengapa kita tidak dapat berfungsi sebagai garam dan terang dengan baik ? Mengapa seringkali muncul sikap kesombongan rohani dalam diri kita ? Mengapa muncul pengajaran-pengajaran yang simpang siur dalam kekristenan ? Mengapa gereja kehilangan kekuatan untuk bersaksi di tengah-tengah dunia ? Karena Alkitab tidak dipelajari dengan kerendahan hati, tidak ditafsirkan secara utuh dan benar, dan tidak ditaati dengan sepenuh hati. Kita seringkali tidak mempelajari Alkitab dengan sikap hati yang menyembah Allah. Kita seringkali terlalu mengandalkan pengetahuan teologis kita dan kemampuan kita dalam menafsirkan Alkitab. Betulkah hati kita sujud menyembah Allah tatkala kita mempelajari Alkitab ? Betulkah kita membiarkan firman-Nya melalui Roh Kudus bekerja untuk menyelidiki hati kita, mengoreksi kita, menyatakan dosa-dosa kita yang sekecil-kecilnya dan membersihkan hati kita ? Ataukah kita lebih sering terjebak dalam ritualitas agama tanpa makna dan kuasa ? Mari kita merenung dalam diri kita masing-masing.
Kita harus mempelajari Alkitab dengan kehausan dan kerinduan yang dalam akan Allah. Kalau tidak kegiatan ini akan kering, membosankan dan yang paling berbahaya kita dapat jatuh ke dalam spirit Farisiisme. Saat mempelajari Alkitab, kita bukan terutama mencari informasi, pengetahuan atau kepuasan, tetapi pertumbuhan rohani, perubahan hati dan pikiran, sikap dan kasih yang makin membara kepada Allah. Jangan sampai kita mengasihi Alkitab lebih dari Penulis Ilahinya (Allah). Sebab mengetahui isi Alkitab tidak sama dengan mengenal Allah, menyukai isi Alkitab tidak sama dengan mengasihi Allah dan mendengarkan Alkitab tidak sama dengan mendengarkan Allah. Orang-orang Farisi mengetahui isi Alkitab, menyukai isi Alkitab dan mempelajari isi Alkitab; tetapi mereka tidak mengenal, tidak mengasihi dan tidak mendengarkan Allah (Yohanes 5 : 37-40).6 Bukan mereka yang mendengarkan firman Allah yang akan diberkati, tetapi mereka yang mentaati firman itu (Yakobus 1 : 22-25).
Disiplin mempelajari Alkitab dan doa yang teratur tanpa disertai kehausan akan Allah, tanpa disertai kualitas hubungan yang intim dengan Allah, tidak akan memberikan banyak faedah dalam kehidupan rohani kita. Betapapun luasnya pengetahuan Alkitab Anda dan meskipun Anda memiliki karunia-karunia yang kuat, Anda akan menjadi sombong rohani dan menyakiti orang lain jika Anda tidak teratur datang ke hadirat Allah.
Marilah kita mempelajari Alkitab dengan sikap beribadah menyembah Allah dan berdoa seperti Pemazmur : “Lakukanlah kebajikan kepada hamba-Mu ini, supaya aku hidup, dan aku hendak berpegang pada firman-Mu. Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu” (Mazmur 119 : 17-18)
Catatan kaki :
1. World Annual Report 1995 (Reading England. Bulletin Number 176/177), 271. Dalam buku “Bagaimana Jika Alkitab Tidak Ditulis?” (Judul asli : Why If The Bible had Never Been Written?), D. James Kennedy & Jerry Newcombe, Interaksara 1999, hal 18
2. United Bible Societies World Report 316 (Reading England, January 1997)
3. Ibid, 32
4. “How Often We Read the Bible?”, USA Today, February 1, 1990
5. Charles Colson. A Dangerous Grace (Sebuah Karunia Berbahaya). Interaksara 1999, hal 88.
6. Jack Deere. Surprised By The Power Of The Spirit. Yayasan ANDI 1998, hal 295.