tag:blogger.com,1999:blog-36789911710090008842024-03-22T01:53:39.052+07:00Binsar"Understanding is the reward of faith. So do not seek to understand in order that you may believe, but believe, so that you may understand" (Augustine of Hippo, 354 - 430)Binsarhttp://www.blogger.com/profile/15374503627012692675noreply@blogger.comBlogger17125tag:blogger.com,1999:blog-3678991171009000884.post-79094720947415530692013-09-02T14:14:00.000+07:002013-09-02T14:14:46.777+07:00PENGAMPUNAN<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZ8Qfd0TvLm6J3fo_ZywNEkpXMINJF3pwGgUiocd_5Yny0QA_41trD539vjv0TCv1AvuNmTGcD7gSH9tpy2BbBEPoX0JNWR4q0oCZqTvm0yTRc5f3WPqXuGwFJZNPZyk7R59aG2bmzxrAj/s1600/forgive.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZ8Qfd0TvLm6J3fo_ZywNEkpXMINJF3pwGgUiocd_5Yny0QA_41trD539vjv0TCv1AvuNmTGcD7gSH9tpy2BbBEPoX0JNWR4q0oCZqTvm0yTRc5f3WPqXuGwFJZNPZyk7R59aG2bmzxrAj/s320/forgive.jpg" width="320" /></a></div>
<em><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Berikut ini adalah naskah khotbah yang pernah saya sampaikan di sebuah gereja. Khotbah ini mengenai pengampunan, sebuah hal yang mungkin sulit untuk kita lakukan tapi harus terus kita lakukan dan pelajari sepanjang hidup kita.</span></em><br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"></span><br />
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt 0.25in; mso-layout-grid-align: none; text-indent: -0.25in;">
<span lang="IN" style="color: black; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Efesus 4:31 <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">(TB LAI)</b><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan,
pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala
kejahatan. <o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt 0.25in; mso-layout-grid-align: none; text-indent: -0.25in;">
<span lang="IN" style="color: black; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Efesus 4:32<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Tetapi hendaklah kamu
ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni,
sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu. <o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;">
<span lang="IN" style="color: black; mso-ansi-language: IN;"><o:p><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"> </span></o:p></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;">
<span lang="IN" style="color: black; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">4:31 Segala
kepahitan, amarah, dendam, kebencian, dan fitnah, buanglah dari antara kamu,
demikian juga segala bentuk sikap yang melukai perasaan orang lain.<o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;">
<span lang="IN" style="color: black; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">4:32 Sebaliknya,
hendaklah kamu baik hati, penuh belas kasihan, dan saling mengampuni seorang
terhadap yang lain, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.<o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="margin: 0in 0in 0pt;">
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><span lang="IN" style="color: black; mso-ansi-language: IN;"><o:p> Sem</o:p></span><span lang="IN" style="color: black; mso-ansi-language: IN;">ua bentuk sikap yang dinyatakan
dalam ayat 31, kebencian, kepahitan, fitnah, kemarahan yang tidak terkontrol,
semua itu merusak relasi, merusak hubungan antar manusia. Semua itu menimbulkan
luka di dalam hati orang lain.<o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 27pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-weight: bold; mso-bidi-language: HE;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Dalam
surat 1 Yohanes 3:15 dikatakan, “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Setiap
orang yang membenci saudaranya adalah seorang pembunuh manusia</i>”. Yesus
dalam Khotbah di Bukit, dalam Matius 5:21-22 juga menegaskan hal yang sama,
waspadalah dengan pembunuhan yang kita lakukan di dalam hati.<o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 27pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-weight: bold; mso-bidi-language: HE;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">“Membunuh”
bukan hanya berarti kita membunuh orang secara fisik, mengambil nyawa orang
lain. Kita bisa juga melakukan pembunuhan di dalam hati, pembunuhan di dalam
pikiran, yaitu ketika kita membenci orang yang seharusnya kita kasihi.
Kebencian yang menyala, dendam, kepahitan, kedengkian, dan kemarahan yang tidak
terkendali terhadap sesama adalah bentuk-bentuk pembunuhan di dalam hati. Kita dapat
membunuh perasaan orang lain melalui caci maki, penghinaan yang kasar, yang
melukai hati sesama kita. Kita lupa siapa sesama kita. Sesama kita manusia
adalah gambar dan rupa Allah. Jika kita menghina manusia, ciptaan Allah, maka kita
sebenarnya sedang menghina Allah, Penciptanya.<o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 27pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-weight: bold; mso-bidi-language: HE;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Kita
harus jujur di hadapan Tuhan, saudara dan saya mungkin pernah melakukan
pembunuhan di dalam hati. Pada saat kita begitu benci, dengki dengan seseorang.
Apa yang ada dalam pikiran kita? Mungkin dalam hati kita berkata, “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Gue ngelihat mukanya aja muak rasanya.
Mudah-mudahan elu cepat mati deh</i>”. Kita caci maki orang itu dalam hati
kita. Kita sumpahi orang itu dalam hati kita. Orang yang kita benci itu masih
hidup, masih ada, masih <i style="mso-bidi-font-style: normal;">exist</i>, tetapi
dalam pikiran kita, kita anggap orang itu sudah mati, sudah tidak ada lagi.
Itulah pembunuhan dalam hati.<o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 27pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-weight: bold; mso-bidi-language: HE;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Apa
untungnya kita memelihara kebencian dan kedengkian? Tidak ada! Kita makan pun
jadi susah. Tidur susah. Pikiran susah. Ketemu dengan dia susah. Kalau bisa kita
menghindari berpapasan dengan orang itu. Misalnya, kalau kita mau pergi ke
toilet. Ternyata orang yang kita benci itu baru keluar dari toilet, kita segera
menghindari orang itu biar tidak ketemu. Kita segera berbalik ke arah lain
untuk menghindar. Alangkah susahnya hidup ini. Sementara orang yang kita benci itu,
mungkin dia santai-santai aja tuh. Kita sendiri yang rugi. Pikiran dan emosi
kita terkuras habis hanya untuk memikirkan hal-hal yang tidak perlu sebenarnya.
Hidup ini sudah rumit, ditambah lagi dengan kebencian dan kepahitan, jadinya
hidup jauh lebih rumit. Pada saat kebencian melingkupi kita; kita bukan saja
telah berdosa kepada Tuhan, tetapi kita telah merugikan diri kita sendiri. <o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 26.95pt;">
<span lang="IN" style="color: black; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Kita harus sadar, musuh kita bukanlah
saudara-saudara seiman kita. Musuh kita bukanlah umat beragama lain yang
berbeda keyakinan dengan kita. Musuh kita bukanlah orang-orang yang melukai dan
menyakiti hati kita. Musuh kita adalah kebencian yang ada dalam diri kita
sendiri.<o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 27pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-weight: bold; mso-bidi-language: HE;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Saudara2,
janganlah kebencian, dendam, dan kepahitan kita pelihara dalam kehidupan kita,
termasuk dalam kehidupan bergereja. Kebencian, dendam, kepahitan, tidak akan pernah
menyelesaikan masalah, justru akan memperkeruh masalah dan membuat hidup ini
lebih berat.<o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 26.95pt;">
<span lang="IN" style="color: black; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Untuk mengalahkan kebencian dan
dendam, kita harus memberikan pengampunan dalam hidup ini. Namun sebelumnya,
saya akan memberikan beberapa pemahaman yang salah, konsep yang keliru tentang
pengampunan pada masa kini. Saya akan memberikan 3 diantaranya:<o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt 17pt; mso-list: l0 level1 lfo1; tab-stops: list 17.0pt; text-indent: -17pt;">
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font: 7pt/normal "Times New Roman";">
</span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Banyak orang beranggapan mengampuni
berarti kita mampu melupakan kesalahan orang lain (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Forgiving is forgetting</i>).<o:p></o:p></span></b></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 27pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Ada orang yang beranggapan kalau kita benar-benar
sudah mengampuni seseorang, maka kita harus melupakan kesalahan orang itu.
Kalau kita masih ingat kesalahan yang orang lain lakukan kepada kita, berarti
kita belum sungguh-sungguh mengampuni. Ini pandangan yang keliru.<o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 27pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Manusia diciptakan dengan memiliki daya
ingat/memori. Kalau suami kita berselingkuh dan bersetubuh dengan wanita lain,
lalu suami kita itu bertobat dan kita sebagai istri mengampuni, mungkinkah kita
bisa melupakan pengkhianatan yang pernah dilakukan suami kita itu? Tentu tidak!
Karena ketidaksetiaan adalah masalah yang sangat sensitif dalam sebuah
pernikahan. Mengampuni berarti kita tidak menyangkali bahwa orang itu pernah menyakiti
kita, melukai hati kita, tetapi ingatan itu tidak membuat kita sakit hati,
dendam, atau benci lagi kepada orang itu. Ingatan itu tidak menjadi masalah
lagi bagi kita, ketika kita berelasi dengan orang yang sudah kita ampuni. Dulu
sebelum mengampuni, kita ingat kesalahan orang itu, dan timbul kebencian,
kepahitan, dan amarah dalam diri kita. Begitu kita mengampuni, kita juga tetap
masih ingat kesalahan yang diperbuatnya, tetapi kita sekarang telah terbebas
dari kepahitan, terbebas dari dendam, dan terbebas dari kebencian. Itulah arti
mengampuni.<o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt 17pt; mso-list: l0 level1 lfo1; tab-stops: list 17.0pt; text-indent: -17pt;">
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font: 7pt/normal "Times New Roman";">
</span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Ada yang beranggapan mengampuni berarti
kita mentoleransi kesalahan orang lain (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Forgiving
is tolerance</i>). </span></b><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Ini
juga pandangan yang salah.<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><o:p></o:p></b></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 26.95pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Mengampuni bukan berarti kita mentoleransi
kesalahan orang lain, seolah-olah kesalahan orang lain itu bukanlah sebuah
masalah. Mengampuni bukan berarti membenarkan apa yang salah, bukan berarti
menutup mata terhadap kesalahan yang dibuat. Benar tetap benar, salah tetap
salah. Kasih dan pengampunan yang sejati bukan berarti kita mengabaikan
keadilan, kebenaran, dan kesucian. <o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 26.95pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Kita harus membedakan antara “kesalahan yang
diperbuat” dengan “orang yang bersalah”. Walaupun hal ini tidak mudah, karena
garis pemisah keduanya sangat tipis. Sama seperti Tuhan yang benci terhadap
dosa, tetapi mengasihi orang berdosa. Kita mengakui orang itu melakukan
kesalahan. Kita mengakui mungkin dia menghina kita. Tetapi orang yang melakukan
kesalahan itu tetap adalah manusia, makhluk yang mulia, objek kasih Allah, gambar
Allah yang harus kita hargai, terlepas kesalahan yang dia lakukan. <o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 26.95pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Pada saat kita mengampuni, yang kita toleransi
adalah “orangnya”, bukan “kesalahan yang diperbuatnya”. Mengampuni berarti kita
memberikan kesempatan kepada orang itu untuk bertobat, untuk memperbaiki
kesalahannya. Sama seperti Tuhan dengan panjang sabar memberikan kesempatan
kepada kita untuk bertobat, untuk berubah ke arah yang lebih baik.<o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 26.95pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Memang pengampunan menjadi tidak mudah tatkala
kita bertemu dengan orang yang bersalah, tetapi tidak merasa dirinya salah,
merasa diri paling benar. Ini memang sesuatu yang sangat menjengkelkan kita.
Tetapi kita dipanggil untuk terus berdoa dan mengingatkan orang itu dengan
bijaksana, bukan malah memelihara kebencian dalam diri kita. <o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt 17pt; mso-list: l0 level1 lfo1; tab-stops: list 17.0pt; text-indent: -17pt;">
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-list: Ignore;">3.<span style="font-size-adjust: none; font-stretch: normal; font: 7pt/normal "Times New Roman";">
</span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Ada yang beranggapan mengampuni berarti
membebaskan orang dari hukuman atau konsekuensi yang harus dipikulnya.<o:p></o:p></span></b></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 26.95pt;">
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><span lang="IN" style="color: black; mso-ansi-language: IN;">Dalam hubungan antar manusia, mengampuni
tidak berarti kita mengabaikan konsekuensi yang harus dipikul oleh orang yang
bersalah.</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: HE;"> Zakheus, sang pemungut cukai, sangat mengerti prinsip ini ketika dia
bertobat. Ketika bertobat dan menerima pengampunan dari Tuhan Yesus; Zakheus siap
mengganti kerugian dari orang yang pernah dia peras, bahkan dia akan ganti
empat kali lipat. Dalam Lukas 19:8, Zakheus berkata kepada Yesus: “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan
kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan
kukembalikan empat kali lipat.</i>” Banyak penafsir Alkitab yang mengatakan
ketika Zakheus melakukan komitmennya ini, dia menjadi jatuh miskin. Bayangkan,
memberikan setengah harta milik kepada orang miskin dan mengganti 4 kali lipat
uang dari orang yang pernah dia peras. Ini jumlah sangat besar! Tetapi Zakheus
siap menanggung semua itu. Dia rela melakukan semua itu, karena dia mengerti
apa artinya menerima pengampunan dari Tuhan Yesus.<o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 26.95pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: HE;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Jadi kalau ada karyawan telah
mencuri uang perusahaan, misalnya 5 juta, lalu dia mengaku salah, menyesali
perbuatannya, tetapi tidak mau mengembalikan uang yang sudah dicurinya itu, dan
tidak siap untuk menerima hukuman/sanksi dari perusahaan, maka orang itu tidak
sungguh-sunggh bertobat. Itu pertobatan palsu!<o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 26.95pt;">
<span lang="IN" style="color: black; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Dalam Efesus 4:32, pengampunan Allah
yang kita terima di dalam Kristus menjadi dasar perintah supaya kita mengampuni
orang lain. Dalam Doa Bapa Kami, kebutuhan manusia akan pengampunan ditempatkan
Yesus pada posisi kedua setelah kebutuhan makan dan minum. Manusia bukan saja
butuh makan dan minum, tetapi juga butuh pengampunan dalam hidupnya. Dalam Doa
Bapa Kami dikatakan, “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">dan ampunilah kami
akan kesalahan kami seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada
kami</i>” (Matius 6:12). Kalimat ini bukan berarti Allah mengampuni kita oleh
karena kita juga mengampuni orang lain. Bukan berarti untuk mendapatkan
pengampunan, kita harus mengampuni orang lain. Kita diampuni oleh Allah semata-mata
karena kemurahan dan belas kasihan-Nya terhadap kita, bukan karena jasa kita.
Tetapi yang Yesus maksudkan dalam doa ini adalah jika kita tidak mau mengampuni
orang lain, maka kita sebenarnya tidak mengakui betapa besarnya pengampunan
Allah bagi kita. Kita tidak menghargai dan meresapi nilai dari pengampunan
Allah. Sikap tidak mau mengampuni orang lain memperlihatkan bahwa kita adalah
orang yang keras hati, tidak ada penyesalan, tidak ada pertobatan, tidak kehancuran
hati sebagai orang berdosa yang sudah terlebih dahulu mengalami pengampunan
yang tak terbatas dari Allah. <o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 26.95pt;">
<span lang="IN" style="color: black; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Padahal dosa dan kesalahan yang kita
lakukan terhadap Allah jauh lebih besar, jauh lebih banyak, jauh lebih sering,
jika dibandingkan dengan kesalahan yang orang lain perbuat terhadap diri kita.
Mungkin diantara kita ada yang berkata, “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pak,
Bapak tidak tahu sih betapa sakitnya hati saya dihina dan dilukai oleh orang
itu. Betapa sakitnya hati saya difitnah dan diperlakukan kasar oleh orang itu</i>.”
Saya tahu luka hati itu begitu dalam, tidak mudah dihapus begitu saja. Saya
tidak ingin mengecilkan masalah yang saudara hadapi. Tetapi kita harus sadar,
betapapun sakitnya hati kita akibat dilukai dan dihina orang lain, semua itu
tetap jauh lebih kecil jika dibandingkan kita sudah menyakiti hati Tuhan. Pernahkah
kita mencoba menghitung, selama kita sekian puluh tahun hidup di dunia ini sampai
sekarang, kira-kira berapa kali kita sudah berdosa kepada Tuhan, baik melalui
hati, pikiran, perkataan, dan perbuatan kita? Mungkin tidak terhitung. Berapa
kali kita telah menyakiti hati Tuhan? Mungkin tidak terhitung. Berapa kali kita
minta pengampunan dari Tuhan? Mungkin tidak terhitung. Jika Allah sedemikian
murah hati kepada kita, mengampuni kita dengan pengampunan yang tidak terbatas,
mengapa kita justru membatasi pengampunan kita kepada orang lain? Mengapa kita
tidak mau mengampuni kesalahan orang lain? Betapa tidak adilnya kita pada diri
sendiri! Betapa tidak <i style="mso-bidi-font-style: normal;">fair-</i>nya diri
kita! Jika kita sadar betapa besarnya kesalahan kita kepada Allah, tetapi Dia
masih mau mengampuni kita, maka kesalahan-kesalahan orang lain bukan lagi
menjadi penghalang bagi kita untuk mengampuni. Jika kita tidak mau mengampuni
kesalahan saudara-saudara seiman kita, apalagi mereka sudah bertobat, dan minta
maaf kepada kita, maka kita adalah orang yang egois, yang berpusat pada diri
sendiri, yang melihat segala sesuatu menurut ukuran kita, bukan ukuran Allah. Allah
memberikan perintah kepada kita untuk mengampuni, perintah ini mengingatkan
kita, supaya kita terus-menerus sadar bahwa kita adalah orang-orang berdosa
yang sudah terlebih dahulu menerima pengampunan tanpa batas dari Allah.<o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 26.95pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Dalam pelayanan dan hidup bergereja, kita pasti
pernah dilukai dan melukai orang lain. Kadang-kadang perasaan kita dilukai oleh
saudara-saudara seiman kita, tetapi kadang-kadang kita juga, mungkin dengan
sadar atau tidak sadar melukai orang lain. Mengapa hal ini bisa terjadi? Jangan
lupa, gereja adalah kumpulan orang2 berdosa yang telah diselamatkan oleh Tuhan.
Gereja bukanlah kumpulan malaikat, gereja bukan kumpulan orang yang sempurna,
yang tidak bisa berbuat dosa lagi, sehingga tidak mungkin ada persekutuan tanpa
gesekan, tidak ada persekutuan yang bebas konflik, walaupun kita sudah berusaha
mencegah terjadinya konflik. Orang berdosa berkumpul dengan orang berdosa di
dalam gereja, pasti ada konflik. Tetapi cara berpikir kita juga harus seimbang.
Jangan kita terlalu menekankan natur keberdosaan kita (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">sinful nature</i>). Kita bukan sekedar orang-orang berdosa yang
dikumpulkan dalam gereja ini. Betul kita orang berdosa, masih bisa berbuat dosa
selama kita hidup dalam dunia ini. Tetapi kita adalah “orang-orang berdosa yang
telah dibaharui dan diselamatkan oleh Tuhan”. Berarti ada kekuatan dan anugerah
Allah yang memampukan kita untuk mewujudkan persekutuan yang indah. Persekutuan
yang indah bukan berarti tidak ada gesekan, tidak ada konflik, atau tidak ada
masalah di dalamnya. Tetapi sebuah persekutuan yang mempraktikkan kebenaran
firman Tuhan, sebuah persekutuan yang mempunyai tujuan yang sama, untuk
bersama-sama melayani Allah dan sesama. Dalam persekutuan, hidup bergereja,
kita belajar memberi dan menerima, belajar mengampuni dan diampuni. Kita
belajar memperlakukan orang lain sebagaimana diri sendiri ingin diperlakukan. Tanpa
pengampunan dan kasih, persekutuan yang indah tidak mungkin terwujud. Hanya
luka, dendam, dan kebencian yang terus kita bawa dalam pelayanan kita. <o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 26.95pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Saudara2, kalau kita mungkin merasa ada sesuatu
yang kurang dalam gereja kita, maka langkah penting yang harus kita lakukan
adalah belajar menuntut diri kita untuk lebih dahulu mengasihi, jangan menunggu
orang lain untuk memulai hal itu. Mulailah dari diri sendiri untuk memberikan
kontribusi atau perbaikan yang positif bagi gereja.<o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 26.95pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Saya ingat dengan perkataan seorang dosen saya: “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kalau kamu ingin mencari sahabat baik,
setelah kamu cari kemana-mana tidak ketemu, maka yang terbaik adalah mulailah
dari diri kamu sendiri untuk menjadi sahabat baik bagi orang lain. Maka mulai
hari itu, ada “satu” sahabat baik di dunia, yaitu dirimu sendiri</i>.” Kita
menuntut orang lain untuk menjadi sahabat baik buat kita, tetapi alangkah
indahnya jika kita yang terlebih dahulu menuntut diri untuk menjadi sahabat
baik bagi orang lain. Kita menuntut orang untuk memahami diri kita, tetapi
alangkah indahnya jika kita yang terlebih dahulu menuntut diri sendiri untuk
memahami orang lain.<o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 26.95pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Mulailah dari diri kita sendiri untuk mengasihi
orang lain, untuk mengasihi gereja ini. Alangkah indahnya jika semua jemaat
memiliki pola pikir seperti itu, mulai menuntut diri sendiri untuk lebih dahulu
mengasihi orang lain. Mulai terlebih dahulu menuntut diri sendiri untuk
mengampuni orang lain, bukan saling menunggu karena gengsi. Ini memang tidak
mudah, sangat sulit. Ketika kita mengampuni, seringkali hati kita berontak
untuk melakukannya, apalagi jika luka hati itu begitu dalam. Itulah sebabnya
seringkali pengampunan bukanlah “tindakan sekali jadi, langsung beres”, tetapi lebih
kepada sebuah “proses”. Kita harus menanggalkan kepahitan dan kebencian itu
berkali-kali, sebelum akhirnya kita dibebaskan sepenuhnya.<o:p></o:p></span></span></div>
<span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0pt; text-indent: 26.95pt;">
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Ketika kita mengampuni, berarti kita sedang
menyatakan kemurahan dan anugerah kepada orang lain. Pada saat kita tidak
mengampuni, kita kehilangan sifat kemurahan dan belas kasihan dalam diri kita,
bahkan kita akan kehilangan banyak hal dalam hidup ini. Ketika kita mengampuni,
kita sedang menaburkan perdamaian dalam hidup ini. Tapi ketika kita tidak
mengampuni, kita akan terus menaburkan kebencian dan pertikaian yang tidak ada
habis-habisnya. Sekarang pilihan ada di tangan kita. Kita mau hidup dalam
pengampunan atau tidak. Mau tetap hidup terpenjara dalam kebencian atau hidup
dalam kelegaan dan kebebasan. Mau hidup dalam dendam atau hidup dalam anugerah.
Mau hidup dalam kepahitan atau sukacita. <span style="color: black;">Salah satu
ciri, tanda orang yang makin dewasa rohaninya adalah orang itu akan lebih cepat
mengampuni. </span>Pikirkan baik-baik. Dan marilah kita terus berdoa kepada
Tuhan, supaya kemurahan dan belas kasihan-Nya memenuhi hati kita, sehingga kita
dimampukan untuk hidup saling mengampuni sebagaimana Allah di dalam Kristus
sudah terlebih dahulu mengampuni kita dengan pengampunan yang tak terbatas.
Amin.</span> </span></div>
Binsarhttp://www.blogger.com/profile/15374503627012692675noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3678991171009000884.post-89229398885507691162011-12-04T22:30:00.001+07:002011-12-05T22:11:53.643+07:00Checkup Your Spirituality!<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span style="font-size: small;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Monotype Corsiva";">Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!” (</span><span lang="IN" style="font-family: "Monotype Corsiva";">Mazmur 139:23-24)</span></b></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://powerzonecoach.com/blog/wp-content/uploads/2010/08/2.check-up.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="212" src="http://powerzonecoach.com/blog/wp-content/uploads/2010/08/2.check-up.jpg" width="320" /></a></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Berikut ini adalah bahan Pemahaman Alkitab yang pernah saya sampaikan di sebuah gereja. Bahan ini adalah salah satu topik dari serangkaian topik tentang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Christian Spirituality Series</i> yang pernah saya bawakan. Semoga menjadi berkat....</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN">Pendahuluan</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Leo Tolstoy pernah menyatakan, “Banyak orang yang berambisi ingin mengubah dunia, tetapi terlalu sedikit orang yang berpikir untuk mengubah dirinya sendiri”. Selanjutnya, William Barclay pernah menyatakan, ”Salah satu tugas besar yang sering terabaikan dalam kehidupan Kristen adalah evaluasi diri (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">self-examination</i>), dan mungkin hal ini sering diabaikan karena merupakan latihan yang merendahkan diri kita.” </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Ketika saya membaca kedua kalimat di atas, saya merenung dalam hati. Iya, benar juga. Kita perlu pergi ke dokter untuk melakukan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">general</i> <i style="mso-bidi-font-style: normal;">check-up</i> terhadap kesehatan kita, untuk mengetahui bagaimana kondisi kesehatan kita, bagaimana kadar gula darah kita, tekanan darah kita, kondisi jantung kita, kolestrol, dll, untuk mengetahui apakah kondisi tubuh kita sehat atau tidak. Dunia pendidikan dan dunia kerja juga sangat menyadari pentingnya evaluasi, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Namun, mengapa saya tidak melakukan hal itu terhadap kerohanian saya? Di sekolah, diadakan berbagai macam evaluasi, berupa ulangan-ulangan harian, ujian tengah semester, ujian akhir, dan sebagainya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan juga mengevaluasi dirinya, apakah target sekolah sudah tercapai atau tidak. Perusahaan-perusahaan melakukan evaluasi terhadap kinerja karyawannya. Perusahaan juga mengevaluasi dirinya apakah sudah berjalan dengan baik atau tidak, apa kendala-kendala yang dihadapinya. Evaluasi dilakukan dalam usaha untuk melakukan perbaikan-perbaikan ke depan. Kita juga mungkin menyusun target-target dan rencana-rencana dalam hidup kita. Kira-kira umur berapa mau menikah. Kira-kira mau punya anak berapa. Kira-kira kapan bisa punya rumah sendiri. Kira-kira dalam jangka 5 tahun ini berapa banyak uang yang mau kita tabung dan mau digunakan untuk apa, dst. Kita punya rencana. Punya target-target dalam hidup ini, punya evaluasi kerja.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Tetapi sayangnya, hal yang sangat penting itu jarang sekali kita lakukan terhadap kerohanian kita. Kita jarang sekali mengevaluasi kerohanian kita. Kita tidak pernah menyusun target-target dan rencana-rencana untuk pertumbuhan rohani kita. Kerohanian kita berjalan apa adanya tanpa ada evaluasi yang serius. Paling-paling kita cuma merenung perjalanan hidup kita pada saat kita merayakan Ulang Tahun atau Tahun Baru. Itu pun juga cuma evaluasi pada kulitnya saja, tidak mendalam dan menyeluruh. Kita mungkin tidak pernah mencatat satu demi satu, hal-hal apa yang seharusnya kita perbaiki dalam diri kita. Namun kalau dalam pekerjaan, karir, mungkin kita ada catatan, hal-hal apa yang harus kita perbaiki. Ini berarti, ada sesuatu yang salah dalam perjalanan kerohanian kita.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Itulah sebabnya, jangan heran, kita menemukan ada banyak orang Kristen, mungkin termasuk diri kita, yang sudah puluhan tahun jadi orang Kristen, mungkin tiap minggu ke gereja, mungkin terlibat aktif dalam pelayanan gereja, ikut seminar sana dan sini, mungkin sudah jadi majelis, bahkan sudah menjadi Hamba Tuhan; namun kerohaniannya masih seperti anak kecil. Ciri utama anak kecil adalah dia cenderung egosentris, dia ingin selalu dirinya menjadi pusat perhatian. Melihat segala sesuatu hanya dari sudut pandang diri sendiri. Sulit menempatkan diri pada posisi atau perasaan orang lain. Mudah tersinggung. Sulit bersikap bijak terhadap perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat selalu dianggap sebagai serangan atau perlawanan terhadap dirinya. Anak kecil selalu mau menang sendiri. Sudah punya mainan sendiri, pingin ngambil mainan temannya sendiri. Kita perlu memeriksa diri kita secara teratur di hadapan hadirat Allah.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN">Apakah Dasar Alkitab tentang Pemeriksaan Diri?</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;">·<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span lang="IN">Mazmur 139:1, 23-24; 2 Korintus 13:5-7; 1 Timotius 4:16</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Dalam Mazmur 139: 23-24, Pemazmur seolah-olah ingin berkata, “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Tuhan, Engkau mengenal aku dengan sempurna, tidak ada sesuatu pun dalam diriku yang tersembunyi di hadapan-Mu. Oleh sebab itu, jika Engkau melihat ada sesuatu yang salah dalam diriku, beritahukanlah hal itu kepadaku, ya Tuhan</i>.” Pemazmur menginginkan hubungan/keintiman yang lebih dalam dengan Allah, keinginan ini begitu kuat, lebih daripada keinginan tentang apapun dalam dunia ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Doa-doa kita kebanyakan berisi permohonan-permohonan yang hanya berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan jasmani. Tetapi kita jarang sekali berdoa, bergumul dengan serius di hadapan Tuhan dan berkata: “Tuhan, sudah sekian tahun saya jadi orang Kristen, mengapa saya lebih mudah melihat kesalahan orang daripada kesalahan diri sendiri? Mengapa saya sulit untuk mengampuni kesalahan orang lain? Mengapa saya merasa benar sendiri? Mengapa gairah dan kerinduan saya akan Allah masih dangkal?” Kalimat-kalimat doa seperti itu hanya lahir dari hati orang-orang yang mau dengan rendah hati memeriksa dirinya di hadapan hadirat Allah. Doa pemeriksaan diri adalah bentuk doa yang sangat menyukakan hati Tuhan.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Bagaimana cara Allah menyelidiki diri kita? J.I. Packer dalam bukunya, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Praying</i> (2006), bab 5 (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Prayer Checkup</i>) menyatakan, ada 2 cara Allah menyelidiki kita. <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Pertama,</b> Allah menggunakan firman Tuhan melalui kuasa Roh Kudus untuk membawa kita kepada kehidupan yang lebih kudus. Allah menegur dosa-dosa kita, menginsyafkan kita akan dosa-dosa kita, membersihkan kita dengan firman-Nya. Allah menyelidiki kita melalui firman-Nya. <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Kedua,</b> Roh Kudus membentuk pertanyaan-pertanyaan dalam hati kita yang harus kita jawab. Pertanyaan-pertanyaan mengenai motivasi dan sikap kita dalam melakukan sesuatu, tujuan-tujuan kita yang tersembunyi yang mungkin orang lain tidak ada yang tahu, namun Allah mengetahuinya. Allah seperti Konselor yang sedang mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membedah hati kita. Kalau konselor di dunia masih bisa kita tipu, tetapi Allah tidak. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN">Apakah Pemeriksaan Diri Itu?</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Adele Ahlberg Calhoun dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Spiritual Disciplines Handbook</i> (2005) menyatakan, <b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Pemeriksaan diri (self-examination) adalah sebuah proses dimana Roh Kudus membuka hati kita dan menyingkapkan keadaan diri kita yang sesungguhnya di hadapan Allah”.</i></b> Pemeriksaan diri di hadapan hadirat Allah merupakan salah satu disiplin rohani yang penting, tetapi terabaikan pada masa kini. Pemeriksaan diri selalu melibatkan pengakuan dosa, dimana Roh Kudus menolong kita untuk melihat siapa diri kita sesungguhnya (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">the real me</i>), dan melihat dosa-dosa kita dari sudut pandang Allah, bukan dari sudut pandang diri sendiri. Seringkali ada dosa-dosa yang kita anggap remeh, kita toleransi, karena semua orang juga melakukan hal itu, dianggap biasa. Kita menjadi tidak bisa atau kehilangan kepekaan dalam merasakan kepedihan hati Tuhan atas dosa-dosa yang kita lakukan. Pemeriksaan diri membawa kita kepada transformasi hidup, perubahan hidup, hidup yang makin diperbarui makin serupa Kristus, hidup yang makin dikuduskan.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Pemeriksaan diri bukan sekedar di dalamnya ada pengakuan dosa, tetapi kita menggumuli dengan serius, bagaimana caranya supaya kita bisa keluar dari dosa tersebut. Apa langkah-langkah konkret yang harus kita lakukan untuk tidak mengulanginya lagi. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Pengakuan dosa pribadi kita harus bersifat spesifik, bukan bersifat general. Tidak cukup hanya mengaku dosa, “Tuhan, saya telah berdosa kepada-Mu melalui hati, perkataan, dan perbuatan saya”. Kita harus merinci dosa-dosa kita dalam doa pengakuan dosa itu. Makin spesifik pengakuan dosa kita, makin objektif kita melihat diri sendiri. Tujuannya adalah untuk membangunkan kesadaran diri kita (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">awareness</i>) betapa seriusnya dosa di hadapan Tuhan.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN">Mengapa Kita Perlu Secara Teratur Melakukan Pemeriksaan Diri di Hadapan Allah?</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN">1.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="IN">Karena natur kita telah rusak oleh karena dosa, kita mempunyai potensi yang luar biasa untuk menipu diri sendiri (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">self-deception</i>). </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Dalam Yeremia 17:9-10</span><span lang="IN"> dikatakan: <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya? Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya.”</i></span><span lang="IN"></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Richard Foster mengawali bukunya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Celebration of Disciplines</i> dengan sebuah kalimat yang sangat menyentak saya, “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Superficiality is the curse of our age</i>.” (Superfisialitas adalah kutukan di zaman kita). Kita hidup di era yang superfisial, era kosmetik, era plastik. Kita mengenakan berbagai “topeng” untuk menutupi diri kita sebenarnya, yaitu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">the real me</i>. Kita pura-pura berdoa, pura-pura produktif bekerja, pura-pura aktif melayani, pura-pura peduli dengan orang lain, pura-pura cinta Tuhan. Terus-menerus berpura-pura, padahal kita melakukan semua itu bukan untuk kemuliaan Tuhan, tetapi untuk kemuliaan diri sendiri. Apakah betul kita sudah sungguh-sungguh mencintai Tuhan?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN">2.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="IN">Karena di dalam keberdosaan kita, kita memiliki penyakit rohani yang disebut “rabun dekat” secara rohani (Lihat Matius 7:1-5).</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">"Rabun dekat" di sini maksudnya adalah kita sulit untuk melihat dan menemukan dosa-dosa kita sendiri, tetapi kita paling mudah dan sangat cepat dalam melihat dosa-dosa orang lain. Kita sangat peka dan sensitif dengan kesalahan orang lain, tetapi kadang-kadang tidak peka dengan kesalahan diri sendiri. Kita sangat jelas bisa melihat kesalahan dan dosa orang lain, tetapi kita “kabur” melihat dosa-dosa sendiri.</span><span lang="IN"> Kita seringkali suka meneropongi dosa-dosa orang lain, sampai-sampai lupa atau kurang mencermati kehidupan kerohanian kita sendiri. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Seringkali tanpa sadar, kita menerapkan standar ganda dalam relasi dengan orang lain. Kita menerapkan standar dan tuntutan yang sangat tinggi terhadap orang lain, tetapi kita menurunkan standar itu bagi diri kita sendiri. Kesalahan orang lain kita kecam habis-habisan, tetapi kalau kita melakukan kesalahan yang sama atau yang bobotnya lebih berat, kita begitu mudah memaafkan diri sendiri, kita begitu tolerir dengan dosa sendiri. Melihat ke luar diri, tanpa diimbangi melihat ke dalam diri sendiri adalah sesuatu hal yang sangat membahayakan kehidupan rohani kita.</span><span lang="IN"></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Daud pernah mengalami penyakit “rabun dekat” ini. Daud yang membunuh Uria untuk mendapatkan Batsyeba, istrinya. Pada waktu nabi Natan memberikan sebuah perumpamaan untuk menegur dosa Daud. Daud tidak sadar, tidak peka bahwa Natan sebenarnya sedang menegur dosanya. Kita semua sudah tahu ceritanya. Justru, Daud berkata: “Demi Allah yang hidup, orang kaya yang telah mengambil anak domba betina dari si miskin itu, harus dihukum mati, karena ia tidak mengenal belas kasihan.” Tetapi pada saat itu, nabi Natan berkata: “Daud, engkaulah orang itu!” (Baca 2 Samuel 12:1-7). </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Kadang-kadang kita juga bisa seperti Daud, yang kehilangan kepekaan terhadap dosa-dosa kita sendiri yang sebenarnya menjijikkan di mata Allah. John Calvin pernah menulis satu kalimat, “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Orang yang kudus, bukanlah orang yang tidak dapat berbuat dosa lagi, tetapi orang kudus adalah orang yang makin memiliki kepekaan terhadap dosa-dosa diri sendiri, bahkan dosa-dosa yang terkecil sekalipun</i>.” </span><span lang="IN">Saya setuju dengan pernyataan Simon Chan dalam bukunya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Spiritual Theology</i> bahwa “kita dapat melakukan kesalahan yang fatal tanpa memiliki kepedihan hati nurani.” Jika ada dosa-dosa tertentu yang belum kita sadari dan akui di hadapan Allah, maka hal itu membuat kepekaan rohani kita makin berkurang.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Kalau penyakit rabun dekat secara rohani ini makin parah dan tidak diatasi, maka lama-kelamaan dapat membawa kita kepada kemunafikan, kita buta dengan keadaan diri kita yang sesungguhnya<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"> </i></b><i style="mso-bidi-font-style: normal;">(self-blindness</i>). </span><span lang="IN">Martin Luther pernah berkata, “Bukti ultimat/tertinggi dari orang berdosa (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">the ultimate proof of sinner</i>) adalah kita tidak sadar bahwa kita sedang berdosa”.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN">Apa Saja Metode Yang Bisa Digunakan untuk Memeriksa Diri Kita?</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN">Seorang teolog, J.I. Packer, dalam bukunya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Praying</i> (2006), bab 5 (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Prayer Checkup</i>) menyatakan, “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Tokoh-tokoh Kristen selama berabad-abad, mulai dari Bapa-Bapa Gereja (abad 1-5), tokoh-tokoh Reformasi, Puritan, Katolik Roma, Wesleyan, dan tokoh-tokoh Gereja Ortodoks Timur; mereka semua sepakat mengenai pentingnya secara teratur memeriksa diri demi kesehatan rohani.</i>” Orang-orang Puritan biasanya melakukan pemeriksaan diri pada Sabtu malam, sekaligus mempersiapkan diri menghadapi Sabat (hari Minggu).</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 26.95pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN">1.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN">Bercermin pada Tujuh Dosa Maut (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">the seven deadly sins</i>)</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN">Berdasarkan catatan sejarah, misalnya, Bapa-Bapa Gereja, seperti Augustinus, melakukan pemeriksaan dirinya melalui menelusuri 7 dosa maut yaitu: (1) kesombongan (2) kemarahan (3) hawa nafsu (4) iri hati (5) ketamakan (6) kemalasan (7) kerakusan. Bagaimana keadaan diri kita tentang dosa-dosa tersebut? </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN">Kesombongan ditempatkan sebagai dosa yang pertama. Bapa Gereja, Augustinus menyatakan, “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Initium ominis peccati est superbia</i>” (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">The beginning of all sin is pride</i>). Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa karena mereka tidak mau bergantung penuh lagi pada Allah. Manusia berdosa menolak untuk bergantung pada Allah. Dalam hubungan dengan orang tua, makin dewasa kita, maka kebergantungan kita dengan orang tua seharusnya makin berkurang. Tetapi dalam kerohanian, makin dewasa rohani seseorang, maka tingkat kebergantungannya pada Allah harus makin besar.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN">David W. Gill, dalam bukunya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Becoming Good</i> (2000), menyatatakan, “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sifat yang suka mendominasi adalah kesombongan. Kita bisa sombong karena pengetahuan yang kita miliki, kita berpikir kita sudah mengetahui segala sesuatu, dan tidak mau belajar dari orang lain. Orang yang sombong biasanya sangat dominan dalam berbicara, tetapi miskin dalam hal mendengar. Selalu ingin perkataannya didengar dan diperhatikan oleh orang lain, tetapi sulit untuk mendengar dan memperhatikan perkataan dan pendapat orang lain. Kesombongan membutakan diri kita tentang apa yang kurang pada diri kita.</i>”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN">2.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN">Bercermin Melalui Sepuluh Perintah Allah</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN">Tokoh Reformasi abad 16, Martin Luther, melakukan pemeriksaan diri melalui Sepuluh Perintah Allah. Hukum ke-1: Apakah Allah menjadi pusat hidup saya hari ini? Hukum ke-2: Apakah ada berhala dalam hidup saya? Diri sendiri, uang, pekerjaan, dll? Hukum ke-3: Apakah kita menghormati nama Allah dalam hidup keseharian kita? Alan Redpath, dalam bukunya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Law and Liberty</i> (Hukum Taurat dan Kebebasan), menyatakan,<i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Berdoa, tetapi tidak berbuat; percaya, tetapi tidak menaati; memuji Tuhan, tetapi dalam hati berontak, adalah tindakan yang menyalahgunakan nama Allah.”</i> Hukum ke-4: Apakah kita menghormati dan menguduskan hari Sabat? Hukum ke-5: Apakah kita menghormati orang tua kita? Dan seterusnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN">3.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="IN">Journaling Confessions</span></i></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN"> (bersifat pribadi)</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN">Dalam Alkitab dicatat kisah bangsa Israel dalam hubungan mereka dengan Allah. Kisah yang berisi masa-masa dimana mereka setia dan tidak setia kepada Tuhan. Jurnal adalah catatan kisah pribadi kita dalam hubungan kita dengan Allah. Kita sedang membuat sejarah hidup kerohanian kita sendiri. Kita membentuk identitas diri kita dengan Allah. Jurnal berbeda dengan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">diary</i> (buku harian) yang sering dibuat oleh orang-orang untuk menuangkan curahan isi hatinya. Jurnal berisi “koleksi” atau kumpulan dari pikiran, perkataan, dan perbuatan kita ketika berdialog dengan diri sendiri. Kita mencoba melihat diri kita sendiri dari sudut pandang Allah. Melalui kegiatan ini kita mengungkapkan pengalaman dan perasaan-perasaan kita ke dalam kata-kata yang konkret. Hal ini membuka kesempatan kepada Allah untuk berbicara pada kita. Point dari <i style="mso-bidi-font-style: normal;">journaling</i> adalah mengungkapkan isi hati kita dengan jujur, sehingga membantu kita lebih dapat melihat keadaan diri kita sesungguhnya dengan lebih jelas. Di dalamnya mengandung unsur pemeriksaan diri, penyingkapan dosa-dosa di hadirat Allah dan sekaligus menyatakan kebutuhan akan Allah untuk merestorasi, memulihkan hidup kita. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN">Misalnya, pada suatu hari itu kita pernah marah kepada seseorang. Kita perlu mengungkapkan perasaan-perasaan dan meninjau kembali pengalaman-pengalaman kita itu, sikap kita ketika marah. Mengapa kita marah? Apa motivasi kita? Apakah kemarahan itu membawa kita pada dosa?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 26.95pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN">4.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN">Pemeriksaan Diri oleh Allah (versi J.I. Packer)</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN">J.I. Packer, dalam bukunya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Praying</i> (2006), bab 5 (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Prayer Checkup</i>), memberikan beberapa kriteria untuk mendeteksi sejauh mana kondisi kerohanian kita dengan mengajukan beberapa pertanyaan pada diri sendiri untuk dijawab secara jujur di hadapan hadirat Allah:</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 26.95pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN">1.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="IN">Periksalah iman kita (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Checkup our faith</i>)</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;">·<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span lang="IN">Apakah kita sungguh-sungguh mengenal Allah dengan benar? Apakah kita mengetahui apa yang seharusnya kita ketahui tentang Allah dan mempercayakan diri kita sepenuhnya kepada Allah?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;">·<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span lang="IN">Apakah iman kita membawa kedamaian di hati kita, damai dengan Allah melalui pengampunan, damai di dalam berbagai keadaan melalui bersandar kepada Allah, damai dengan sesama karena melalui iman kita mengasihi mereka?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;">·<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span lang="IN">Apakah kita memiliki iman yang teguh di tengah-tengah tekanan dan krisis hidup?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN">2.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="IN">Periksalah pertobatan kita (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Checkup our repentance</i>)</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;">·<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span lang="IN">Sebuah kehidupan yang bertobat adalah kehidupan penyangkalan diri. Apakah kita sudah hidup dalam penyangkalan diri?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN">3.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="IN">Periksalah kasih kita (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Checkup our love</i>)</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;">·<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span lang="IN">Seberapa besar kasih kita kepada Allah dan sesama kita?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;">·<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span lang="IN">Apakah kita peduli dengan kebutuhan sesama kita? Apakah berbelas kasihan terhadap sesama menjadi kesukaan kita?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;">·<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span lang="IN">Apakah doa-doa kita berfokus pada kehendak dan kemuliaan Allah? Apakah kita suka mendoakan kebutuhan orang lain diluar jam-doa doa bersama dijadwalkan gereja?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;">·<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span lang="IN">Apakah kita mudah memberikan diri kita, mudah memberi waktu dan uang kita untuk kebutuhan orang lain?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN">4.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="IN">Periksalah kerendahan hati kita (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Check up our humility</i>)</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span lang="IN">J.I. Packer: “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Humility is honest realism and realistic honesty</i>”.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span lang="IN">Menurut Packer, kerendahan hati berakar dalam sebuah kesadaran:</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;">·<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span lang="IN">Kita begitu kecil dan berdosa di hadapan Allah.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;">·<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span lang="IN">Kita begitu lemah dan tidak mampu untuk mengontrol dan memastikan masa depan kita, karena seluruh hidup kita ada dalam kedaulatan Allah.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;">·<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span lang="IN">Dalam keberdosaan kita, sejak lahir kita memiliki daya tarik yang kuat terhadap kebahagiaan dan kesuksesan menurut ukuran dunia, bukan menurut ukuran Allah.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;">·<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span lang="IN">Kesadaran bahwa kita egois, lebih mementingkan diri sendiri.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;">·<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span lang="IN">Kesadaran bahwa kita lebih berfokus pada apa yang orang lain pikirkan tentang diri kita daripada apa yang Allah pikirkan tentang diri kita (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">what others think of us</i>).</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;">·<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span lang="IN">Kesadaran bahwa setiap kesempatan yang kita miliki dalam hidup ini bukanlah hak yang harus kita miliki, tetapi semua itu adalah pemberian karunia Allah.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span lang="IN">J.I. Packer: “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Genuine humility is not only Godward in direction, it also colors all relationships with other humans</i>.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;">·<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span lang="IN">Apakah kita bersukacita dan antusias melayani jika kita dipercaya untuk melayani bidang yang “kecil” di gereja, atau pelayanan-pelayanan yang bersifat di belakang layar/tidak kelihatan?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;">·<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span lang="IN">Apakah pikiran-pikiran kita dipenuhi anugerah Tuhan terhadap “orang-orang sulit” yang sering kita temui dalam hidup kita? [Ingat: Yesus Kristus tetap membasuh kaki Yudas Iskariot dengan penuh cinta kasih, bukan dengan kasar].</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;">·<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span lang="IN">Apakah kita menghargai dan menghormati orang lain dalam pikiran, perkataan dan tindakan kita? Atau suka menghina dan merendahkan orang lain dalam pikiran, perkataan, dan tindakan kita?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;">·<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span lang="IN">Apakah kita secara teratur memberikan penghargaan dan pujian terhadap pekerjaaan orang lain? (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Do we regulary credit for their labor?</i>)</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN">5.<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="IN">Periksalah kebijaksanaan/hikmat (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">wisdom</i>) kita.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;">·<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span lang="IN">Apakah kita makin mengenal apa yang disukai dan yang berkenan di hadapan Allah? </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span lang="IN">Apakah kita sudah mempraktikkan Yakobus 1:5, meminta hikmat kepada Allah untuk menjalani hidup yang berkenan di hadapan-Nya? (</span><b><span lang="IN">Yakobus 1:5</span></b><span lang="IN">,</span><span lang="IN"> “Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit ,maka hal itu akan diberikan kepadanya.”)</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;">·<span style="-moz-font-feature-settings: normal; -moz-font-language-override: normal; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><span lang="IN">J.I. Packer: “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">We pray with wisdom when we pray for wisdom to see what hopes, expectations, petitions to God and plans for ourselves and others wisdom now suggest</i>.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="IN">Kesimpulannya:</span></i></b><span lang="IN"> Periksalah fokus hidup kita! (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Checkup our focus in life</i>!). Periksalah prioritas-prioritas hidup kita! Apakah seluruh agenda hidup kita sudah dikendalikan dan dipimpin oleh Allah? (Binsar)</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div>Binsarhttp://www.blogger.com/profile/15374503627012692675noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3678991171009000884.post-77903726980894430452011-10-31T20:25:00.000+07:002011-10-31T20:25:36.229+07:00Anugerah Demi Anugerah dalam Pernikahan Kami<div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitNfhCxegKqgHdToq7uaNE_YaUxpZpm5lOa29k_4gQS6WxXrEpP_enZnf4vjH1cZnrNF99fOUKsz2SdRq6mrlB-FiHK2YhJ0RMvykK1V8sFDPPVa9By-8En3fw56J7ikfllZ7c0dPMcxOF/s1600/-6833.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitNfhCxegKqgHdToq7uaNE_YaUxpZpm5lOa29k_4gQS6WxXrEpP_enZnf4vjH1cZnrNF99fOUKsz2SdRq6mrlB-FiHK2YhJ0RMvykK1V8sFDPPVa9By-8En3fw56J7ikfllZ7c0dPMcxOF/s320/-6833.jpg" width="213" /></a></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Pernikahan saya dan Grace baru berumur sekitar 15 bulan. Masih sangat muda. Kalau Tuhan izinkan, maka perjalanan pernikahan kami masih sangat panjang. Masih banyak tantangan dan ujian di depan. Masih banyak PR yang juga harus kami kerjakan dalam hubungan pernikahan kami. Namun, saya sungguh merasakan, bisa memasuki usia pernikahan 15 bulan ini karena ada anugerah Allah yang menopang kami. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Eben-haezer</i>: sampai di sini Tuhan sudah menolong<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">!</b></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Saya ingin merenung dan melihat ke belakang perjalanan pernikahan kami. Dalam satu tahun pertama pernikahan kami, saya dan Grace tidak bisa berkumpul bersama-sama setiap hari. Ketika itu saya sedang menjalani masa praktik pelayanan satu tahun di salah satu gereja di Bandung, sedangkan Grace masih harus bekerja di salah satu sekolah Kristen di Jakarta. Praktik pelayanan satu tahun adalah tugas terakhir yang harus saya jalani setelah saya menyelesaikan semua kuliah saya di salah satu seminari di Jakarta. Ini adalah tugas terakhir yang harus saya selesaikan sebelum akhirnya saya diwisuda. Saya harus “meninggalkan” istri saya di Jakarta, sembilan hari setelah kami menikah. Baru saja kami menikah, akhirnya kami harus “berpisah” untuk sementara waktu.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Masih segar dalam ingatan saya, Senin, 9 Agustus 2010, pagi-pagi benar, Grace pamit akan berangkat kerja. Sementara di hari Senin itu juga, saya akan pergi ke Bandung untuk memulai praktik pelayanan satu tahun. Jujur, pada waktu itu, perasaan saya sepertinya belum siap untuk “berpisah” dengan Grace. Kami baru saja menikah. Baru saja selesai menjalani masa bulan madu kami, tetapi mengapa kami harus segera “berpisah”. Itulah yang berkecamuk di dalam hati saya. Namun, saya mencoba dengan lapang hati melepas Grace dan mengokohkan langkah kaki saya ke Bandung dengan keyakinan bahwa Tuhan pasti memberikan kekuatan kepada kami untuk melewati semua ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Selama saya praktik satu tahun di Bandung, saya hanya dua kali mengunjungi Grace di Jakarta. Walaupun pada waktu itu, ada kesepakatan antara pihak seminari dengan gereja tempat saya praktik, saya diberi kesempatan satu kali sebulan ke Jakarta (selama 2 hari) untuk bertemu dengan istri. Namun karena kondisi, kesempatan itu tidak selalu saya ambil. Pada akhirnya, Grace yang jauh lebih sering datang ke Bandung.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Biasanya Grace datang pada saat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">week-end</i>. Jumat malam, dia tiba di Bandung, dan Minggu sore kembali lagi ke Jakarta. Namun, hari Sabtu dan Minggu adalah hari-hari yang cukup padat dengan jadwal pelayanan. Grace datang pada saat saya sedang sibuk-sibuknya dengan kegiatan pelayanan di gereja. Walaupun kualitas pertemuan itu belum ideal, kami bersyukur kepada Tuhan untuk kesempatan yang indah ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Biasanya Grace datang sebulan dua kali ke Bandung. Namun, kalau ada hari-hari libur lain, seperti libur Lebaran, Natal, Imlek, dan libur semester, Grace juga pasti datang ke Bandung. Pada saat-saat seperti itulah, kami sungguh menikmati kebersamaan lebih dari biasanya, karena masa libur yang cukup panjang. Mungkin, itulah salah satu “keuntungan” menjadi guru di sekolah, ada jadwal libur yang cukup banyak dan panjang!</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Dalam satu tahun pertama pernikahan kami itu, walaupun kami belum bisa bersama-sama setiap hari, tetapi kami belajar untuk melihat semua ini sebagai sarana Tuhan untuk mendewasakan kami dan lebih menghargai pernikahan kami. Jujur, walaupun kadang-kadang, terlintas dalam pikiran dan terlontar dalam perkataan kami, mengapa hal ini harus kami alami, tetapi kami percaya bahwa Tuhan lebih besar dari kelemahan kami. Tuhan yang menggendong kami dengan tangan-Nya yang kuat dan penuh kuasa untuk melewati semuanya ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Akhirnya, tanggal 10 Agustus 2011 saya kembali ke Jakarta. Saya telah menyelesaikan praktik pelayanan satu tahun. Saat yang dinanti-nanti telah tiba. Sekarang saya dan Grace bisa berkumpul bersama-sama lagi setiap hari! Dalam kemurahan-Nya, pada tanggal 17 September 2011 yang lalu, saya juga telah diwisuda. Tuhan bukan hanya memimpin pernikahan saya, tetapi juga studi saya. Dia yang memanggil saya untuk menjadi hamba-Nya, Dia juga yang menolong dan menggenapi kehendak-Nya atas hidup saya. Tuhan sungguh luar biasa! Dia lebih besar daripada apa yang pernah saya bayangkan dan pikirkan.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Selama 15 bulan pernikahan kami, ada tantangan, pergumulan, dan konflik-konflik pernikahan yang kami hadapi. Namun kami juga merasakan ada pertumbuhan iman yang kami alami. Saya percaya, pernikahan Kristen adalah sekolah didikan Tuhan seumur hidup. Pernikahan adalah proses pembelajaran seumur hidup. Saya makin disadarkan bahwa pernikahan Kristen bukan sekadar untuk mengatasi rasa kesepian. Bukan sekadar untuk memenuhi hasrat biologis dan punya keturunan. Bukan sekadar hidup bersama dalam satu rumah. Bukan sekadar untuk bisa saling melengkapi antara pria dan wanita. Saya yakin, pernikahan Kristen terutama menjadi sarana yang Tuhan pakai untuk membentuk kita makin serupa dengan Kristus. Saya setuju dengan pernyataan Gary Thomas dalam bukunya berjudul <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sacred Marriage</i> (Pernikahan Kudus), “Allah merencanakan perkawinan bukan sekadar membuat kita bahagia, tetapi membuat kita lebih kudus. Pernikahan adalah disiplin spiritual yang dirancang oleh Allah untuk membantu kita mengenal Allah dengan lebih baik, mempercayai-Nya lebih penuh, dan mengasihi-Nya lebih dalam lagi”. Bagaimana dengan pernikahan kita? Apakah tujuan pernikahan kita? (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Binsar</i>)</span></div>Binsarhttp://www.blogger.com/profile/15374503627012692675noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3678991171009000884.post-18938315928187075662011-07-26T13:26:00.000+07:002011-07-26T13:26:24.648+07:00Kerendahan Hati<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Monotype Corsiva"; font-size: 14pt; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">“Inilah pelajaran terbesar dan paling berguna yang dapat kita pelajari:</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Monotype Corsiva"; font-size: 14pt; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Mengetahui diri kita sendiri siapa kita sebenarnya, dengan bebas mengakui kelemahan</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Monotype Corsiva"; font-size: 14pt; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">dan kegagalan kita, menganggap kurang diri kita sendiri karena semua itu,</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Monotype Corsiva"; font-size: 14pt; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">tidak menonjolkan diri kita sendiri, sebaliknya selalu menganggap orang lain lebih baik</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><span lang="IN" style="font-size: 14pt; mso-ansi-language: IN;">adalah hikmat dan kesempurnaan besar.”</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"> (</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Thomas A. Kempis</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">)</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">O Yesus, Tuhan yang lembut dan rendah hati</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Jadikan hati kami seperti hati-Mu</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Dari hasrat dihargai, lepaskan kami, o Yesus.</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Dari hasrat dicintai, lepaskan kami, o Yesus.</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Dari hasrat dihormati, lepaskan kami, o Yesus.</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Dari hasrat dipuji, lepaskan kami, o Yesus.</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Dari hasrat diutamakan, lepaskan, kami, o Yesus.</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Dari hasrat disetujui, lepaskan kami, o Yesus.</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Dari hasrat menjadi populer, lepaskan kami, o Yesus.</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Dari ketakutan direndahkan, lepaskan kami, o Yesus.</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Dari ketakutan ditelantarkan, lepaskan kami, o Yesus.</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Dari ketakutan dibatasi, lepaskan kami, o Yesus.</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Dari ketakutan disalahpahami, lepaskan kami, o Yesus.</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Dari ketakutan dilupakan, lepaskan kami, o Yesus.</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Dari ketakutan dicemoohkan, lepaskan kami, o Yesus.</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Dari ketakutan dicurigai, lepaskan kami, o Yesus.</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Agar orang lain lebih dicintai ketimbang kami,</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Yesus anugerahi kami hasrat itu.</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Agar orang lain lebih dihargai daripada kami,</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Yesus anugerahi kami hasrat itu.</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Agar orang lain makin bertambah, kami makin berkurang,</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Yesus anugerahi kami hasrat itu.</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Agar orang lain lebih diperhatikan daripada kami,</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Yesus anugerahi kami hasrat itu.</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Agar orang lain lebih diutamakan daripada kami dalam segala hal,</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua"; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Yesus anugerahi kami hasrat itu. Amin.</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><span lang="IN" style="font-family: Arial; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">(Doa Ibu Teresa)</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Kita hidup di tengah-tengah zaman yang memberhalakan status, harga diri, kedudukan, dan kesuksesan duniawi. Oleh sebab itu, kerendahan hati menjadi salah satu kualitas karakter yang langka ditemukan pada zaman ini. Manusia dalam keberdosaannya lebih cenderung untuk menjadi sombong ketimbang rendah hati. Menurut sebagian Bapa-Bapa gereja dan para teolog, kesombongan merupakan dosa terbesar diantara segala dosa. Misalnya, Bapa Gereja, Augustinus dari Hippo (354 – 430) menyatakan bahwa kesombongan adalah awal dari segala dosa. Thomas Aquinas (1224 – 1274) menganggap kesombongan sebagai dosa ultimat. Karena kesombongan, maka Adam dan Hawa telah jatuh ke dalam dosa dengan mengambil alih posisi Allah dalam hidup mereka dan tidak mau bergantung mutlak lagi kepada Allah dan firman-Nya. Kesombongan membawa seseorang kepada sikap mengabaikan Allah dan hidup dalam ketidaktaatan (Mazmur 10:2-11).</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">John Stott dalam bukunya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Living Church</i> menyatakan bahwa “para pendeta dan pemimpin gereja rentan terhadap godaan kesombongan karena mereka selalu menjadi sorotan orang banyak”. Akibatnya, kepemimpinan dapat dengan mudah turun derajatnya menjadi otoriter atau justru “menjilat” orang lain. Seorang pemimpin Kristen seharusnya menggunakan kuasa dan kedudukannya dalam kerendahan hati sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran Alkitab.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Dalam Alkitab, kita cukup banyak menemukan bahwa Allah memuji dan menginginkan kerendahan hati umat-Nya.<sup> </sup></span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-weight: bold; mso-bidi-language: HE;">Dalam Mikha 6:8 dinyatakan, </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: HE;">“Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?” Dalam perumpamaan tentang orang Farisi dan Pemungut Cukai (Lukas 18:9-14), Tuhan Yesus mengecam sikap orang Farisi yang suka membenarkan dirinya sendiri dan merendahkan orang lain. Sebaliknya, Tuhan Yesus memuji sikap pemungut cukai yang rendah hati dan mengakui keberdosaannya di hadapan Allah. Selanjutnya, Tuhan Yesus Kristus juga pernah<span style="mso-bidi-font-weight: bold;"> berkata,</span> “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan” (Matius 11:29).</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Orang-orang kudus dalam sejarah gereja juga banyak menekankan pentingnya bertumbuh dalam kerendahan hati sebagai salah satu karakter seorang murid Kristus. Bapa Gereja, Augustinus dari Hippo, pernah menyatakan, “Bagi orang yang mau hidup dalam jalan-jalan Tuhan, maka ada 3 hal yang harus dimilikinya. Yang pertama adalah kerendahan hati. Kedua, kerendahan hati. Ketiga, kerendahan hati”. Bagi Augustinus, tanpa kerendahan hati tidak mungkin seseorang hidup dalam jalan Tuhan, karena kerendahan hati dimulai dari sebuah kesadaran siapa sebenarnya Allah dan siapa sesungguhnya kita di hadapan-Nya. Selanjutnya, seorang teolog dan tokoh Kebangunan Rohani Amerika pada abad ke-18, Jonathan Edwards (1703 – 1758), dalam bukunya yang berjudul <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Religious Affection</i> mencantumkan kerendahan hati sebagai salah satu dari tanda kerohanian yang sejati. Bagi Edwards, tanpa kerendahan hati, tidak ada kehidupan rohani yang murni, walaupun mungkin orang itu mengklaim mengalami perasaaan religius yang menggebu-gebu terhadap Allah.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Ada berbagai definisi tentang kerendahan hati. Gerald R. McDermott, mendefinisikan kerendahan hati sebagai “sebuah sikap yang melihat segala sesuatu sebagaimana yang sebenarnya”. Brigid E. Herman menyatakan hal yang senada bahwa “kerendahan hati merupakan kepekaan terhadap realitas dan proporsi yang didasarkan pada suatu pengetahuan kebenaran tentang Allah dan diri sendiri”. John Stott berpendapat bahwa “kerendahan hati merupakan sebuah kejujuran dengan tidak berpura-pura menjadi yang lain selain diri kita sesungguhnya”. Ladislaus Boros menyatakan, “kerendahan hati berarti memutuskan untuk memegang tangan Allah dan memercayai tuntunan-Nya sehingga menjadi seperti anak kecil, menunjukkan sopan-santun dalam segala hal, peka terhadap apa yang tidak menyenangkan bagi orang lain, melindungi yang lemah dengan kekuatannya, penuh dengan kelembutan batin, dan mau meringankan beban hidup sesamanya”. Sedangkan Martin Luther, tokoh reformasi abad ke-16 menyatakan, “kerendahan hati adalah keputusan untuk membiarkan Tuhan menjadi Tuhan”.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Kerendahan hati merupakan jalan menuju pengenalan secara benar terhadap Allah dan diri sendiri. Berdasarkan prinsip Roma 12:3, maka dapat dikatakan bahwa kerendahan hati adalah sebuah sikap jujur yang mampu melihat diri sendiri secara tepat sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, tidak melihat diri lebih tinggi atau lebih rendah dari yang seharusnya. Orang yang rendah hati memiliki konsep diri yang sehat. Dia melihat dirinya dan segala sesuatu dari sudut pandang Allah secara akurat. Orang yang melihat dirinya lebih tinggi daripada yang seharusnya adalah orang sombong (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">superior</i>). Sebaliknya, orang yang melihat dirinya lebih rendah daripada yang seharusnya adalah orang yang rendah diri (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">inferior</i>). Baik sikap sombong dan rendah diri tidak berkenan di hadapan Allah. Sikap sombong dan rendah diri biasanya adalah hasil dari sikap kita yang suka membandingkan diri kita dengan orang lain, sehingga yang menjadi tolak ukur penilaian diri adalah diri sendiri dan orang lain, bukan Allah dan firman-Nya.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Namun, orang yang rendah hati bukan sekadar mengenal dirinya sendiri, karena pengenalan yang demikian lebih kepada tindakan intelek semata. Orang yang rendah hati lebih daripada sekadar mengenal dirinya secara intelek, tetapi di dalam lubuk hatinya yang terdalam, ia menyetujui, menegaskan, mengesahkan, dan mengatakan “ya” tentang realitas dirinya sendiri. Orang yang rendah hati bersedia menjadi dirinya sendiri dan melakukan apa yang dapat dilakukan sesuai kehendak Allah. </span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Kerendahan hati bukanlah berarti rendah diri, menghina diri sendiri, atau merasa diri tidak berharga. Kerendahan hati bukanlah masalah menjelek-jelekkan diri sendiri atau mencoba membuat diri kita bukanlah apa-apa. Rendah hati juga bukan berarti kita tidak boleh bangga. Tetapi kebanggaan itu tidak boleh membuat kita angkuh, lupa diri, dan tidak tahu diri dengan memandang rendah atau menghina orang lain yang memiliki prestasi di bawah kita. </span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Orang yang rendah hati juga tidak menyangkali kemampuan-kemampuan atau kelebihan-kelebihan yang dimilikinya, tetapi menyadari bahwa semua itu adalah anugerah Tuhan dan harus digunakan untuk kemuliaan Tuhan dan kebaikan bagi sesama. Orang yang rendah hati memiliki kesadaran bahwa nilai dirinya bukan ditentukan oleh kepintaran, pekerjaan, prestasi, pendapat orang, atau apa yang dimilikinya, tetapi nilai dirinya ditentukan oleh<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> </i>“<i style="mso-bidi-font-style: normal;">who I am in Christ</i>” (siapa saya di dalam Kristus). “Apa yang kita lakukan” (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">what we do</i>) harus didasari oleh pemahaman “siapa kita di dalam Kristus” (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">who we are in Christ</i>).</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Adapun beberapa karakteristik atau ciri orang yang rendah hati adalah sebagai berikut:</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt 17pt; mso-list: l0 level1 lfo1; tab-stops: list 17.0pt; text-indent: -17pt;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font-family: "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Anugerah Tuhan selalu menjadi fondasi dalam hidupnya.</span></b></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Kerendahan hati bermula dari 2 alasan mendasar. Pertama, kesadaran yang mendalam bahwa kita adalah orang berdosa yang mati secara rohani. Kedua, pengalaman kita tentang kasih dan anugerah Allah yang berlimpah dan tak bersyarat yang kita alami di dalam Kristus.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Orang yang rendah hati selalu menganggap dirinya tidak layak, tidak memadai, dan bersandar pada anugerah Tuhan setiap saat dalam hidupnya. Anugerah Tuhan menjadi fondasi dalam hidupnya. Semua orang percaya mengerti dan setuju bahwa seluruh hidup ini adalah semata-mata anugerah Allah, tetapi sayangnya seringkali terdapat kesenjangan besar antara apa yang kita pahami tentang anugerah Tuhan dengan apa yang kita perbuat dalam hidup kita sehari-hari.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Orang yang rendah hati sungguh-sungguh menyadari bahwa “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">I am nothing, but God is everything</i>”, dan pemahaman itu tercermin dalam gaya hidupnya sehari-hari. Pusat dan sandaran hidupnya bukanlah dirinya dan apa yang dimilikinya (harta, kedudukan, popularitas, kepintaran, dll), melainkan Allah sendiri. Rasul Paulus dengan segala prestasi pelayanannya yang luar biasa tetap menyatakan, “</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: HE;">Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku” (1 Korintus 15:10)</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Ada masa-masa tertentu dalam hidup saya yang sangat mengandalkan diri sendiri karena saya merasa mempunyai banyak kemampuan untuk berbuat banyak hal. Sekalipun dalam doa saya mengatakan bahwa saya bergantung penuh pada anugerah Tuhan dalam hidup saya, tetapi kadang-kadang dalam kehidupan sehari-hari, sikap saya tidak sejalan dengan doa-doa saya tersebut. Itulah sebuah kerendahan hati yang palsu. Untuk merobohkan kesombongan saya, kadang-kadang Tuhan mengizinkan saya menemukan jalan buntu dalam hidup ini melalui masalah-masalah hidup yang berat, seolah-olah saya tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Apa yang saya banggakan dan andalkan selama ini, tidak dapat menolong saya. Pada saat itu saya sungguh tidak berdaya, dan tidak ada jalan lain, kecuali saya tersungkur di hadapan kemuliaan dan kebesaran diri-Nya, serta mengakui kebodohan dan kelemahan saya. Melalui berbagai peristiwa kehidupan, Tuhan mengajar saya untuk hidup rendah hati dalam arti yang sesungguhnya. Saya mengamini pernyataan J.I. Packer dalam bukunya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Never Beyond Hope: How God Touches and Uses Imperfect People</i> (2000):</span></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt 26.95pt;"><span lang="IN" style="font-size: 11pt; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Sampai Tuhan menghancurkan keyakinan diri Anda, Ia tidak dapat berbuat banyak dengan Anda. Terkadang, seperti Simon Petrus, kita harus membuat kesalahan dan sungguh gagal sebagai orang Kristen sebelum keyakinan diri alami kita itu dihancurkan. Dalam rahmat-Nya Allah mengizinkan kita gagal dalam rangka memukul keluar keyakinan pada diri kita sendiri. Ketika Ia sudah melakukan hal itu, Ia dapat membangkitkan kita dengan suatu cara berpikir baru, yang memercayai Dia daripada memercayai diri kita sendiri. Hal ini sangat sehat bagi jiwa kita.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt 17pt; mso-list: l0 level1 lfo1; tab-stops: list 17.0pt; text-indent: -17pt;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font-family: "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Tidak suka menonjolkan diri sendiri.</span></b></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Untuk mengukur seberapa besar kecenderungan diri kita menonjolkan diri sendiri, maka kita perlu mengajukan beberapa pertanyaan berikut ini kepada diri kita masing-masing. Jika kebaikan kita dilupakan orang lain atau perbuatan baik kita tidak dilihat oleh orang lain, kerja keras kita tidak dihargai orang lain, dan tidak ada orang yang berterima kasih atas jerih lelah kita, apakah hal itu membuat kita berkecil hati? Apakah kita suka memamerkan kepada orang lain keberhasilan atau prestasi yang telah kita raih? Apakah kita orang yang haus akan pujian dan penghargaan dari orang lain? Apakah pengakuan dan penghargaan dari orang lain itu menjadi hal yang sangat berpengaruh dan bernilai primer dalam hidup kita? Apakah kita memiliki semangat kerja dan pelayanan yang sama kualitasnya, baik pada saat dilihat maupun tidak dilihat oleh orang lain? Apakah kita suka menguasai pembicaraan, dan lebih suka orang lain mendengarkan kita daripada kita mendengarkan orang lain?</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Saya masih ingat, sekitar tahun 2009 yang lalu, salah seorang dosen seminari saya, pernah mengirimkan SMS yang berisi pujian terhadap diri saya. Kalimatnya kurang lebih seperti ini, “Binsar, kamu mempunyai kemampuan khotbah yang baik dan didukung kemampuan eksegesis yang baik. Kelak kamu jadi pengkhotbah yang sangat baik. Terus asah kemampuanmu.” Tidak salah menerima pujian dari orang lain, karena pujian yang positif dapat memotivasi seseorang untuk lebih maju. Namun sayangnya, saya salah dalam menyikapi pujian itu. Saya tunjukkan SMS itu kepada Grace (yang pada saat itu masih pacar saya, dan sekarang telah menjadi istri saya). Bagi saya pada saat itu, rasanya belum cukup hanya Grace yang mengetahui pujian itu, lalu beberapa minggu kemudian, saya menunjukkan SMS itu kepada 2-3 orang teman dekat saya di asrama sekolah teologi waktu itu. Saya ingin terus menyimpan SMS itu dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">handphone</i> saya sebagai sebuah bukti bahwa kemampuan berkhotbah saya diakui oleh salah seorang dosen saya. Rasanya saya tidak ingin menghapus SMS itu dari <i style="mso-bidi-font-style: normal;">handphone </i>saya. Walaupun saya tidak menunjukkan SMS itu kepada semua teman saya di asrama, tetapi pada saat itu, saya harus mengakui bahwa saya telah menonjolkan diri saya sendiri. Ada semacam kebutuhan dalam diri saya supaya orang lain mengetahui prestasi dan keunggulan diri saya. Inilah sebuah sikap hati yang haus pujian. Sejujurnya, saya merasa sangat malu untuk menceritakan pengalaman ini, apalagi jika tulisan ini dibaca oleh dosen-dosen dan teman-teman sekolah teologi saya. Namun, saya ingin berbagi pengalaman tentang kegagalan rohani saya dalam area kerendahan hati. Saya bersyukur kepada Allah karena Roh Kudus menyingkapkan kebusukan hati saya itu dan membentuk saya supaya makin serupa dengan Kristus, walaupun saya masih terus bergumul dengan kelemahan dan kedagingan diri saya.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt 17pt; mso-list: l0 level1 lfo1; tab-stops: list 17.0pt; text-indent: -17pt;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-list: Ignore;">3.<span style="font-family: "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Berani mengakui kesalahan dan minta maaf kepada orang lain.</span></b></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Orang yang rendah hati tidak malu dan gengsi untuk berkata, “Saya salah, dan Anda benar. Maafkan saya.” Seringkali kita lebih mudah mengakui kesalahan kita dan minta maaf kepada orang-orang yang lebih tua daripada kita, atau kepada orang yang mempunyai posisi dan kedudukan yang cukup tinggi. Mungkin tidak sulit bagi kita untuk mengakui kesalahan dan minta maaf kepada orang tua atau atasan kita di kantor. Tetapi apakah hal yang sama juga kita lakukan kepada orang-orang yang kelihatannya “lebih rendah” dari kita? Misalnya, kepada anak-anak kita, pegawai kita, pembantu di rumah, atau kepada orang-orang yang kedudukannya lebih rendah daripada kita.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Berani dengan tulus minta maaf kepada orang lain bukanlah tanda kelemahan, tetapi justru tanda kekuatan dan kedewasaan seseorang karena dia telah mampu untuk mengalahkan kesombongan dalam dirinya sendiri, yaitu perasaan gengsi untuk mengakui kesalahan. Kadang-kadang, kita mempunyai kecenderungan untuk dengan mudah mengakui kesalahan kita di hadapan Allah, tetapi gengsi untuk mengakui kesalahan kita pada orang lain, karena kita beranggapan bahwa tindakan itu mengurangi harga diri kita. Kita telah memiliki sistem nilai hidup yang terbalik, yaitu apa yang diberi nilai tinggi oleh Allah justru kita anggap rendah, tetapi apa yang rendah di mata Allah, justru kita beri nilai tinggi.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt 17pt; mso-list: l0 level1 lfo1; tab-stops: list 17.0pt; text-indent: -17pt;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-list: Ignore;">4.<span style="font-family: "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Jujur dan tulus mengakui serta memuji kelebihan atau keberhasilan orang lain.</span></b></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Orang rendah hati dengan sukacita dan penuh ketulusan dapat berkata kepada orang lain, “Pendapat Anda jauh lebih baik daripada saya”. Orang yang rendah hati tidak pelit dalam memberikan pujian terhadap orang lain dan turut bersukacita dengan keberhasilan orang lain. Nampaknya, lebih sulit bersukacita dengan orang yang sedang bersukacita, daripada menangis dengan orang yang sedang menangis. Mungkin dengan mudah kita terharu dan menangis ketika rekan kerja kita meninggal dunia. Namun, mungkin kita sulit bersukacita dan mengucapkan “selamat” dengan penuh ketulusan jika ada rekan kerja kita yang mengalami kenaikan posisi (promosi jabatan) menjadi lebih tinggi daripada kita. Rasul Paulus mengingatkan, “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!” (Roma 12:15).</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Orang sombong akan merasa iri atas superioritas orang lain yang melampaui dirinya. Sebaliknya, orang yang rendah hati selalu menyukai kebaikan dimana pun ia menemukannya. Orang yang rendah hati tidak menganggap kelebihan orang lain sebagai kekurangan yang tidak dimiliki dirinya, karena dia sadar bahwa kelebihan orang lain dapat memberikan manfaat bagi banyak orang. Dia tidak melihat orang lain yang mempunyai banyak kelebihan sebagai saingan dirinya, tetapi justru sebagai kawan sekerja yang sama-sama berusaha mewujudkan kebajikan di dunia ini. Jika kita sulit menghargai atau mengagumi keberhasilan dan kelebihan orang lain, akibatnya kita sulit merasa bahagia.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Salah satu bentuk penghargaan kita terhadap keberhasilan orang lain adalah dengan tulus memberikan pujian. Pujian bukanlah kata-kata muluk, basa-basi, sanjungan kosong, atau penghormatan yang berlebihan. Sanjungan berlebihan biasanya diberikan oleh orang yang gila hormat kepada orang lain yang juga gila hormat. Menurut Andar Ismail, “pujian adalah kata-kata yang wajar yang mengungkapkan penghargaan dan apresiasi kita yang tulus terhadap perbuatan seseorang” (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Selamat Menabur</i>, 2007). Baginya, “pujian yang sehat dapat menimbulkan dorongan semangat atau <i style="mso-bidi-font-style: normal;">encouragement</i>, dan sekaligus “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">reinforcer</i>” (penguat) atas perilaku yang baik”. Pujian yang sehat adalah salah satu bentuk ungkapan terima kasih yang dapat dikenang oleh seseorang selama bertahun-tahun. Namun sayangnya, kita cenderung pelit memuji keberhasilan atau perbuatan baik orang lain. Misalnya, ketika anak kita berbuat salah, maka kita langsung menegur kesalahannya, bahkan mungkin kita marahi, tetapi ketika dia melakukan apa yang baik, kita jarang sekali memujinya, karena kita beranggapan bahwa kebaikan itu sudah sepatutnya untuk dilakukan. Hal ini adalah pola pendidikan yang tidak adil dalam memperlakukan seorang anak yang akan berdampak negatif bagi perkembangan jiwanya.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Tuhan Yesus pun semasa hidup-Nya di dunia, memberikan teladan dengan memberikan pujian atas sikap atau perilaku yang baik dari orang lain. Yesus memuji kebesaran iman seorang perwira di Kapernaum (Lukas 7:9) dan seorang perempuan Kanaan (Matius 15:28). Yesus memuji sikap Maria yang memilih untuk duduk mendengarkan pengajaran-Nya (Lukas 10:38-42). Bukankah pada suatu saat kelak, kita juga rindu Tuhan memuji kita, dengan berkata, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba-Ku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, Aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan Tuanmu?” (Matius 25:21, 23). </span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Dalam kaitan dengan sikap mengapresiasi orang lain, Andar Ismail dalam bukunya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Selamat Menabur</i> (2007) menulis demikian:</span></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt 26.95pt;"><span lang="IN" style="font-size: 11pt; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Menyatakan apresiasi sebenarnya tidak sulit. Cukup dua atau tiga kalimat, entah lisan, tertulis atau melalui telepon. Yang sulit adalah bahwa untuk itu diperlukan jiwa yang besar dan kematangan diri. Orang yang berjiwa kerdil merasa tidak aman untuk menghargai keberhasilan orang lain. Mereka malah ingin menutup-nutupi prestasi orang lain. Kalau Anda mau coba, barangkali Anda membuat sesuatu lalu memberikannya kepada sepuluh orang. Bisa diduga bahwa diantara mereka ada yang cuek. Jangankan menghargai, mengucapkan terima kasih pun tidak. Tetapi bisa juga ada yang menyatakan apresiasi. Siapa orang itu? Sudah bisa diduga, orang yang memuji karya Anda adalah justru orang yang sudah matang dan berjiwa besar.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt 17pt; mso-list: l0 level1 lfo1; tab-stops: list 17.0pt; text-indent: -17pt;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-list: Ignore;">5.<span style="font-family: "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Suka berterima kasih kepada orang lain dengan penuh kejujuran dan ketulusan</span></b></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Berterima kasih kepada orang lain berkaitan dengan integritas dan kerendahan hati. Berterima kasih tanpa integritas adalah pujian yang tidak tulus dan sekadar “pemanis di mulut saja”. Berterima kasih juga melibatkan kerendahan hati untuk berkata, “Terima kasih, saya tidak mungkin bisa melakukannya tanpa bantuan Anda”.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Seringkali kita sulit berterima kasih kepada orang lain karena beberapa alasan. Pertama, kita cenderung beranggapan pihak yang mengucapkan terima kasih adalah pihak yang kedudukannya lebih rendah. Namun sebenarnya, apa salahnya orang tua mengucapkan terima kasih kepada anaknya, majikan kepada karyawannya, atau guru kepada muridnya, jika memang telah menerima kebaikan yang sepatutnya dihargai? Kedua, kita beranggapan bahwa pihak yang berterima kasih adalah pihak yang lemah, yang telah menerima pertolongan atau kebaikan orang lain. Gengsi dan harga diri kita terlalu tinggi untuk mengakui kenyataan ini. Padahal hidup ini sangat bersifat relasional. Memberi dan menerima adalah bagian hidup manusia. Ada saat-saat tertentu, kita menjadi penolong dan pemberi bagi orang lain, tetapi ada juga saat-saat tertentu kita perlu ditolong dan menerima kebaikan dari orang lain. Kita semua perlu menerima pengampunan, nasihat, penghiburan, penguatan, kritik, dan masukan dari orang lain. Tidak mungkin dalam hidup ini, kita selalu berada pada posisi sebagai penolong bagi orang lain. Bahkan Yesus Kristus pun, semasa hidupnya di dunia tidak selalu berada pada posisi sebagai penolong sesama manusia. Ada juga masa-masa, Yesus sebagai “penerima”. Pada masa kecil-Nya, Yesus menerima perawatan dan pengasuhan penuh dari Maria, ibu-Nya. Ia disuapi dan tubuh-Nya harus dibersihkan oleh ibu-Nya. Yesus dan para murid-Nya menerima dukungan dana dari sejumlah orang untuk pelayanan-Nya (Lukas 8:1-3). Yesus tidak menolak bantuan Simon dari Kirene untuk memikul kayu salib-Nya menuju Golgota (Lukas 23:26). Yesus menerima pertolongan orang lain supaya jasad tubuh-Nya yang sudah mati dapat dipindahkan ke dalam kubur (Yohanes 19:38-42). John Stott menulis dalam bukunya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Radical Disciple</i> (2010):</span></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt 26.95pt;"><span lang="IN" style="font-size: 11pt; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Di dalam pribadi Kristus, kita belajar bahwa kebergantungan [dalam arti positif] tidaklah dapat membuat seseorang kehilangan martabat mereka, kehilangan nilai diri mereka yang tinggi. Dan jika sikap kebergantungan adalah sikap yang dianggap tepat oleh Allah, Pencipta semesta, maka tentu sikap itu tepat juga bagi kita. </span></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt 26.95pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Mungkin bisa disimpulkan, bahwa kadang-kadang kita sulit mengungkapkan terima kasih kepada orang lain, karena kurangnya sikap kerendahan hati di dalam diri kita. Kita sulit mengakui kebutuhan diri kita untuk dibantu oleh orang lain. Atau kurangnya keberanian dan kejujuran dalam diri kita, sehingga kita mungkin terlalu malu untuk memberitahu orang lain betapa berartinya mereka bagi kita. Kadang-kadang kita menganggap enteng kebaikan orang lain. </span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Jika kesadaran dan kebiasaan untuk berterima kasih kepada Tuhan adalah sesuatu yang baik, maka saya juga percaya bahwa kesadaran dan kebiasaan berterima kasih kepada orang lain adalah sesuatu yang sangat Alkitabiah. William Arthur Ward menyatakan, “Merasa berterima kasih, tetapi tidak mengungkapkannya ibarat membungkus kado, tetapi tidak memberikannya”. </span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Dr. William L. Stidger duduk dan menulis surat ucapan terima kasih kepada seorang guru karena guru itu dulu pernah membesarkan hatinya ketika dia menjadi muridnya tiga puluh tahun yang silam. Pekan berikutnya, dia menerima surat jawaban, yang ditulis dengan tangan gemetaran oleh gurunya yang sudah sangat lanjut usia itu. Surat itu berbunyi:</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">“William sayang. Aku ingin kau tahu betapa berartinya suratmu bagiku. Aku wanita yang sudah tua, berumur delapan puluh tahun lebih, tinggal sendirian di sebuah kamar yang sempit, memasak makananku sendiri, kesepian, dan rasanya seperti daun yang hanya tinggal sehelai pada sebatang pohon. Kamu pasti tertarik untuk mengetahuinya, William, bahwa aku telah mengajar selama lima puluh tahun, dan selama itu suratmu adalah surat pujian pertama yang pernah kuterima. Surat itu tiba di pagi hari yang dingin dan muram, tapi berhasil menyemarakkan hati tuaku yang kesepian. Selama betahun-tahun aku belum pernah merasa sebahagia ini”. (Martin Buxbaum, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Table Talk for Family Fun</i>)</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt 17pt; mso-list: l0 level1 lfo1; tab-stops: list 17.0pt; text-indent: -17pt;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-list: Ignore;">6.<span style="font-family: "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Menerima kelemahan dan keterbatasan diri sendiri</span></b></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Anugerah Allah tidak menghilangkan kelemahan dalam diri orang percaya, bahkan hamba Allah atau pemimpin gereja sekalipun. Allah tidak pernah bermaksud menjadikan kita sebagai pribadi tanpa kelemahan atau pura-pura tanpa kelemahan. Justru kita harus mengakui dan membawa kelemahan-kelemahan itu ke hadapan Allah untuk dipulihkan oleh-Nya, sambil terus-menerus memandang kepada kasih karunia-Nya.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Orang percaya bukanlah orang yang kebal terhadap berbagai kelemahan. Hal yang menarik adalah Alkitab justru tidak pernah menutup-nutupi kelemahan dan dosa-dosa dari tokoh-tokoh Alkitab. Alkitab dengan jujur mencatat kelemahan-kelemahan dan dosa-dosa yang mereka lakukan. Nuh yang mabuk (Kejadian 9:20-27), Abraham dengan kebohongannya (Kejadian 12:10-20), Ishak yang pilih kasih kepada Esau (Kejadian 25:28), Yakub yang suka menipu (Kejadian 27:18-30), Daud yang berzinah dan merancangkan pembunuhan dengan licik (2 Samuel 11:1-27), Salomo dengan istri-istrinya yang menyembah berhala (1 Raja-raja 11:1-13), Petrus yang menyangkal Yesus (Matius 26:69-75), dan Paulus dengan pergumulan “duri dalam dagingnya” (2 Korintus 12:7-10). Kelemahan dalam diri manusia sangat banyak bentuknya, bisa berupa kelemahan fisik, dalam hal emosional, karakter, atau spiritual. J.I. Packer dalam bukunya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Never Beyond Hope: How God Touches and Uses Imperfect People</i> (2000) menulis:</span></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt 26.95pt;"><span lang="IN" style="font-size: 11pt; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Alkitab memberikan kepada kita kisah-kisah kehidupan dari banyak pribadi yang Allah pilih dan panggil untuk pelayanan-Nya. Berulang-ulang kali Alkitab menceritakan tentang kelemahan, kejatuhan moral, dan kegagalan spiritual dalam kehidupan mereka. Cara Allah terhadap orang-orang ini adalah mengubah mereka sementara Ia memakai mereka, dan memakai mereka sambil memperbaiki mereka. Berulang kali kisahnya adalah tentang Allah yang menerima kemuliaan melalui pelayanan yang diberikan, sementara pada saat yang sama orang yang melakukan pelayanan itu dalam keadaan masih sangat tidak sempurna. Tetapi Allah mengajar mereka pelajaran tentang hidup yang benar sambil ia terus memakai mereka. Pengudusan dan pelayanan berjalan bersama. Pengudusan bertumbuh sementara pelayanan berlangsung.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt 26.95pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Saya bukan bermaksud menyatakan bahwa kelemahan manusiawi menjadi “surat izin” untuk berbuat dosa, bukan juga menganggap enteng kelemahan-kelemahan yang ada pada diri kita. Namun, hal yang ingin saya tekankan adalah kesadaran keberdosaan dan ketidaksempurnaan diri kita justru seharusnya membawa kita hidup makin rendah hati, karena kita sangat rentan dengan dosa dan kita membutuhkan belas kasihan Allah setiap saat.<sup></sup></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Selanjutnya, orang yang rendah hati sungguh-sungguh menyadari bahwa dirinya memiliki banyak keterbatasan. Dia mengakui dengan jujur dan ketulusan bahwa dirinya tidak dapat melakukan semua hal. Dia tidak malu untuk mengakui kebutuhannya akan orang lain. Kita bukanlah Superman. Namun, John Ortberg dalam bukunya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kehidupan yang Selalu Anda Dambakan</i> (1999) menyesalkan:</span></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt 26.95pt;"><span lang="IN" style="font-size: 11pt; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Kadang-kadang kita orang dewasa mencoba menjadi Superman. Kita berusaha tampak lebih pintar, lebih sukses, atau lebih rohani daripada sebenarnya. Kita mencoba menjawab pertanyaan yang tidak kita mengerti. Tapi itu beban berat, menjadi Superman setelah dewasa. </span></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt 17pt; mso-list: l0 level1 lfo1; tab-stops: list 17.0pt; text-indent: -17pt;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-list: Ignore;">7.<span style="font-family: "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Selalu ingin diajar dan belajar</span></b></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">John of the cross </span></i><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">menyatakan bahwa “orang yang rendah hati memiliki keinginan yang mendalam untuk diajar oleh orang lain yang dapat membawa manfaat bagi diri mereka sendiri.” Thomas Kempis menasihati kita, “Jangan terlalu yakin dengan pendapat Anda sendiri, tetapi bersedialah mendengarkan apa yang orang lain katakan”. Jiwa yang rendah hati ditandai oleh hasrat yang besar untuk mau diajar dan belajar di sepanjang hidupnya. Mau diajar dan belajar dari berbagai macam sumber, baik dari pengalaman hidup diri sendiri dan orang lain, buku-buku, media cetak, dan berbagai sumber ilmu lain yang tidak ada habisnya. Belajar adalah aktivitas seumur hidup (<i>Life long learning</i>). </span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Beberapa tahun yang lalu, ketika saya diperbantukan pelayanan praktik di salah satu gereja di Jakarta, salah seorang Hamba Tuhan senior pernah mengatakan pada saya demikian, “Binsar, ternyata belajar bahasa Yunani dan Ibrani ketika di STT itu tidak terpakai waktu pelayanan”. Saya cukup terkejut dengan pernyataan itu. Nampaknya, bagi Hamba Tuhan ini, persiapan khotbah tidak perlu lagi menelusuri sampai ke bahasa asli Alkitab, karena jemaat awam tidak mengerti hal itu. Saya berpendapat bahwa penekanan pada sebuah khotbah adalah aplikasi dari teks Alkitab yang dibaca. Tetapi bagaimana mungkin kita bisa menarik aplikasi dari sebuah teks Alkitab secara akurat jika kita tidak menemukan arti mula-mula teks Alkitab (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">original meaning</i>) yang sesungguhnya? Untuk menemukan arti mula-mula dari teks Alkitab, seringkali kita harus menelusuri bahasa aslinya. Bagi saya, berkhotbah adalah memberitakan kebenaran firman Allah secara akurat, tepat, “mendarat” di hati umat, dan mampu menjawab kebutuhan umat. Untuk dapat berkhotbah dengan baik perlu terus-menerus belajar dan memperlengkapi diri.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Dalam konteks masyarakat Indonesia, semangat mau terus belajar dan memperlengkapi diri, tergolong rendah. Hal ini terlihat dari hasil survei internasional yang menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat kedua dari bawah dalam hal kemampuan memahami isi buku (Andar Ismail, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Selamat Bergereja</i>, 2009). Dalam masyarakat kita, budaya membaca buku sangat rendah karena kegiatan itu dianggap hanya untuk orang-orang yang masih sekolah. Begitu selesai sekolah, tidak lagi membiasakan diri membaca buku. Padahal minat baca adalah dasar semangat belajar. </span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Bahkan, menurut pengamatan Dr. Andar Ismail, minat baca para pendeta pun masih rendah. Kalaupun mereka banyak membeli buku, namun masih sedikit yang dibaca dan dicerna dengan baik. Sayang sekali jika buku-buku dibeli hanya dipajang sebagai simbol status diri.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Andar Ismail dalam bukunya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Selamat Bergereja</i> (2009) menulis demikian:</span></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt 26.95pt;"><span lang="IN" style="font-size: 11pt; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Menurut Calvin, tiap pendeta memerlukan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">pietas literata</i>, yaitu kesalehan melalui literatur atau pertumbuhan diri melalui banyak membaca buku. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Westminster Dictionary of Christian Education </i>mencatat Calvin berucap, “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">No one is a good minister of the Word of God who is not first a scholar</i>”. Kata <i style="mso-bidi-font-style: normal;">scholar</i> di sini berarti terpelajar dan suka belajar.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt 26.95pt; text-indent: 26.95pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt 17pt; mso-list: l0 level1 lfo1; tab-stops: list 17.0pt; text-indent: -17pt;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-list: Ignore;">8.<span style="font-family: "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Lebih mengutamakan penilaian Allah daripada penilaian manusia</span></b></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Orang yang rendah hati selalu berusaha hidup sebagai makhluk yang diciptakan menurut gambar Allah, tetapi dia sendiri tidak terlalu mencemaskan penampilan atau citra dirinya. John Ortberg menyatakan bahwa “mencemaskan penampilan mungkin adalah bentuk keangkuhan yang paling umum”. Orang yang rendah hati mampu memilah dengan cermat dan bijaksana, mana penilaian orang lain yang harus diperhatikan dan mana yang harus diabaikan. Dia mendengarkan dengan bijak apa kata orang tentang dirinya, tetapi hidupnya tidak dikendalikan oleh penilaian atau pendapat orang lain. Orang yang rendah hati akan mempertimbangkan dengan serius pendapat dan nasihat orang lain, namun dirinya tidak kecanduan akan persetujuan dari orang lain.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Kita cenderung tergoda untuk menyenangkan semua orang. Bahkan seringkali kita menurunkan standar firman Tuhan, kompromi dengan dosa demi menyenangkan orang lain, atau supaya diri kita bisa diterima oleh kelompok lain. Kita lupa, Tuhan Yesus saja selama hidup di dunia, tidak bisa menyenangkan semua orang. Jadi, keliru sekali, jika kita melakukan apa yang Yesus sendiri tidak pernah lakukan, yaitu berusaha untuk menyenangkan semua orang. Jika Yesus dapat menyenangkan semua orang, maka Yesus tidak mungkin difitnah dan mati dengan cara yang hina, yaitu disalib. </span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Saya pernah berbagi beban pelayanan via SMS pada pertengahan bulan Juli 2011 yang lalu kepada salah seorang teman saya, seorang Hamba Tuhan yang sedang melayani penuh waktu di salah satu gereja di Jakarta. Kepadanya, saya mensharingkan salah satu alasan saya untuk beberapa tahun ke depan saya ingin melayani di gereja lokal, yaitu saya ingin melalui masalah-masalah hidup bergereja yang sangat kompleks dapat menjadi sarana yang Tuhan pakai untuk membawa saya lebih serupa dengan Tuhan Yesus. Lalu dia membalas SMS saya dengan menyatakan, “Kadang-kadang masalah gereja bisa menjebak kita bukan makin serupa dengan Yesus, tetapi serupa dengan anggota DPR. Jadi hati-hati jaga kerohanian, Sar”. Saya tersenyum ketika membaca SMS balasannya itu. Saya bisa menangkap apa maksudnya. Terkadang dalam menangani masalah-masalah hidup bergereja, Hamba Tuhan tergoda untuk menjadi orang yang otoriter atau “menjilat” orang lain demi kepentingan diri sendiri, sehingga tidak lagi mengutamakan apa yang disukai Tuhan. Saya sungguh menyadari bahwa hal ini juga adalah godaan dan tantangan bagi saya. Baik sikap otoriter maupun “menjilat”, keduanya bertentangan dengan sifat kerendahan hati. </span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Charles Swindoll dalam bukunya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">A Life Well Lived</i> menulis, “kerendahan hati berarti mengutamakan nama baik Tuhan daripada nama baik diri sendiri”. Betapa mengerikan, jika kita rela mempermalukan nama Tuhan, bahkan menjual nama Tuhan demi untuk memelihara “nama baik sendiri”. Dalam </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-weight: bold; mso-bidi-language: HE;">Galatia 1:10 (BIS), rasul Paulus menulis,</span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: HE;"> “Apakah dengan itu nampaknya saya seolah-olah mengharap diakui oleh manusia? Sama sekali tidak! Saya hanya mengharapkan pengakuan dari Allah. Apakah saya sedang berusaha mengambil hati manusia supaya disenangi orang? Kalau saya masih berbuat begitu, saya bukanlah hamba Kristus.” Selanjutnya, </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Michael Ramsey, pemimpin tertinggi Gereja Anglikan Inggris (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Archbishop of Canterbury</i>) pernah memberikan nasihat, “Jangan kuatir tentang status.... Hanya satu status yang diminta Tuhan untuk kita perhatikan, yaitu status untuk mendekat kepada-Nya”.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt 17pt; mso-list: l0 level1 lfo1; tab-stops: list 17.0pt; text-indent: -17pt;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-list: Ignore;">9.<span style="font-family: "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Tidak reaktif <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dan balas dendam ketika direndahkan oleh orang lain</span></b></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Orang yang rendah hati mampu melihat bahwa setiap hinaan dan cercaan dari orang lain merupakan sarana yang diizinkan Tuhan untuk membawa dirinya makin dewasa di dalam Kristus dan makin serupa dengan Kristus. Kadang-kadang, kita “butuh” dicela dan direndahkan, supaya kita bisa lebih menghargai orang lain. Michael Ramsey, pemimpin tertinggi Gereja Anglikan Inggris (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Archbishop of Canterbury</i>) pernah memberikan nasihat: </span></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt 26.95pt;"><span lang="IN" style="font-size: 11pt; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Siapkan diri untuk menerima perendahan. Tentu proses ini akan terasa sangat menyakitkan, namun hal ini akan menolongmu untuk menjadi rendah hati. Akan terdapat perendahan yang sepele. Terimalah itu. Namun akan terdapat juga perendahan yang lebih besar.... Semua ini dapat menjadi kesempatan yang begitu limpah untuk sedikit lebih dekat dengan Tuhan kita yang rendah hati dan tersalib.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt 26.95pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Orang yang hidup dalam kerendahan hati juga tidak reaktif<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>terhadap fitnahan atau pendapat orang lain yang berlebihan tentang dirinya. Bahkan pada kondisi-kondisi tertentu, dengan hikmat dari Allah, mungkin dia akan memilih untuk berdiam diri, karena dia percaya bahwa Allah adalah Pembela dirinya. Richard Foster menulis:</span></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt 27pt;"><span lang="IN" style="font-size: 11pt; mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Salah satu keuntungan dari berdiam diri adalah kebebasan untuk menyerahkan pembenaran seseorang menjadi tanggung jawab Allah sepenuhnya. Kita tidak perlu meminta orang lain berterus terang. Ada sebuah kisah tentang seorang biarawan Abad Pertengahan yang tanpa bukti dituduh melakukan pelanggaran-pelanggaran tertentu. Pada suatu hari dia memandang dari jendelanya ke luar, dan menyaksikan seekor anjing menggigit dan merobek sepotong permadani yang tergantung di tempat jemuran. Ketika ia perhatikan, Tuhan berbicara kepadanya, “Inilah yang sedang Aku lakukan pada reputasimu. Tetapi jika Engkau mau percaya pada-Ku, engkau tidak perlu kuatir tentang pendapat orang lain”. Mungkin yang terpenting dari semuanya, berdiam diri mengajak kita supaya percaya bahwa Allah dapat membenarkan dan meluruskan banyak perkara. (Gerald R. McDermott, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Mengenali 12 Tanda Kerohanian Sejati</i>, 2001)</span></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt 27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;">Hal ini bukan berarti kita menerima dengan pasrah semua sikap orang lain yang semena-mena terhadap diri kita. Bukan berarti kita tidak boleh membela diri terhadap tuduhan palsu yang dilontarkan oleh orang lain kepada kita. Namun hal utama yang ingin ditekankan adalah kita tidak boleh membalas kejahatan dengan kejahatan. Ketika kita dihina dan direndahkan oleh orang lain, jangan kita membalas dengan merendahkan dan menghina kembali orang itu. Saya mengakui bahwa hal ini sangat sulit dilakukan, karena kecenderungan diri manusia pada umumnya adalah membalas yang baik dengan yang baik, dan yang jahat dengan yang jahat. Yesus Kristus dalam </span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: HE;">dalam Lukas 6:27-36 (TB LAI) mengatakan: </span></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt 27pt;"><span lang="IN" style="font-size: 11pt; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: HE;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">“Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu.... Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian.... Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.”</span></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt 27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Perjuangan untuk hidup rendah hati merupakan sebuah proses seumur hidup. Kita harus terus-menerus berjuang dengan pertolongan Roh Kudus untuk hidup makin rendah hati seperti Yesus Kristus. Dalam perjuangan untuk hidup rendah hati itu, tentu ada pergumulan, kegagalan, dan pertumbuhan. Kerendahan hati kita tidak pernah konstan karena kita masih terus bergumul dengan dosa. Ada pada saat-saat tertentu kita menyombongkan diri, dan ada juga pada saat-saat tertentu kita mungkin rendah hati. Dalam area-area hidup tertentu, kita mungkin dapat bersikap rendah hati, tetapi dalam area-area yang lain, kita mungkin begitu rentan dengan kesombongan. Charles Swindoll dalam bukunya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">A Life Well Lived</i> menulis demikian, “Di dalam diri manusia, selalu terjadi peperangan antara kesombongan dan perjuangan untuk hidup rendah hati”. Kita perlu terus-menerus bertumbuh dalam kerendahan hati. </span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Dengan demikian, tidak ada seorang pun diantara kita yang dapat berkata, “Saya telah hidup dengan rendah hati dan bebas dari kesombongan”. Kerendahan hati memiliki sifat paradoks, seperti yang dinyatakan oleh E.D. Hulse dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Bashford Methodist Messenger</i>, “Kerendahan hati adalah sesuatu yang aneh. Begitu kita mengira telah mendapatkannya, kita kehilangan sifat itu”. </span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0pt; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">Kita tidak pernah mencapai kesempurnaan selama di dunia ini. Sebagai orang percaya, selama di dunia, kita selalu berada dalam ketegangan eskatologis antara “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">the already, but not yet</i>”. Oleh sebab itu, dosa kesombongan tidak dapat kita lenyapkan sepenuhnya di dalam diri kita. Kita menantikan penyempurnaan dari Allah yang akan dilakukan-Nya pada akhir zaman nanti. Pada hari yang bahagia itu, dengan mengenakan tubuh kebangkitan yang mulia, kita umat percaya, akan mengalami keadaan yang disebut oleh Bapa Gereja, Augustinus, “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">non posse peccare</i>” (tidak dapat berdosa lagi). Kita akan hidup sepenuhnya memancarkan kemuliaan Allah Tritunggal dalam persekutuan yang kekal dengan diri-Nya.</span></span><span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"> </span></span><br />
<span lang="IN" style="mso-ansi-language: IN;"><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;">By: Binsar<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"></i></b></span></span></div><span style="font-family: "Trebuchet MS", sans-serif;"></span>Binsarhttp://www.blogger.com/profile/15374503627012692675noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3678991171009000884.post-50124749612584117762011-05-10T13:02:00.000+07:002011-05-10T13:02:31.655+07:00Uang Bukan Segalanya<div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://nolimitrealestate.org/yahoo_site_admin/assets/images/money-stress1-.302103425_std.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="212" src="http://nolimitrealestate.org/yahoo_site_admin/assets/images/money-stress1-.302103425_std.jpg" width="320" /></a></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><b>Berikut ini adalah naskah khotbah yang pernah saya khotbahkan dalam pelayanan saya. Kiranya dapat menjadi berkat bagi kita semua...</b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Pada awal bulan Juni 2008 yang lalu, ketika saya nonton acara Buser di SCTV, diceritakan ada sebuah keluarga yang miskin, suami-isteri sedang bertengkar karena masalah ekonomi. Perang mulut terjadi terus-menerus, sampai akhirnya emosi sang suami tidak terkendali. Dengan kemarahan yang meluap-luap, sang suami lalu menyiramkan minyak tanah ke tubuh isterinya, kemudian dilemparkannya korek api yang menyala ke tubuh isterinya hingga terbakar. Untungnya, para tetangga segera menolong dan membawanya ke rumah sakit. Sekujur tubuh wanita itu terkena luka bakar. Sang suami kabur dari rumah dan sekarang sedang menjadi buronan polisi. Saudara-saudara, kisah nyata ini memberitahu kita bahwa seringkali kemiskinan membuat seseorang merasa hidup tercekik dan “gelap mata”. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Kisah lainnya adalah beberapa tahun yang lalu, saya pernah membaca sebuah koran. Di situ diceritakan tentang sepasang suami-istri yang sangat miskin dan tega membunuh anak putrinya yang berumur 8 tahun. Penyebabnya sangat sepele. Putrinya ini terus merengek dan menangis minta uang jajan, tetapi orang tua tidak punya uang saat itu, karena untuk makan sehari-hari pun susah. Karena anak putrinya ini terus menangis, akhirnya kedua orang tuanya kesal, jengkel, dan marah. Sang ayah memegang erat kepala putrinya itu, sedangkan si ibu mencekik leher anaknya sendiri sampai mati. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Selanjutnya, dalam acara Liputan 6 siang SCTV tanggal 8 Juli 2008 pernah ditayangkan, seorang ibu dan nenek yang tega menjual bayinya kepada orang lain seharga 500 ribu rupiah. Kadang-kadang karena kemiskinan orang bisa menjadi “gelap mata” dan melakukan hal yang kelihatannya tidak masuk akal demi mempertahankan kelangsungan hidup. Ketiga kisah nyata di atas, hanyalah sebagian kecil dari begitu banyak tindakan kriminal yang terjadi akibat dipicu oleh kemiskinan. Inilah fakta memilukan yang terjadi dalam masyarakat kita.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Saudara-saudara, jika kemiskinan seringkali membuat seseorang hidupnya tertekan dan merasa tercekik, maka tidak heran banyak orang beranggapan bahwa uang adalah sumber kebahagiaan itu sendiri. Uang adalah segala-galanya. Kesimpulan ini makin diperkuat dengan kenyataan bahwa seluruh perjalanan hidup manusia membutuhkan uang dari lahir sampai meninggal dunia. Pada saat seseorang lahir, baik di rumah sakit atau di rumah, hal itu butuh uang. Membesarkan anak-anak butuh uang. Makin tinggi jenjang pendidikan anak, maka uang yang dibutuhkan juga makin besar. Menikah butuh uang. Makan-minum membutuhkan uang. Sakit membutuhkan uang. Bahkan mati pun membutuhkan uang, baik dengan cara dikremasi atau dikubur. Banyak TPU di Jakarta, lokasi pemakaman harus diperpanjang setiap beberapa tahun sekali, ini juga butuh uang. Kalau tidak, maka pemilik TPU berhak membongkar kuburan tersebut jika tidak diperpanjang. Maka makin kuatlah kesimpulan kita, bahwa uang adalah segalanya, uang adalah sandaran hidup, bahkan banyak orang yang melangkah pada kesimpulan yang lebih jauh bahwa uang adalah hidup itu sendiri.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Tidak heran jika kita seringkali mengukur nilai hidup kita sendiri dan nilai hidup orang lain berdasarkan banyaknya uang dan harta yang dimiliki. Kita membangun nilai diri dan rasa percaya diri kita berdasarkan banyaknya harta yang kita miliki. Kita merasa, makin mahal mobil yang kita pakai, makin mewah rumah kita, makin bermerk baju dan <i>handphone</i> yang kita gunakan, maka kita merasa harga diri dan rasa percaya diri kita makin besar. Kita merasa lebih percaya diri jika memakai sepatu merk Bally daripada sepatu merk Bata. Kita membangun rasa percaya diri kita berdasarkan atribut-atribut fisik yang melekat pada diri kita, bukan berdasarkan pemahaman bahwa kita adalah makhluk mulia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><i><span lang="IN">Handphone</span></i><span lang="IN"> yang mula-mula digunakan untuk sarana komunikasi, sekarang berubah fungsinya menjadi simbol status diri seseorang. Jenis dan merk <i>handphone</i> dijadikan simbol status dan nilai diri seseorang. Mobil yang mula-mula digunakan untuk transportasi, sekarang mengalami pergeseran nilai, telah berubah menjadi lambang status sosial seseorang. Siapa orang itu diukur dari merk mobilnya, merk <i>handphone</i>nya, merk bajunya, merk sepatunya, dimana tinggalnya (di kawasan elit atau di wilayah kumuh), pokoknya seseorang diukur dari benda-benda fisik yang melekat pada dirinya. Sikap seperti ini dilakukan bukan hanya pada diri sendiri, tetapi juga terhadap orang lain.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa kita tidak boleh membeli barang mahal atau semua pakaian kita harus pakaian yang murah. Tetapi kita harus belajar membeli sesuatu lebih berdasarkan kebutuhan dan fungsinya, membeli barang bukan untuk pamer kekayaan, apalagi menjadikan barang itu sebagai ukuran harga diri kita.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Saya yakin penyakit cinta uang atau tamak akan uang, bukan hanya bisa dialami oleh orang-orang kaya, tetapi juga bisa terjadi pada orang-orang miskin. Saya masih ingat, ketika saya melayani Komisi Remaja di sebuah gereja. Ada seorang anak remaja putri yang pada saat itu duduk di bangku 3 SMA mensharingkan pergumulan yang sedang dihadapinya kepada saya. Remaja putri ini rencananya setelah lulus SMA akan langsung dijodohkan oleh orang tuanya dengan seorang pria kaya yang menjadi pilihan orang tuanya. Padahal remaja putri ini merasa tidak cocok dan belum mengenal dengan baik sang pria tersebut. Remaja putri ini dilahirkan dalam keluarga yang miskin. Dia adalah anak tunggal dalam keluarga itu. Sang ibu berpesan kepada puterinya itu: <i>“Kalau cari suami, carilah suami yang kaya, yang penting warisannya banyak. Masalah cinta nomor dua, lama-lama cinta juga bisa tumbuh kalau sering bersama-sama. Kami orang tuamu sudah capek hidup susah, nggak enak jadi orang miskin itu. Tolong, angkatlah harga diri keluarga kita, Nak. Kamu mau kita hidup miskin terus seperti ini?”</i></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN">Saudara-saudara, Allah bukanlah anti kekayaan atau anti materi. Hal yang dibenci Allah bukanlah harta kekayaan, tetapi sikap hati yang menjadikan harta dan uang sebagai sandaran hidup, sumber kebahagiaan. Perhatikan 1 Timotius 6:10 (TB LAI: “</span><span lang="IN">Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.” NIV<i>: “For the love of money is a root of all kinds of evil. Some people, eager for money, have wandered from the faith and pierced themselves with many griefs</i>”)</span><span lang="IN">. Di situ tidak dikatakan bahwa uang adalah akar dari segala kejahatan, tetapi cinta uanglah yang dikatakan sebagai akar segala kejahatan. <i>Money is not the root of all evil, but the love of it is!</i> Jadi, bukan uangnya yang salah, tetapi sikap hati kita terhadap uang itu. Sikap hati yang tamak akan uanglah yang menjadi akar berbagai kejahatan. Karena tamak akan uang, maka banyak orang yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh uang dan kekayaan. Karena tamak akan uang, ada orang yang rela membunuh keluarganya sendiri. Karena tamak akan uang, ada orang <span> </span>yang rela menjual kehormatan dan harga dirinya. Karena tamak akan uang, ada orang <span> </span>yang rela mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan dalam hidupnya, seperti korupsi, mengambil hak-hak orang lain, menggaji orang jauh di bawah standar kelayakan yang seharusnya.</span><span lang="IN"></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN">Uang adalah ibarat sebuah pisau. Pisau itu dapat menjadi barang yang baik atau buruk bergantung bagaimana saudara dan saya menggunakannya. Pisau menjadi sesuatu yang baik jika digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat seperti mengupas buah, memotong daging, dst, tetapi pisau berubah menjadi “jahat” jika digunakan untuk membunuh atau mencelakakan orang lain. Demikian juga halnya dengan uang, tergantung bagaimana kita menggunakannya. Seorang teolog dan penafsir Alkitab, Carl F. Henry pernah menyatakan, “<i>Saya pikir Tuhan tidak memandang hina harta, justru Dia memberikannya kepada kita. Yang Tuhan pandang hina adalah penyalahgunaannya, dan Dia memberi pahala atas pengelolaan harta yang baik</i>”.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN">Saudara-saudara, uang hanyalah sarana atau alat penunjang kehidupan, bukan tujuan kehidupan itu sendiri. Pada saat kita menjadikan pengejaran akan uang sebagai tujuan hidup, seluruh kompas hidup kita diarahkan ke sana, maka pada saat itu juga kita telah menjadi budak uang. Kita harus bisa membedakan antara mencari uang sebagai “sarana penunjang kehidupan” dengan “mencari uang sebagai tujuan akhir kehidupan”.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN">Pada tahun 1923 diadakan pertemuan penting para pengusaha kelas dunia yang kaya raya di Hotel Edgewater Beach di Chicago. Yang menghadiri pertemuan ini adalah 9 orang ahli keuangan/pengusaha yang paling berhasil di dunia saat itu, yaitu:</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>1.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Charles Schwab, seorang konglomerat bisnis baja.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>2.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Howard Hopson, pengusaha gas terbesar dunia.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>3.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Leon Frazer, president dari <i>Bank of International Settlements</i>.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>4.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Jesse Livermore, pengusaha terbesar di Wall Street.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>5.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Richard Whitney, Presiden Bursa Saham New York.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>6.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Ivan Krueger, kepala dari monopoli terbesar dunia.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>7.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Arthur Cotton, spekulan gandum</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>8.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Albert Fall, anggota kabinet Presiden Amerika Serikat</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>9.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Samuel Insull, presiden perusahaan <i>utility</i> terbesar.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 17pt;"><span lang="IN">Namun, 25 tahun kemudian, setelah pertemuan itu, akhir hidup mereka begitu tragis. Tiga orang dari 9 orang pengusaha itu, mati bunuh diri, yaitu: Leon Fraser, Jesse Livermore, dan Ivan Krueger. Sedangkan enam orang lainnya:</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>1.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Charles Schwab meninggal dalam keadaan bangkrut, hidup dengan utang selama 5 tahun sebelum kematiannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>2.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Samuel Insull meninggal sebagai buronan hukum dan tanpa uang sepeser pun di negeri asing.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>3.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Howard Hopson menjadi gila.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>4.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Arthur Cotton meninggal dalam keadaan bangkrut.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>5.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Richard Whitney masuk penjara Sing-Sing.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>6.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Albert Fall masuk penjara karena terlibat skandal keuangan dalam kabinet.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Kisah nyata di atas hanyalah sebagian kecil dari akhir hidup yang tragis dari orang-orang yang menggantungkan hidupnya pada harta kekayaan, menjadi budak uang. Kesembilan orang di atas, belajar dengan sangat baik seni menjadi kaya secara materi, tetapi tidak seorang pun dari mereka yang belajar bagaimana caranya hidup berbijaksana. Akhir hidup mereka begitu tragis dan memilukan hati, bukan karena kekayaan mereka, tetapi karena sikap hati mereka yang salah terhadap kekayaan. Mereka sebenarnya bukan tuan atas harta yang mereka miliki, tetapi mereka telah menjadi budak harta, sampai akhirnya keserakahan dan ketamakan akan harta itu menjerat dan menghancurkan diri mereka sendiri. Benarlah apa yang pernah dikatakan oleh Tuhan Yesus:</span><span lang="IN"> “<i>Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu</i>” (Lukas 12:15).</span><span lang="IN"> Jadi, tidak benar jika ada orang yang berkata: “Kebahagiaan dapat dibeli oleh uang”, mungkin yang lebih tepat adalah: “Semua penderitaan dapat dibeli oleh uang”. Karena tamak akan uang, manusia jatuh ke dalam berbagai penderitaan dan pencobaan yang sebenarnya tidak harus dipikulnya jika dia mau hidup berbijaksana.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Saudara-saudara, dari kisah tragis kesembilan pengusaha di atas, kita belajar bahwa uang bukanlah segala-galanya. Uang tidak dapat membeli kepuasan dan kebahagiaan hidup yang sesungguhnya. Mungkin kita bisa mengalami kepuasan dan kesenangan sesaat dengan banyaknya uang yang kita miliki, tetapi uang tidak dapat dijadikan sumber kepuasan hidup, apalagi sebagai sandaran dan jaminan hidup kita sepenuhnya. Itulah sebabnya, dalam 1 Timotius 6:17-19, rasul Paulus mengingatkan kita supaya tidak menyandarkan diri pada kekayaan yang bersifat sementara, melainkan bersandar pada Allah sendiri. Kekayaan dapat berubah-ubah, dapat hilang, dan sangat tidak menentu. Siapa yang menyangka kesembilan pengusaha kaya di atas, hidupnya berakhir dengan sangat tragis. Ternyata kekayaan mereka tidak dapat diandalkan untuk menyelamatkan mereka dari kehancuran hidup akibat keserakahan mereka sendiri.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Jangan sombong dengan banyaknya harta yang kita miliki. Kita kaya di masa sekarang, belum tentu kekayaan itu dapat bertahan terus seumur hidup kita. Terlalu banyak kisah nyata yang membuktikan hal ini. Jangan menjadikan harta kekayaan kita sebagai ukuran nilai hidup kita. Sebaliknya, dalam 1 Timotius 6:18-19 itu, Paulus memerintahkan supaya kita kaya dalam kebajikan, kaya dalam kemurahan, dan suka berbagi dengan orang lain. Jika kita dikaruniai kekayaan, alangkah indahnya jika kita juga kaya dalam kebajikan dan kemurahan. Tetap hidup rendah hati di hadapan Allah dan sesama kita.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Dalam Pengkhotbah 5:9 dinyatakan: “</span><span lang="IN">Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia.” (ESV: “<i>He who loves money will not be satisfied with money, nor he who loves wealth with his income; this also is vanity</i>”). </span><span lang="IN">Uang tidak mungkin bisa memuaskan dahaga jiwa kita. Pada saat kita menjadi hamba/budak uang, kita akan selalu merasa terus belum cukup, belum cukup, dan belum cukup. Kita ingin terus “sedikit lagi”, “sedikit lagi”. Seperti yang pernah dialami oleh salah seorang industriawan Amerika dan “Sang Raja Minyak” yang terkaya di dunia, John David Rockefeller (1839 – 1937). Rockeffeler diperkirakan memiliki kekayaan jauh lebih besar daripada yang dimiliki oleh Bill Gates. Ketika Rockeffeler sudah hidup bergelimang harta, maka seseorang bertanya kepada dirinya: “Berapa banyak lagi harta yang ingin Anda kumpulkan?” Maka Rockeffeler menjawab: “Sedikit lagi”. Jawaban dia sungguh menarik bagi saya. Rockeffeler tidak mengatakan: “Sudah cukup”, tetapi justru dia merasa masih kurang, sehingga dia berkata: “Sedikit lagi”. Rockeffeler merasa belum puas, belum cukup dengan berlimpahnya harta yang sudah dimilikinya. Kita mungkin aneh mendengarnya, tetapi inilah fakta yang dirasakan dan diungkapkan oleh orang yang telah menjadi budak uang.</span><span lang="IN"></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Saudara-saudara, memang pada dasarnya manusia diciptakan bukan dipanggil untuk hidup menghambakan diri pada materi/uang, tetapi seharusnya menghambakan diri pada Allah, Sang Pencipta. Materi diciptakan untuk kepentingan manusia, dan manusia diciptakan untuk kemuliaan Allah. Pada saat kita melanggar ketetapan penciptaan Allah ini, maka akan berakibat fatal bagi diri kita. Sadarilah, kepuasan yang sejati hanya kita peroleh di dalam Allah sendiri, Sang Pencipta dan Penebus hidup kita. Seorang Bapa Gereja, Augustinus pernah menyatakan: “<i>Di dalam diri manusia ada sebuah kekosongan. Kekosongan itu tidak mungkin bisa dipuaskan oleh apa pun juga [termasuk oleh uang], kecuali oleh Allah sendiri</i>”. <span> </span>Jika kepuasan dan kebahagiaan hidup yang tertinggi sudah kita peroleh dari Allah dan di dalam Allah sendiri, maka kita tidak akan lagi mencari kepuasan dan kebahagiaan kita dari uang. Kita mungkin bekerja keras mencari uang, tetapi hati kita tidak pernah melekat pada uang. Kita mencari uang, tetapi tidak lagi diperbudak oleh uang, karena kita telah mengalami kepuasan di dalam Allah.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Saudara-saudara, John Wesley (1703 – 1791) seorang tokoh Kebangunan Rohani abad ke-18 dan pendiri aliran Metodis pernah menuliskan satu kalimat penting tentang kepemilikan: <i>“Raihlah sebanyak mungkin apa yang bisa kau dapat, simpanlah sebanyak mungkin semua yang kamu bisa, dan berikan semua yang bisa kamu berikan.Uang tidak pernah lama bersamaku karena ia akan membakarku. Kulemparkan dari tanganku secepat aku bisa agar uang itu jangan sampai memperoleh jalan masuk ke hatiku.” </i>Dalam kalimat John Wesley ini terkandung bijaksana yang luar biasa. Silakan kumpulkan sebanyak mungkin harta yang bisa kita kumpulkan, tetapi berikan dan gunakan semuanya untuk kemuliaan Allah. Silakan kumpulkan harta sebanyak mungkin, tapi ingat, jangan kita malah dijerat dan diperbudak oleh harta kita, jangan sampai hati kita melekat kepada harta itu, dan menjadikannya berhala hidup kita. Uang bukanlah segala-galanya. Hanya Tuhanlah segala-galanya dalam hidup kita. Berbahagialah orang yang hidup bersandar dan mengandalkan Tuhan. Amin. <b><i>(Binsar)</i></b></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><br />
</div>Binsarhttp://www.blogger.com/profile/15374503627012692675noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3678991171009000884.post-36990068374789935002011-04-01T17:06:00.000+07:002011-04-01T17:06:19.561+07:00SUKSES DI MATA ALLAH<!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> <br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://www.auma.com.au/DesktopModules/ItcsNews/Images/0/Wealth_and_Happiness_800x600.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="212" src="http://www.auma.com.au/DesktopModules/ItcsNews/Images/0/Wealth_and_Happiness_800x600.jpg" width="320" /></a></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang sangat mendambakan sebuah hidup yang sukses. Sukses dalam karir, studi, pernikahan, dan dalam segala hal yang dikerjakan dalam hidup ini. Namun, apakah arti sesungguhnya dari “kesuksesan” itu? Bagi saya, hal ini adalah salah satu pertanyaan mendasar yang sangat penting untuk dipikirkan oleh orang-orang Kristen. Oleh karena, pemahaman kita tentang arti “kesuksesan” sangat memengaruhi tujuan hidup dan cara kita menjalani kehidupan ini. Bagi mereka yang sudah mempunyai anak, maka pemahaman tentang kesuksesan turut memengaruhi pola pendidikan dan tuntutan orang tua terhadap anak-anak mereka.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-bottom: 3pt; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Arti kata “sukses” (berhasil), dapat ditinjau dari sudut pandang manusia/duniawi (antroposentris), atau Allah (Theosentris). Definisi “<i>success</i>” menurut <i>Oxford Advanced Learner’s Dictionary, seventh edition</i>, 2005, dapat diringkas sebagai berikut:</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 3pt 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>1.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Berhasil mencapai sesuatu yang diinginkan atau sesuatu yang dituju.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 3pt 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>2.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Menjadi kaya atau terkenal, atau mendapatkan sebuah posisi atau status sosial yang tinggi.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Jika kita merujuk pada pengertian nomor 1 di atas, maka “sukses” menjadi sebuah hal yang relatif, karena tergantung pada cara pandang seseorang. Dalam pengertian ini, tercapainya tujuan atau cita-cita hidup seseorang menjadi ukuran sebuah kesuksesan. Jika ada orang yang tujuan hidupnya adalah untuk menjadi orang yang kaya-raya dan terkenal, lalu hal itu terwujud, maka dia menganggap dirinya adalah orang sukses. Namun, jika ada orang yang tujuan hidupnya untuk melayani orang-orang yang miskin dan hal itu terwujud, maka dia merasa berbahagia dan menganggap dirinya sukses, walaupun mungkin dia tidak mendapatkan upah uang dari pekerjaannya itu. Masalah dari definisi pertama berdasarkan kamus Oxford di atas adalah siapa sebenarnya yang berhak mendefinisikan tujuan hidup seseorang di dalam dunia ini? Apakah hal itu bergantung pada selera masing-masing orang? Dalam hal ini, Alkitab menegaskan bahwa manusia diciptakan menurut gambar Allah, sehingga tujuan hidup manusia yang tertinggi adalah memuliakan Allah sendiri (Yesaya 43:7). Manusia diciptakan untuk kepentingan Allah, dan bukan diciptakan untuk kepentingan dirinya sendiri. Hal ini berarti, pada dasarnya manusia tidak berhak untuk menentukan tujuan hidupnya sendiri terlepas dari rencana dan tujuan Allah yang semula menciptakan manusia.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Selanjutnya, definisi kedua dari “sukses” menurut kamus Oxford diukur berdasarkan apa yang telah dimiliki seseorang, baik kekayaan, popularitas, dan status sosial yang tinggi dalam masyarakat. Inilah pandangan populer dari masyakarat kita tentang arti “kesuksesan”. Pada umumnya, menurut ukuran duniawi, seseorang dikatakan “sukses” jika mempunyai:</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>1.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Kekayaan </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>2.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Popularitas, seperti artis terkenal, pembicara terkenal yang diundang di sana-sini.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>3.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Kedudukan/kekuasaan, seperti menteri, direktur, manajer, atau pemimpin yang punya hak untuk mengatur dan memerintah orang lain.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>4.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Prestasi yang dapat dibanggakan dalam bidang tertentu, seperti juara Olimpiade Matematika, juara kelas, juara <i>Indonesian Idol</i>, dan sebagainya.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Namun, Alkitab menentang definisi kesuksesan seperti itu. Ketika kita tamak terhadap uang, posisi, kekuasaan, dan popularitas, maka kita akan tergoda untuk menghabiskan seluruh energi hidup kita untuk memeroleh semua itu, sehingga akan mengalihkan perhatian kita untuk mencari Allah dalam hidup ini. Manusia diciptakan bukan untuk menjadi hamba uang, popularitas, kekuasaan, dan prestasi, tetapi untuk menjadi hamba Allah, dalam pengertian hidup memuliakan dan melayani Allah dalam seluruh aspek hidupnya. Jika kesuksesan diukur hanya berdasarkan kekayaan, popularitas, kekuasaan, dan prestasi yang diperoleh, maka orang-orang seperti Yesus Kristus, rasul Petrus, dan rasul Paulus tidak dapat dikategorikan sebagai orang-orang sukses. Hidup mereka penuh dengan penderitaan, penghinaan, dan penolakan dari banyak orang. Mereka tidak memiliki kekayaan materi yang dapat dibanggakan. Mereka hanya memiliki kekayaan rohani, yaitu hidup yang menghambakan diri bagi kemuliaan Allah dan pelayanan bagi sesama manusia. Nilai hidup mereka bukan ditentukan oleh berapa banyak (harta, kuasa, dll) yang mereka punya, tetapi apa yang telah mereka berikan bagi sesama.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Apakah arti sesungguhya dari “sukses” di mata Allah? <i>Life Application Bible</i> dalam bagian <i>Bible Topics</i> mengenai “<i>succes</i>” memberikan beberapa kriteria, yaitu:</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><b><span lang="IN"><span>1.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span></b><b><span lang="IN">Beriman kepada Yesus Kristus.</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Dalam </span><span lang="IN">Markus 8:36-37, Yesus Kristus berkata:</span><span lang="IN"> “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” Segala sesuatu (harta, kedudukan, kekuasaan, dll) yang kita miliki dalam dunia ini hanya bersifat sementara, dan semua hal itu tidak dapat membeli keselamatan jiwa kita. Tanpa iman kepada Yesus Kristus, maka segala sesuatu yang kita miliki dalam hidup ini adalah sia-sia belaka. Kepuasan hidup yang sejati dan hidup kekal hanya diperoleh di dalam dan melalui Yesus Kristus. Itulah sebabnya, Alkitab mengecam keras orang-orang yang menyandarkan hidupnya pada hal-hal yang tidak menentu dan hanya bersifat sementara, seperti kekayaan, kedudukan, dan kuasa.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><b><span lang="IN"><span>2.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span></b><b><span lang="IN">Melayani Allah dan sesama manusia.</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN">Mengasihi Allah dengan segenap keberadaan diri kita dan mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri merupakan inti Hukum Taurat (Matius 22:37-40).</span><span lang="IN"> Kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama manusia adalah 2 hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kasih kepada Allah harus diwujudnyatakan melalui kasih kepada sesama manusia. Dengan kata lain, seberapa besar kasih kita kepada Allah terlihat dari seberapa besar kasih kita kepada sesama manusia (Bandingkan dgn. 1 Yohanes 3:17-18; 4:20-21). Orang yang hidupnya mengasihi Allah dan sesama adalah orang yang sukses di mata Allah, karena hal itu merupakan sesuatu yang sangat menyukakan hati Allah.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><b><span lang="IN"><span>3.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span></b><b><span lang="IN">Menaati firman Allah.</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Dalam Lukas 11:28, Tuhan Yesus berkata:<b> </b></span><span lang="IN">“Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya” (TB LAI). Tidak pernah Yesus mengatakan bahwa orang yang berbahagia adalah orang yang punya harta yang banyak, kekuasaan, dan kedudukan yang tinggi. Bukan berarti harta, kuasa, dan kedudukan tidak bernilai sama sekali, tetapi semua itu hanyalah alat/sarana untuk melayani Allah dan sesama, sehingga harus digunakan di dalam ketaatan kepada firman Allah, bukan digunakan dengan sesuka hati untuk memuaskan keinginan diri sendiri.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Blaise Pascal pernah menyatakan, “<i>The measure of our love God is our obedience</i>” (Ukuran kasih kita kepada Allah adalah ketaatan kita). Seberapa besar kasih kita kepada Allah, diukur dari seberapa besar ketaatan kita kepada Allah dan firman-Nya. Surat <span>1 Yohanes 2:3</span> dengan tegas menyatakan: “Kalau kita taat kepada perintah-perintah Allah, itu tandanya bahwa kita mengenal Allah” (BIS).</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><b><span lang="IN"><span>4.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span></b><b><span lang="IN">Menempatkan Allah sebagai yang terutama dalam hidup ini, dengan melakukan segala sesuatu untuk kemuliaan Allah.</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN">Tidak ada tujuan hidup yang lebih tinggi dan mulia selain daripada hidup memuliakan Allah. Rasul Paulus menyatakan: “</span><span lang="IN">Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah” (1 Korintus 10:31). Kita harus melakukan segala sesuatu dengan segenap hati untuk Tuhan sendiri, dan bukan untuk mencari pujian manusia (Kolose 3:23).</span><span lang="IN"> William Tyndale, seorang reformator Inggris menyatakan: “Tidak ada pekerjaan yang lebih baik selain pekerjaan untuk menyenangkan Allah; menuangkan air, mencuci piring, menjahit sepatu yang robek, atau menjadi rasul. Semua adalah satu; mencuci piring dan berkhotbah itu satu. Pekerjaan yang hebat, untuk menyenangkan Allah” (Paul Stevens,<i> God’s Business: Memaknai Bisnis Secara Kristiani</i>, BPK Gunung Mulia, 2008, hal. 292).</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Dengan demikian, dapat disimpulkan, secara sederhana, “orang yang sukses di mata Allah” adalah orang yang hidup memuliakan Allah, setia, dan taat kepada firman-Nya. Jika kita memahami kesuksesan dengan cara seperti ini, maka kesuksesan lebih tepat dilihat sebagai sebuah “<i>journey</i>” (perjalanan) daripada sebuah “<i>goal</i>” (tujuan) dalam hidup ini. Jika kita memandang kesuksesan sebagai sebuah perjalanan hidup, maka kita akan termotivasi untuk terus berjuang hidup lebih setia dan taat kepada Tuhan hari demi hari, walaupun mungkin dalam perjalanan itu ada kegagalan, tetapi kita tidak pernah berhenti untuk menyukakan hati Tuhan. Kesuksesan yang dilihat sebagai sebuah perjalanan hidup, bukan sebagai tujuan akhir, membawa kita untuk tidak pernah merasa puas diri dan sombong ketika telah mencapai prestasi tertentu, karena apa yang telah kita raih itu bukanlah klimaks (titik puncak) dari perjalanan hidup kita. Perjalanan dan kisah hidup kita belum selesai. Kesuksesan di masa lalu dan di masa kini, tidak menjamin kesuksesan di hari esok. Kita lulus “ujian hidup” di hari ini, tetapi belum tentu lulus “ujian” di hari esok. Demikian pula sebaliknya, kegagalan di masa lalu dan di masa kini, tidak menjamin bahwa kita pasti gagal di hari esok. Pada akhirnya Tuhan sendirilah yang menilai dengan sempurna segala sesuatu yang kita perbuat di dalam dunia ini. Hal ini akan membawa kita kepada sikap kerendahan hati dan kebutuhan untuk terus-menerus bergantung pada Tuhan.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Kisah hidup Yusuf merupakan kisah yang baik dalam membantu kita untuk memahami bahwa kesuksesan lebih ke arah sebuah perjalanan hidup daripada sebuah tujuan akhir. Jika kita menganggap kesuksesan sebagai tujuan akhir yang telah terwujud, maka orang-orang duniawi akan berpendapat bahwa Yusuf mencapai kesuksesan pada saat dia telah menjadi “penguasa kedua” di Mesir setelah Raja Firaun. Namun, Alkitab menyatakan bahwa Tuhan menyertai dan memberkati Yusuf, bukan hanya pada saat dia telah mencapai kedudukan yang tinggi di Mesir, tetapi jauh sebelum hal itu terjadi, Tuhan telah membuat segala sesuatu yang dikerjakan oleh Yusuf menjadi berhasil/sukses. Ketika di rumah Potifar, </span><span lang="IN">Kejadian 39:3-4 mencatat:</span><span lang="IN"> “Setelah dilihat oleh tuannya, bahwa Yusuf disertai TUHAN dan bahwa TUHAN membuat <u>berhasil</u> segala sesuatu yang dikerjakannya,</span><b><span lang="IN"> </span></b><span lang="IN">maka Yusuf mendapat kasih tuannya, dan ia boleh melayani dia; kepada Yusuf diberikannya kuasa atas rumahnya dan segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf” (NIV: “<i>When his master saw that the LORD was with him and that the LORD gave him <u>success</u> in everything he did</i>...”). Bahkan ketika Yusuf berada di dalam penjara, Kejadian 39:23 kembali menegaskan penyertaan Allah terhadap Yusuf: “<i>The warden paid no attention to anything under Joseph's care, because the LORD was with Joseph and gave him <u>success</u> in whatever he did</i>“ (NIV).</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Dengan demikian, Yusuf sukses di mata Allah, bukan hanya ketika dia sudah mencapai kedudukan yang tinggi di Mesir, tetapi di dalam keseluruhan perjalanan hidupnya yang penuh penderitaan menuju ke istana Mesir, Yusuf dipandang sukses oleh Allah, karena telah menyatakan kesetiaan dan ketaatannya kepada Allah. Di mata orang-orang duniawi, ketika Yusuf berada di penjara, dia dianggap tidak sukses, tetapi di mata Allah Yusuf adalah orang sukses, karena Yusuf tetap taat kepada Tuhan untuk tidak mau berzinah dengan istri Potifar (Kejadian 39). Sekalipun ketaatan Yusuf itu menggiring dirinya ke dalam penjara karena telah difitnah oleh istri Potifar. Kisah hidup Yusuf menjungkirbalikkan pandangan kebanyakan orang bahwa kesuksesan berarti hidup dalam kenyamanan, kelancaran, dan kemapanan.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Orang yang kaya dan berkedudukan tinggi, mungkin saja dia sukses di mata Allah, karena dia memeroleh kekayaan dan kedudukannya dengan cara yang benar, dan menggunakan semua itu untuk kemuliaan Allah dan pelayanan bagi sesama manusia. Namun, kita tidak boleh menyimpulkan sebaliknya, orang yang kaya dan berkedudukan tinggi, pasti sukses di mata Allah. Mengapa? Karena kita harus bertanya, apakah kekayaan dan kedudukan itu diperoleh dengan cara yang benar? Apakah semua itu digunakan untuk kemuliaan Allah dan pelayanan bagi sesama, atau hanya untuk memuaskan hawa nafsu diri sendiri? Ada orang yang memeroleh kekayaan dengan cara-cara yang tidak benar, seperti korupsi, melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan hukum, mengambil hak-hak orang lain, dan menindas orang lain. Kita tidak dapat mengklaim bahwa Tuhan menyertai dan memberkati kita, jika harta dan kedudukan yang kita miliki itu, diperoleh dengan cara yang tidak benar, yang bertentangan dengan firman Tuhan.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN">Kesuksesan bukan terutama diukur dari hasil yang telah kita capai, tetapi terutama diukur dari kesetiaan kita kepada Tuhan di dalam mengelola dan mengembangkan segala kepercayaan yang Tuhan berikan kepada kita. Setia dan taat kepada Tuhan bukan berarti kita pasif dan pasrah dengan segala keadaan dalam hidup ini, tetapi justru aktif berusaha sebaik-baiknya untuk menyelaraskan agenda hidup kita sesuai dengan agenda Tuhan. Orang Kristen dipanggil untuk tekun bekerja, bertanggung jawab, memiliki semangat juang hidup yang tinggi, dan merencanakan segala sesuatu sebaik mungkin di dalam tuntunan firman Allah. Almarhum Ibu Teresa pernah menyatakan “Allah memanggil kita untuk setia, bukan untuk memeroleh kesuksesan menurut ukuran duniawi.” Allah akan mengerjakan kehendak-Nya melalui usaha kita.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Kita dipanggil untuk bertumbuh secara maksimal dalam mengembangkan segala potensi dan talenta yang Tuhan berikan kepada kita. Perumpamaan tentang talenta (Matius 25:14-30) mengingatkan kita bahwa bagi Allah, kesetiaan jauh lebih penting daripada hasil yang nampak. Dalam perumpamaan itu diceritakan, hamba yang memiliki 5 talenta, setelah mengusahakannya dengan baik, maka dia beroleh laba 5 talenta lagi. Demikian pula halnya, hamba yang memiliki 2 talenta, beroleh laba 2 talenta. Menurut penilaian duniawi, hamba yang memiliki laba 5 talenta lebih sukses daripada hamba yang memiliki laba 2 talenta, karena dari segi jumlah/kuantitas yang dihasilkan, maka hamba 5 talenta lebih banyak memberikan hasil daripada hamba 2 talenta. Namun yang menarik adalah pujian yang diberikan oleh sang tuan kepada kedua orang itu adalah sama, tidak ada beda sama sekali. Sang tuan mengatakan hal yang sama: “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu” (Matius 25:21, 23). Dengan demikian, kedua hamba itu sama-sama sukses di mata Allah karena telah mengerjakan bagiannya dengan sebaik-baiknya. Tuhan menuntut pertanggungjawaban sesuai dengan talenta yang diberikan-Nya kepada kita. Orang yang diberi banyak dituntut banyak, orang yang diberi sedikit dituntut sedikit. Dalam Lukas 12:48b, Tuhan Yesus berkata: “</span><span lang="IN">Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.” Hal ini adalah pola pertanggungjawaban yang adil dan proporsional.</span><span lang="IN"></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 26.95pt;"><span lang="IN">Pada akhirnya, Tuhan sendirilah yang dapat menilai dengan tepat, apakah kita adalah orang yang sukses atau tidak di mata-Nya. Namun firman Tuhan dapat menjadi tempat kita bercermin untuk melihat seberapa besar kasih, kesetiaan, dan ketaatan kita kepada Allah. Alangkah indah dan bahagianya kita, ketika kita bertemu dengan Tuhan, maka Dia menyambut kita dengan tersenyum dan berkata: “</span><span lang="IN">Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba-Ku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, Aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan Tuanmu.” <b><i>(Binsar)</i></b></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div>Binsarhttp://www.blogger.com/profile/15374503627012692675noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-3678991171009000884.post-87566744736712187382011-03-11T14:32:00.002+07:002011-03-23T08:58:31.652+07:00JANGANLAH MENGHAKIMI!<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://rewinnita.files.wordpress.com/2011/01/judge.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="191" src="http://rewinnita.files.wordpress.com/2011/01/judge.jpg" width="200" /></a></div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><b><span lang="SV" style="font-size: 11pt;"> </span></b><span lang="SV" style="font-size: 11pt;"><i>Tulisan berikut ini merupakan naskah khotbah yang pernah saya khotbahkan, semoga naskah khotbah ini bisa menjadi berkat bagi kita semua..... </i></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><b><span lang="SV" style="font-size: 11pt;"><br />
</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><b><span lang="SV" style="font-size: 11pt;">Matius 7:1-5 </span></b><b><span lang="SV" style="font-size: 11pt;">(TB LAI)</span></b><sup><span lang="SV" style="font-size: 11pt;"> </span></sup><span lang="SV" style="font-size: 11pt;">Matius 7:1</span><span lang="SV" style="font-size: 11pt;"> "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. <sup>2</sup> Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. <sup>3</sup> Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? <sup>4</sup> Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. <sup>5</sup> Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu."</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><b><span lang="SV" style="font-size: 11pt;">Matius 7:1-5 </span></b><b><span lang="SV" style="font-size: 11pt;">(BIS)</span></b><sup><span lang="SV" style="font-size: 11pt;"> </span></sup><span lang="SV" style="font-size: 11pt;">Matius 7:1</span><span lang="SV" style="font-size: 11pt;"> ”Janganlah menghakimi orang lain, supaya kalian sendiri juga jangan dihakimi <b><i>oleh Allah</i></b>. <sup>2</sup> Sebab sebagaimana kalian menghakimi orang lain, begitu juga <b><i>Allah</i></b> akan menghakimi kalian. </span><span style="font-size: 11pt;">Dan ukuran yang kalian pakai untuk orang lain, akan dipakai juga <b><i>oleh Allah</i></b> untuk kalian. </span><sup><span lang="SV" style="font-size: 11pt;">3</span></sup><span lang="SV" style="font-size: 11pt;"> Mengapa kalian melihat secukil kayu dalam mata saudaramu, sedangkan balok dalam matamu sendiri tidak kalian perhatikan? <sup>4</sup> Bagaimana kalian dapat mengatakan kepada saudaramu, 'Mari saya keluarkan kayu secukil itu dari matamu,' sedangkan di dalam matamu sendiri ada balok? <sup>5</sup> Hai munafik! Keluarkanlah dahulu balok dari matamu sendiri, barulah engkau melihat dengan jelas, dan dapat mengeluarkan secukil kayu dari mata saudaramu.”</span><span lang="SV" style="font-size: 11pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Leo Tolstoy pernah berkata: “Banyak orang yang berambisi ingin mengubah dunia. Banyak orang yang berambisi untuk mengubah hidup orang lain, tetapi terlalu sedikit orang yang berpikir untuk mengubah dirinya sendiri.” </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Saudara-saudara, dunia ini dipenuhi oleh orang-orang yang demikian. Dan ini juga menjadi tantangan dan ujian bagi kita sebagai hamba Tuhan yang banyak berurusan dengan mengubah hidup orang lain.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Pada era tahun 90-an. Pdt. Jesse Jackson dianggap sebagai salah satu kompas spiritual masyarakat Amerika. Beliau bukan hanya dikenal sebagai tokoh agama, tetapi juga seorang politikus, pejuang HAM yang gigih. Tetapi dunia kekristenan di Amerika dikejutkan oleh pengakuannya di depan publik, pada tanggal 18 Januari 2001, dia mengaku, telah berselingkuh sejak tahun 1998 dan telah mempunyai seorang anak di luar nikah, dari hasil perselingkuhannya itu, yang berumur 20 bulan. Ironisnya adalah skandal perselingkuhannya itu terungkap pada saat dia sedang menjadi konselor yang menangani kasus perselingkuhan Presiden Bill Clinton dengan Monica Lewinsky. Bayangkan, orang yang sedang berselingkuh (Jesse Jackson) mencoba menjadi terapis bagi orang yang juga berselingkuh juga (Bill Clinton).</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Kisah yang lain, pada November 2006, Pdt. Ted Haggard mengundurkan diri dari posisi gembala sidang senior dari <i>New-Life Church</i> di Colorado Spring yang beranggotakan 14.000 orang, dan juga dari posisi pimpinan <i>National Association of Evangelicals </i>karena terbongkarnya tindakan-tindakan dia terhadap seorang pelacur homoseksual bernama Mike Jones. Padahal di Amerika, Pdt. Ted Haggard dikenal sebagai tokoh Kristen yang banyak berbicara tentang kekudusan hidup, dan salah satu buku best-sellernya tentang topik spiritualitas sudah ada yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Selain dia banyak berbicara tentang topik kesucian hidup, dia juga mati-matian mengecam keras praktik homoseksual, begitu vokal menentang homoseksual, tetapi ternyata terbongkar, dia sendiri telah mempraktikkan dosa tersebut selama beberapa tahun.</span><span lang="IN"></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Saudara-saudara, kedua kisah nyata di atas saya ungkapkan bukan karena saya merasa lebih rohani dari mereka, karena saya pun belum teruji; integritas dan konsistensi pelayanan seseorang harus dilihat sampai pada akhir hidupnya. Sebenarnya jika kita membaca biografi kedua tokoh tadi, banyak hal positif yang bisa kita pelajari dari pelayanan mereka. Tetapi saya ingin membukakan area-area fatal dalam hidup mereka yang perlu kita waspadai, karena kita pun bisa jatuh kepada hal yang sama. Area apa itu? Yaitu, betapa banyak Hamba Tuhan yang berusaha membereskan dosa-dosa orang lain, tetapi jarang membereskan dosa-dosanya sendiri. Menempatkan diri sebagai “penyelamat” bagi orang lain, tetapi sebenarnya dia pun butuh ditolong. Mereka ingin mengeluarkan orang dari kubangan dosa tertentu, tetapi mereka juga sedang terperangkap pada dosa yang sama, bahkan kadang-kadang lebih parah. Pdt. Ted Haggard berteriak mengecam keras dosa homoseksual padahal dia sendiri juga melakukannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Saudara-saudara, dalam perikop yang kita baca tadi, Yesus memberitakan perintah: “<i>Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi</i>.”<b> </b>“Sikap menghakimi” yang dimaksudkan dalam bagian ini bukan berarti kita tidak boleh mengkritik orang lain, bukan berarti kita tidak boleh menegur kesalahan orang lain, bukan berarti kita meniadakan nalar kritis kita untuk membedakan mana yang benar, mana yang salah, mana yang baik, dan mana yang jahat. Karena kalau kita melihat pasal 7, ayat 13 dst, di situ jelas sekali Yesus meminta kita untuk bisa membedakan antara nabi-nabi palsu dengan nabi-nabi yang sejati, ini berarti diperlukan kemampuan kritis untuk membedakan mana nabi yang asli dan mana yang palsu, mana ajaran yang benar dan mana ajaran yang sesat.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">“<i>Jangan menghakimi</i>!” Bukan juga maksudnya kita tidak peduli dengan kesalahan orang lain, menutup mata dengan kesalahan orang lain, seolah-olah itu adalah masalah <i>privacy </i>orang lain, bukan urusan kita. Bukan itu poinnya. Tetapi sikap menghakimi yang dimaksudkan disini adalah lebih kepada sikap yang begitu fanatik dan agresif terhadap dosa-dosa orang lain, tetapi begitu toleran dengan dosa-dosa sendiri.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Sikap menghakimi disini lebih kepada sikap yang suka mencari-cari kesalahan orang lain, tetapi dirinya sendiri tidak sadar bahwa dia sebenarnya punya kesalahan yang jauh lebih besar. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Sikap menghakimi disini lebih kepada sikap yang begitu kejam, begitu keras mengkritik orang lain, <i>judgmental spirit</i>, dan menghukum orang lain tanpa belas kasihan; tetapi sebaliknya, begitu lemah mengkritik diri sendiri, begitu toleran dengan kesalahan diri sendiri. Yesus tidak melarang kita untuk mengkritik, atau menegur kesalahan orang lain. Yang dilarang Yesus adalah mengkritik dengan <i>spirit</i>/jiwa<i> </i>yang salah dengan tujuan dan motif yang salah. Kritik yang sifatnya menghancurkan, merendahkan orang lain. Mengkritik dengan sikap arogan, penuh dengan kesombongan rohani. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Poin utama yang ingin ditekankan oleh Yesus dalam perikop ini adalah Yesus mengingatkan kecenderungan (tendensi) manusia pada umumnya untuk lebih berfokus melihat kesalahan-kesalahan orang lain daripada melihat ke dalam diri sendiri. Jika kita menemukan dosa orang lain, kita kecam habis-habisan. Tetapi jika kita menemukan kesalahan diri sendiri, kesalahan itu kita anggap kecil dan remeh. Kita lucuti kesalahan orang lain, sampai akhirnya kita kehilangan belas kasihan terhadap orang lain.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Darimana kita tahu bahwa “menghakimi” yang dimaksudkan oleh Yesus adalah seperti itu? Dalam ayat 3-4, Yesus memberikan sebuah ilustrasi yang sangat ironis, fantastik, dan bisa dikatakan lucu juga. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Supaya lebih jelas ayat 3 bisa diterjemahkan seperti ini: <i>“Mengapakah engkau melihat serbuk kayu [sangat kecil] di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu “tidak engkau perhatikan sungguh-sungguh?”</i> </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Dalam ilustrasi ini, diceritakan ada dua orang, yang satu memiliki “selumbar” di matanya (Yunani: <i>karphos</i> = serbuk kayu yang sangat kecil, serbuk kayu yang diperoleh ketika kita menggergaji sebuah kayu, intinya merujuk pada “sesuatu objek yang sangat kecil”). Sedangkan orang yang satu lagi memiliki “balok” dalam matanya (Yunani: <i>dokos </i>= balok yang biasanya digunakan untuk penyangga pada sebuah konstruksi bangunan). Orang yang memiliki balok dalam matanya itu, ingin menolong mengeluarkan selumbar dalam mata saudaranya. Tentu motivasi ini sangat baik kelihatannya. Tetapi masalahnya adalah tidak mungkin orang itu dapat menolong mengeluarkan selumbar dari mata saudaranya karena dalam matanya sendiri ada sebuah balok besar. Pada saat orang ini ingin mengeluarkan selumbar itu, ada balok yang menghalangi dia untuk bisa melihat dengan jelas selumbar itu. Dengan demikian, tak mungkin pertolongan bisa dilakukan.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Orang yang dalam matanya ada balok itu sebenarnya tertipu oleh dirinya sendiri, tertipu oleh penglihatannya sendiri. Jika biasanya kita ditipu oleh orang lain, tapi dalam hal ini, orang itu ditipu oleh dirinya sendiri. Orang ini berpikir dia tidak punya masalah yang perlu dibereskan. Orang lain yang punya masalah, tetapi justru orang ini sebenarnya punya masalah besar, punya dosa besar, tetapi dia tidak menyadari hal itu. Dia buta terhadap dosa dirinya sendiri (<i>the self-blindness</i>), tetapi melek terhadap dosa orang lain. Inilah ironisnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Kalau kita mau jujur dengan diri kita sendiri, bukankah natur keberdosaan kita membuat kita cenderung seperti ini. Suka atau tidak suka, saudara dan saya mempunyai kecenderungan seperti ini. Seringkali kita lebih mudah melihat selumbar-selumbar di mata orang lain, kita getol mencari selumbar-selumbar di mata orang lain, tetapi balok dalam mata kita sendiri, kita tidak tidak lihat, kita tidak sadar. Kadang-kadang, kita begitu peka, begitu sensitif dengan dosa-dosa orang lain, tetapi tidak peka dan sensitif dengan dosa kita sendiri. Kita begitu cepat dan mudah menemukan kesalahan orang lain, tetapi seringkali sulit menemukan kesalahan diri sendiri. Kita cenderung membesar-besarkan kesalahan orang lain, tetapi mengecilkan kesalahan diri sendiri, bahkan kadang-kadang menutup rapat-rapat supaya orang lain tidak ada yang tahu kesalahan kita itu. Kita seringkali sibuk dengan dosa-dosa orang lain, sampai-sampai lupa atau kurang mencermati kehidupan kerohanian kita sendiri. Seringkali tanpa sadar, kita menerapkan standar ganda dalam relasi dengan orang lain. Kita menerapkan standar dan tuntutan yang sangat tinggi terhadap orang lain, tetapi kita menurunkan standar itu bagi diri kita sendiri.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Saudara-saudara, kadang-kadang kita tidak peka terhadap dosa-dosa sendiri, tetapi begitu peka terhadap dosa-dosa orang lain, seperti yang dilakukan oleh Daud ketika membunuh Uria untuk mendapatkan Batsyeba, istri Uria. Pada waktu nabi Natan memberikan sebuah perumpamaan untuk menegur dosa Daud. Daud tidak sadar, tidak peka bahwa Natan sebenarnya sedang menegur dosanya melalui perumpamaan itu. Kita semua sudah tahu ceritanya. Justru, Daud berkata: “<i>Demi Allah yang hidup, orang kaya yang telah mengambil anak domba betina dari si miskin itu, harus dihukum mati, karena ia tidak mengenal belas kasihan</i>.” Tetapi pada saat itu, nabi Natan berkata: “<i>Daud, engkaulah orang itu</i>!” (Baca 2 Samuel 12:1-7). Kadang-kadang kita juga bisa seperti Daud, yang kehilangan kepekaan terhadap dosa-dosa kita sendiri yang sebenarnya menjijikkan di mata Allah. John Calvin pernah menulis: “<i>Orang yang kudus, bukanlah orang yang tidak dapat berbuat dosa lagi, tetapi orang kudus adalah orang yang makin memiliki kepekaan terhadap dosa-dosa diri sendiri, bahkan dosa-dosa yang terkecil sekalipun</i>.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Saudara-saudara, selanjutnya dalam ayat 5, Yesus mengatakan orang yang menghakimi sesamanya adalah orang yang “munafik”<b> </b>(Yunani= <i>hupokrites</i>). John MacArthur dalam buku tafsirannya mengenai bagian ini, dia mengaitkan “orang munafik” ini dengan Yakobus 1:23-24: “...<i>ia (orang munafik, hupokrites) adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya.</i>” Orang munafik mempunyai mata untuk melihat, tetapi ironisnya dia tidak dapat melihat. Orang munafik digambarkan kitab Yakobus ini sebagai orang yang tidak berbuat apa-apa di depan cermin, dia tidak melakukan perubahan apa-apa terhadap apa yang dilihatnya. Bahkan dikatakan dia pergi dan lupa bagaimana rupanya. Orang munafik buta terhadap dirinya sendiri <i>(self-blindness</i>). Dia buta terhadap keadaan rohaninya yang sebenarnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Richard Foster mengawali bukunya <i>Celebration of Disciplines</i> dengan sebuah kalimat yang mengingatkan kita semua: “Superfisialitas merupakan kutukan di zaman kita” (<i>Superficiality is the curse of our age</i>). Kita hidup di era superfisial, era yang mementingkan kehidupan lahiriah, hal-hal yang nampak di permukaan, era kosmetik, era hidup yang penuh dengan topeng. Kita mengenakan berbagai topeng untuk menutupi diri kita yang sebenarnya. Kita pura-pura berdoa, pura-pura produktif bekerja, pura-pura aktif melayani, pura-pura peduli dengan orang lain, pura-pura cinta Tuhan. Terus-menerus berpura-pura, padahal kita melakukan semua itu bukan untuk kemuliaan Tuhan, tetapi untuk kemuliaan diri sendiri, untuk memenuhi kebutuhan ego kita. Oleh sebab itu, kadang-kadang dalam batas-batas tertentu, bagi saya, perkataan Sigmund Freud ada benarnya juga. Dia berkata: “<i>Manusia beragama sebenarnya sedang menciptakan Allah bagi diri mereka sendiri untuk memenuhi kebutuhan ego sendiri</i>. <i>Allah adalah proyeksi dari kebutuhan manusia</i>.” Karena keadaan manusia beragama seperti ini, maka Freud mengatakan kalimat berikutnya: “<i>Agama sebenarnya adalah tongkat penopang bagi orang lemah</i>.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Saudara-saudara, jika seseorang begitu marah melihat dosa-dosa orang lain, tetapi tidak marah terhadap dosa-dosa sendiri, meremehkan dosa-dosa sendiri; ini adalah salah satu bentuk kemunafikan. Melihat ke luar diri, tanpa diimbangi melihat ke dalam diri sendiri adalah sesuatu hal yang sangat membahayakan kehidupan rohani kita.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Saudara-saudara, dosa kemunafikan adalah dosa yang paling sulit kita lihat, paling sulit kita sadari, karena dosa ini membutakan diri kita sendiri. Dosa kemunafikan berakar dalam sikap pembenaran diri sendiri (<i>self-righteousness</i>). Orang munafik lebih percaya pada diri sendiri daripada percaya kepada Allah. Orang munafik mengukur dan menilai segala sesuatu menurut ukuran sendiri, standar sendiri, dan menganggap penilaiannya yang paling objektif. Itulah sebabnya, orang munafik dalam perikop ini merasa begitu percaya diri, merasa memiliki kualifikasi untuk berkata kepada saudaranya: <i>“Mari, saya keluarkan selumbar di matamu... Biarkan saya mengatakan apa yang salah dalam hidupmu, dan biarkan saya meluruskan jalanmu.” </i>Padahal orang munafik ini tidak sadar, ada balok yang harus terlebih dahulu dikeluarkan dari matanya sendiri. Dengan menghakimi orang lain, dia sebenarnya sedang menikmati pembenaran atas diri sendiri tanpa rasa bersalah. Dengan menghakimi orang lain, kita ingin mengabsahkan kebenaran diri sendiri: “<i>Sejelek-jeleknya saya, ada orang lain lho yang lebih jelek</i>.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Saudara-saudara, sikap menghakimi secara kejam bukan saja merupakan tanda kemunafikan yang membutakan seseorang terhadap realitas diri sendiri, tetapi juga, pada saat kita melakukan penghakiman yang kejam kepada orang lain, maka kita telah mengambil alih posisi Allah sebagai satu-satunya Hakim yang benar. Kita memiliki konsep yang salah tentang Allah. Perhatikan ayat 1.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Dalam 7:1</span><span lang="IN"> dikatakan: “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu <b><i><u>tidak</u></i><u> <i>dihakimi</i></u></b>” (<b><i>me krithete</i></b> = <i>verb subjunctive aorist passive 2nd person plural</i>, <i>divine passive</i>). Kata “dihakimi” , bentuk pasif, dalam bahasa Yunaninya <b><i>krithete</i></b> menggunakan bentuk <i>subjunctive aorist passive</i>, atau bentuk <i>divine passive</i> yang merujuk kepada Allahlah sebenarnya sebagai subjek pelaku yang mempunyai hak prerogatif untuk melakukan penghakiman itu. Itulah sebabnya, Alkitab BIS (Bahasa Indonesia Sehari-hari) menerjemahkan demikian: “<i>Janganlah menghakimi orang lain, supaya kalian sendiri juga jangan dihakimi</i> <b><i><u>oleh Allah</u></i></b>” (ditambahkan: ... <i>oleh Allah</i>).</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Ini berarti ketika kita menghakimi orang lain, sebenarnya kita telah “merampas” posisi Allah sebagai satu-satunya Hakim yang Agung bagi umat manusia, karena sebenarnya penghakiman adalah hak prerogatif Allah, bukan hak manusia yang berdosa (<i>The final judgment belongs to God alone</i>). <i>Absolute judgment</i> adalah milik Allah, hanya Allah yang berhak melakukannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Kita tidak boleh menempatkan diri kita seolah-olah sebagai Allah dalam konteks relasi dengan orang lain. Pada saat kita menghakimi orang lain, sebenarnya kita secara tidak sadar telah mengangkat diri kita sendiri sebagai Allah atas orang lain. Kita menempatkan diri sebagai Allah yang seolah-olah mata tahu isi hati orang lain, yang bisa mengenal dengan sempurna motif-motif orang lain. Padahal kita belum tentu memahami semua data yang ada, semua keadaan, dan semua motif yang ada. Karena kita hanya menilai segala sesuatu berdasarkan data-data eksternal. Kita tidak mungkin memahami sepenuhnya kedalaman hati manusia yang tersembunyi. Perspektif kita bisa bias dalam melihat sebuah fakta masalah. Kita tidak maha tahu. Seorang Rabbi Yahudi, Hillel, pernah mengucapkan kalimat yang mirip dengan perkataan Yesus dalam Matius 7:1 ini. Rabbi Hillel pernah berkata: <i>“Janganlah menghakimi sesamamu, kecuali kamu dapat memahami situasinya.”</i></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Saudara-saudara, banyak dalam bagian-bagian lain, Alkitab menegaskan supaya kita tidak boleh menghakimi sesama manusia. Misalnya, Yakobus 4:12 dikatakan: <b><i>“</i></b><i>Hanya ada satu Pembuat hukum dan Hakim, yaitu Dia yang berkuasa menyelamatkan dan membinasakan. Tetapi siapakah engkau, sehingga engkau mau menghakimi sesamamu manusia?”</i> Dalam Roma 2:1 juga ditegaskan hal yang sama:<sup> </sup>“<i>Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama.</i>”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Saudara-saudara, pada saat kita terlebih dahulu mengeluarkan balok dalam mata kita, baru kita dapat melihat dengan jelas siapa Allah, siapa sesama kita, dan siapa diri kita sendiri. Pada saat kita terlebih dahulu mengeluarkan balok dalam mata kita, maka kita melihat diri kita sendiri orang berdosa, yang kotor, dan membutuhkan belas kasihan Allah. Sebenarnya banyak dosa yang telah kita lakukan, tetapi orang lain tidak tahu. Ternyata kita tidak sesaleh yang kita duga. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Saudara-saudara, saya tidak bisa membayangkan, jika seandainya Allah menampilkan setiap dosa yang paling memalukan yang pernah kita lakukan pada layar ini. Setiap orang, hanya cukup dengan durasi 5 menit ditampilkan dosa-dosanya yang paling memalukan, kita nonton sama-sama di ruangan ini. Dosa-dosa saya yang paling menjijikkan ditayangkan 5 menit. Setiap kita, mulai dari mahasiswa sampai dosen, mendapat giliran 5 menit saja. Saya tidak tahu bagaimana reaksi kita. Mungkin saya adalah orang pertama yang keluar dari ruangan ini, karena tidak tahan menanggung malu dosa-dosa saya dipertontonkan oleh Allah di layar ini. Saya tidak sanggup melihat kenajisan saya sendiri.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Saudara-saudara, pada saat kita terlebih dahulu mengeluarkan balok dalam mata kita, kita juga akan melihat orang lain sama seperti kita, sama-sama orang berdosa, sama-sama membutuhkan belas kasihan Tuhan. Sehingga pada saat kita menegur kesalahan orang, melakukan konfrontasi terhadap dosa orang lain, kita melakukannya dengan rendah hati, kita melakukannya dengan belas kasihan. Kita melakukannya bukan dengan sikap arogan, atau merasa diri lebih rohani dari orang itu. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Pada saat kita mengeluarkan balok dalam mata kita, maka kita dapat melihat bahwa Allah adalah satu-satunya Hakim yang benar, dan penghakiman-Nya tidak pernah salah. Saudara-saudara, engkau dan saya, yang telah mengalami pengampunan dan kemurahan Tuhan, seharusnya kita lebih hati-hati, dan lebih terkontrol dalam memberikan penilaian terhadap hidup orang lain.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">William Barclay pernah menyatakan: “Salah satu disiplin rohani yang sangat terabaikan pada masa kini adalah evaluasi diri (<i>self-evaluation</i>).” Mengapa kelihatannya pertumbuhan rohani kita sangat lambat? Salah satunya, karena kita belum mau membuka diri kita secara transparan di hadapan Allah, belum menggumuli dengan serius area-area rawan dalam hidup kita, dan mengambil langkah-langkah yang konkret untuk mengatasinya. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Setelah beberapa tahun saya kuliah di sekolah teologi, saya semakin disadarkan bahwa mengetahui isi Alkitab tidak sama dengan mengenal Allah, menyukai isi Alkitab tidak sama dengan mengasihi Allah, membaca Alkitab tidak sama dengan mendengarkan Allah. Kiranya kita jangan jatuh menjadi orang-orang Farisi modern, mereka mengetahui isi Alkitab, menyukai isi Alkitab, membaca Alkitab; tetapi mereka tidak mengenal, tidak mengasihi, dan tidak mendengarkan Allah.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Saudara-saudara, perintah Yesus: “<i>Janganlah menghakimi</i>!” Diberikan dalam konteks relasi dengan sesama manusia, relasi dengan orang lain. Saya rindu dalam komunitas ini, kita tidak menjadi komunitas yang suka menghukum orang lain secara kejam, bukan komunitas yang suka memojokkan orang lain, tetapi komunitas yang memulihkan dan menyembuhkan. Komunitas yang saling mengampuni. Komunitas yang saling berbagi anugerah satu dengan yang lain.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Jika kita mengkritik orang lain, jika kita menegur kesalahan orang lain; biarlah semua itu kita lakukan karena kita sungguh-sungguh mengasihi orang itu. Kita lakukan dengan rendah hati, setelah melihat permasalahan secara utuh, bukan sepotong-sepotong, bukan atas dasar prasangka-prasangka negatif, <i>prejudice</i> yang belum jelas kebenarannya. Kita ingin memulihkan orang lain. Kita ingin berbagi anugerah dengan orang lain. Jangan kita bersukacita di atas kejatuhan orang lain. Marilah kita belajar memperlakukan orang lain sebagaimana diri sendiri ingin diperlakukan. Dalam komunitas ini, kita dipanggil menjadi saudara bagi sesama kita, kita saling menjaga, kita saling memulihkan, kita saling menopang, kita saling belajar satu sama lain. Melalui komunitas ini, kita dibentuk dan dididik oleh Allah. Berbahagialah kita yang mau dididik oleh Allah. Berbahagialah kita yang sedang dipersiapkan oleh Allah menjadi hamba-Nya. Amin. (<i>Binsar</i>)</span></div>Binsarhttp://www.blogger.com/profile/15374503627012692675noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-3678991171009000884.post-2880724403776063732011-02-02T22:25:00.000+07:002011-02-02T22:25:16.263+07:00GADGET AND SOCIAL STATUS CLIMBER<div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> </div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcR6C6XHU9hvBfvUwyIvFuGPBmiM56-RVFo1RExdBDu7Ye4ivcWM" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcR6C6XHU9hvBfvUwyIvFuGPBmiM56-RVFo1RExdBDu7Ye4ivcWM" /></a></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Salah satu <i>gadget</i> yang sedang <i>booming</i> di Indonesia adalah BlackBerry. Dalam kurun dua tahun saja sejak BlackBerry diperkenalkan di Indonesia, pertumbuhannya melesat hampir 500% pada periode 2007-2008. Namun, hal yang menarik untuk dicermati adalah jika di luar negeri, kebanyakan orang menggunakan fasilitas BlackBerry untuk keperluan kerja, maka di Indonesia justru lebih ke arah untuk menjadi simbol status sosial seseorang. Terjadinya pergeseran ini juga diakui oleh Direktur Utama Better-B, Kemal Arsjad, dalam jumpa pers di Hotel Mulia, Jakarta, menyatakan: “Di Indonesia, orang menggunakan BlackBerry, bukan terutama untuk keperluan kerja, tetapi sudah bergeser ke arah <i>lifestyle</i>.” Better-B adalah salah satu pengembang aplikasi BlackBerry di Indonesia. Selanjutnya, Kemal Arsjad menambahkan, kebanyakan pengguna BlackBerry di Indonesia menggunakan <i>gadget</i>nya untuk mengakses Facebook dan Twitter. Padahal, fungsi dari BlackBerry, jauh lebih luas ketimbang hanya untuk mengakses situs jejaring sosial tersebut. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Jika orang-orang di luar negeri, kebanyakan membeli BlackBerry karena tuntutan kebutuhan kerja dan fungsinya, tetapi di Indonesia, tidak sedikit orang menggunakannya karena <i>social pressures</i> (tekanan sosial) dari lingkungan sekitarnya. Tentu saja, saya tidak bermaksud men-<i>generalisasi</i> bahwa semua orang yang menggunakan BlackBerry di Indonesia karena tekanan sosial atau demi simbol status sosial, pasti ada juga yang menggunakannya berdasarkan pertimbangan yang tepat dan bijaksana, karena kebutuhan kerja dan fungsinya. Namun, melalui artikel ini, saya ingin membedah fenomena pembelian dan penggunaan <i>gadget</i> (seperti BlackBerry, iPad, dsb) dengan motif dan tujuan yang keliru, serta pengaruh nilai-nilai materialistik di balik fenomena tersebut.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Ada sebuah kisah nyata yang menarik untuk disimak. Seorang anak SMA di Jakarta menuntut kepada orang tuanya untuk dibelikan sebuah BlackBerry, karena tidak tahan bergaul di tengah-tengah kenyataan semua teman di kelasnya telah menggunakan BlackBerry. Anak ini telah mengalami tekanan sosial dari lingkungan sekitarnya. Bayangkan, bagaimana rasanya menjadi seorang anak remaja yang cuma seorang diri belum punya BlackBerry di tengah-tengah lingkungan pergaulannya sehari-hari. Anak ini merasa “terasing dan aneh sendiri”. Bukan karena diasingkan oleh komunitasnya, tetapi terasing oleh dirinya sendiri, karena dia melihat “keanehan” dirinya, yaitu tidak punya BlackBerry seperti teman-teman sebayanya. Dalam diri anak ini, ditanamkan oleh komunitas lingkungannya bahwa mempunyai BlackBerry adalah sebuah kewajaran, hal yang normal, bahkan sebuah keharusan di masa kini. Dia merasa tanpa punya BlackBerry, ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Seolah-olah, dengan mempunyai BlackBerry, menjadikan dirinya sebagai “anak normal kembali” di tengah-tengah lingkungannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Kisah nyata di atas, hanyalah salah satu dari sekian banyak kisah di negeri ini. Bahkan, di sekolah-sekolah tertentu, sudah menjadi pemandangan umum, siswa-siswi SD dan SMP menggunakan BlackBerry. Kisah di atas sebenarnya mencerminkan betapa <i>spirit</i> materialisme dan konsumerisme telah merasuki seluruh lapisan masyarakat. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Secara sederhana, materialisme adalah pandangan yang menganggap materi adalah segala-galanya. Kepemilikan materi dijadikan sebagai tujuan akhir hidup, ukuran kebahagiaan, dan identitas diri seseorang. Padahal materi sebenarnya hanyalah sarana penunjang kehidupan, dan bukan tujuan akhir hidup itu sendiri. Materialisme mengacaukan antara apa yang utama dengan apa yang sesungguhnya hanyalah sarana.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Siapakah manusia itu? Materialisme menyatakan bahwa “manusia adalah materi yang dipunyainya.” “Saya adalah BlackBerryku, saya adalah iPadku, saya adalah mobil Ferrariku, saya adalah perusahaanku, saya adalah hartaku”. Namun pertanyaan yang perlu direnungkan adalah jika “manusia adalah materi yang dipunyainya”, maka siapakah manusia, jika semua yang dimilikinya itu telah lenyap? Apakah dengan ketiadaan semua itu, manusia menjadi kehilangan martabat dan kemuliaan dirinya sebagai citra Allah?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><i><span lang="IN">Gadget</span></i><span lang="IN"> yang mula-mula digunakan sebagai sarana komunikasi, informasi, dan penyimpanan data, sekarang berubah fungsinya menjadi simbol status diri seseorang. Jenis dan merk <i>gadget </i>menjadi simbol status dan nilai diri seseorang. Tanpa sadar, kita membangun harga diri dan rasa percaya diri kita pada barang-barang yang melekat pada diri kita. Makin “bermerk” dan <i>trend</i> barang yang kita pakai, kita merasa harga diri dan rasa percaya diri kita makin bertambah.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Melalui barang-barang “mewah” yang sedang <i>trend</i> itu, orang-orang ini ingin menaikkan status sosialnya di mata masyarakat. Orang-orang yang melakukan pengejaran status sosial secara berlebihan ini sering disebut sebagai “<i>social status climber</i>”. Bahkan, kadang-kadang, ada sebagian orang yang termasuk kategori ini, rela menghalalkan segala cara, atau mengorbankan apa saja demi mencapai status sosial yang lebih tinggi. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Pada saat kita membeli <i>gadget</i> (seperti BlackBerry, iPad, dsb) tidak disesuaikan dengan kebutuhan kita, maka paling tidak, kita telah gagal dalam 3 (tiga) hal:</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><b><span lang="IN"><span>1.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span></b><b><span lang="IN">Dalam praktiknya, kita gagal untuk membedakan antara “<i>wants</i>” (keinginan) dengan “<i>needs</i>” (kebutuhan). </span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Dalam materialisme, perbedaan antara “keinginan” dengan “kebutuhan” menjadi kabur. Materialisme mengarahkan seseorang dari merasa “ingin” menjadi merasa “butuh”, lalu merasa “harus memiliki”. Jika tidak waspada, kadang-kadang, pergeseran dari ketiga tahap itu (merasa ingin – butuh – harus memiliki) menyelinap masuk ke dalam hati kita dengan cara yang sangat halus dan licin. Barang-barang yang <i>trend</i> itu begitu menarik perhatian kita. Robert Banks menyatakan, “<i>In fact, we tend to value things more than people. Some of the objects are central to the operation of our society and therefore become symbols of what we most highly prize. These objects receive an enormous amount of attention. They are the locus of a whole range of expectations.</i>” (<i>Redeeming the Routines</i>, Grand Rapids: Baker Academic, 1993, p. 90).</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><b><span lang="IN"><span>2.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span></b><b><span lang="IN">Gagal untuk menunjukkan kepekaan dan kepedulian sosial terhadap sesama yang berkekurangan. </span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Betapa tidak pekanya kita, jika dengan gampangnya kita <i>gonta-ganti</i> <i>gadget</i>, hanya untuk sekadar mengikuti <i>trend</i> atau demi <i>high lifestyle</i>, sementara ada jutaan manusia Indonesia yang untuk makan sehari-hari pun harus berjuang mati-matian. Bayangkan, angka standar kemiskinan yang digunakan di Indonesia adalah orang yang penghasilannya Rp. 211.000,- per bulan. Jika standar ini digunakan, maka berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) pada Maret 2010, terdapat 31,02 juta orang miskin di Indonesia, atau sekitar 13,33% dari total penduduk Indonesia 234, 2 juta orang (M. Fadjroel Rachman, “<i>Dicari, Presiden Tanpa Gaji</i>”, Kompas, 28 Januari 2011). Tetapi apalah artinya uang Rp. 211.000,- per bulan pada zaman sekarang? Jika standar kemiskinan ini kita naikkan, menjadi 2 dollar AS per hari (menggunakan standar Bank Dunia untuk kategori “orang miskin”), atau sekitar Rp. 600.000,- per bulan (asumsi 1 dollar AS = Rp. 10.000,-), maka orang miskin di Indonesia menjadi 121,7 juta orang, atau sekitar 52% dari total penduduk Indonesia tahun 2010 (M. Fadjroel Rachman, “<i>Dicari, Presiden Tanpa Gaji</i>”, Kompas, 28 Januari 2011). Melihat kondisi kemiskinan bangsa seperti ini, pantaskah kita memboroskan uang untuk membeli sesuatu hanya demi <i>high lifestyle</i>? Dimanakah hati nurani kemanusiaan kita?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><b><span lang="IN"><span>3.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span></b><b><span lang="IN">Gagal menunjukkan diri sebagai makhluk beriman yang dipanggil sebagai penatalayan atas harta yang Tuhan percayakan. </span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Sebagai orang Kristen, kita tidak boleh berpikir dan berkata: “Ini uangku. Aku peroleh dengan cara halal, hasil kerja kerasku. Jadi, suka-suka aku dong mau memakainya seperti apa? Itu hakku!” Sebenarnya, kita bukanlah pemilik sesungguhnya dari harta yang kita miliki. Semua itu adalah anugerah dan pemberian yang dipercayakan oleh Allah kepada kita untuk dikelola dengan bijaksana. Allah memberikan nafas hidup dan kesehatan yang memungkinkan kita untuk bekerja. Allah melengkapi kita dengan talenta-talenta atau <i>skill</i> yang membuat kita dapat berkarya dalam hidup ini, dan masih banyak hal yang merupakan karunia Allah dalam hidup kita. Tanpa Tuhan, sebenarnya kita tidak dapat menghasilkan apa-apa dalam hidup ini. Oleh sebab itu, kita dipanggil untuk menggunakan harta kepemilikan kita secara bijaksana sesuai dengan kehendak Tuhan, bukan semau kita. Kita dipanggil untuk menjadi makhluk beriman yang mampu berpikir kritis, bukan makhluk konsumtif. Makhluk beriman memiliki kepekaan, mana barang yang harus dibeli, mana yang tidak perlu dibeli; mana yang harus diprioritaskan, mana yang bisa ditunda. Sebaliknya, makhluk konsumtif adalah “korban” iklan yang terus membeli ini dan itu, tanpa pertimbangan yang bijaksana.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Saya ingin menegaskan bahwa saya sama sekali bukan anti kemajuan teknologi <i>gadget</i>. Saya juga bukan anti kekayaan. Namun, saya rindu kita belajar menempatkan segala sesuatu pada tempat yang sepantasnya seperti yang diajarkan oleh Alkitab. Menurut ordo ciptaan, materi diciptakan untuk manusia, dan manusia diciptakan untuk kemuliaan Allah. Kita telah mengingkari natur kemanusiaan kita dan melanggar ordo ciptaan Allah, jika kita justru menghambakan diri pada materi dan diperbudak olehnya. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN"><span id="goog_327924919"></span><span id="goog_327924920"></span>Pada akhirnya, kita harus senantiasa mengingat pesan firman Tuhan ini:</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><b><span lang="IN">“</span><span lang="IN">Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.... Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati. Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya</span><span lang="IN">.” </span><span lang="IN">(1 Timotius 6:10, 17-19)</span></b></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Harta bukan untuk dicintai, ditumpuk, dan dipamerkan, tetapi untuk dikelola dengan bijaksana untuk melayani Allah dan sesama manusia. Kita harus waspada terhadap berbagai bentuk wajah materialisme pada masa kini. Marilah kita belajar memiliki gaya hidup sederhana yang memuliakan Tuhan dan melayani sesama kita di tengah-tengah budaya materialistik ini. <b><i>(Binsar)</i></b></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%;"><br />
</div>Binsarhttp://www.blogger.com/profile/15374503627012692675noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3678991171009000884.post-7810178416829472032011-02-02T21:52:00.000+07:002011-02-02T21:52:07.087+07:00APAKAH ALLAH DAPAT MELAKUKAN APA SAJA?<div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> </div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: center;"><a href="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRL894PhKyI_6VKsyeeYNM4F43YhzgCPVfeazuqW7tS08s4jHgvqyYkdmYu" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="155" src="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRL894PhKyI_6VKsyeeYNM4F43YhzgCPVfeazuqW7tS08s4jHgvqyYkdmYu" width="200" /></a><b><span style="font-size: small;"><span lang="IN">“Banyak orang yang percaya kepada kemahakuasaan Allah, tetapi sedikit sekali orang yang mau memercayakan dirinya kepada kemahakuasaan Allah. Banyak orang yang suka berbicara kemahakuasaan Allah, tetapi yang berbahagia adalah orang yang mau hidup di dalamnya.” </span></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Seorang mahasiswa teologi pernah bertanya kepada dosennya: <i>“Dapatkah Allah membuat batu karang yang sedemikian besar sehingga Ia sendiri tidak dapat memindahkannya?”</i> Sepintas pertanyaan ini mengandung dilema yang serba salah. Jika dijawab “ya”, maka hal itu berarti ada sesuatu hal yang tidak dapat Allah kerjakan, yaitu memindahkan batu karang itu. Sebaliknya, jika dijawab “tidak”, berarti juga ada hal yang tidak dapat Allah kerjakan, yaitu membuat batu karang yang sedemikian besar itu. Sekilas kesimpulannya adalah apa pun jawaban yang diberikan, baik “ya” ataupun “tidak”, tetap memosisikan Allah sebagai Pribadi yang tidak Mahakuasa, karena ada sesuatu yang tidak dapat dilakukan-Nya.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Sebenarnya dilema itu muncul karena dimulai dari sebuah asumsi yang keliru, yaitu kemahakuasaan Allah berarti Allah dapat melakukan apa saja. Padahal Alkitab dengan jelas dan tegas menyatakan bahwa ada hal-hal yang tidak dapat Allah lakukan, seperti Allah tidak dapat berdusta (Bilangan 23:19, Ibrani 6:18), Allah tidak dapat melakukan dosa, Allah tidak dapat menciptakan sesuatu yang setara dan sehakikat dengan diri-Nya, dan Allah tidak dapat berhenti menjadi Allah (Mazmur 90:1-2). </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Kembali kepada pertanyaan di atas: <i>“Dapatkah Allah membuat batu karang yang sedemikian besar sehingga Ia sendiri tidak dapat memindahkannya?”</i> Jawaban yang sesuai dengan Alkitab adalah tidak. Allah tidak dapat membuat batu karang yang sedemikian besar, sehingga Dia tidak dapat memindahkannya. Alasannya adalah jika Allah membuat batu karang seperti itu, berarti Dia telah menciptakan sesuatu yang berada di luar batas kuasa-Nya. Berarti Allah telah menghancurkan kemahakuasaan-Nya sendiri. Allah telah menciptakan sesuatu yang melawan natur-Nya sendiri. Hal ini tidak mungkin. Tidak ada kontradiksi dalam diri Allah.</span></div><div class="MsoFootnoteText" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kemudian mungkin muncul pertanyaan dalam pikiran kita: <i>“Bukankah itu berarti kekuasaan Allah terbatas karena dibatasi oleh natur-Nya?” </i>Ya! Seorang teolog, R.C. Sproul menegaskan bahwa “kuasa Allah dibatasi oleh <i>siapa</i> dan <i>apa </i>Dia” (<i>Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen</i>, Malang: SAAT, 2002, hal. 52). Bahkan ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh Iblis, tetapi Allah sendiri tidak dapat melakukannya. Iblis dapat berdusta, tetapi Allah tidak. Iblis dapat menipu manusia, tetapi Allah tidak dapat melakukannya. Sproul menyatakan bahwa “Allah tidak dapat melakukan hal-hal yang bertentangan dengan natur-Nya bertujuan untuk menegaskan bahwa Allah tidak dapat sekaligus <i>sebagai </i>Allah dan <i>bukan </i>Allah pada waktu yang sama”</span><i><span lang="IN" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"> </span></i><span lang="SV" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">(<i>Sifat Allah</i>, </span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001, hal. 100).</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Ada pandangan yang mengatakan bahwa kemahakuasaan Allah berarti Allah dapat melakukan apa saja, jika Ia menghendakinya, termasuk berbuat dosa. Allah mampu berbuat dosa (jika Dia menghendakinya), tetapi Dia tidak menghendakinya. Saya tidak menyetujui pandangan ini. Pandangan ini merupakan sebuah penghujatan terhadap karakter Allah yang kudus dan sempurna. Bagi saya, Allah bukan hanya tidak menghendaki berbuat dosa, tetapi bahkan Allah tidak mungkin, tidak dapat (dalam arti mutlak) untuk berbuat dosa. Tidak ada benih dosa dalam diri Allah. Tidak ada ketidakbenaran dan pencemaran dalam diri Allah. Natur Allah tidak pernah berubah. Keadaan diri Allah tidak pernah bisa dipengaruhi oleh sesuatu apa pun di luar diri-Nya. Allah tidak pernah bergantung pada sesuatu di luar diri-Nya. Allah adalah Pencipta, bukan ciptaan yang bisa jatuh ke dalam dosa.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa kemahakuasaan Allah berarti Allah dapat melakukan <i>apa saja</i> yang <i>sesuai </i>atau <i>tidak bertentangan</i> dengan natur diri-Nya. Ungkapan “apa saja” dalam konteks kalimat itu, tidak berarti Allah dapat melakukan segala sesuatu tanpa batasan, bahkan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan diri-Nya. Tidak ada kontradiksi dalam diri Allah. Kemahakuasaan Allah dibatasi oleh natur-Nya. Kemahakuasaan Allah selalu selaras dengan natur-Nya. Pada saat Allah melakukan sesuatu yang sesuai dengan natur-Nya itu, maka tidak ada kuasa atau kekuatan apa pun yang dapat menggagalkan-Nya. Kehendak-Nya itu pasti terlaksana. Inilah pemahaman yang sebenarnya tentang kemahakuasaan Allah.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Pada akhirnya, kita perlu merenungkan implikasi pemahaman tentang kemahakuasaan Allah bagi orang-orang Kristen: </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>1.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Kemahakuasaan Allah tidak pernah sewenang-wenang dan disalahgunakan untuk dosa, karena Allah adalah Mahasuci dan tidak dapat berbuat dosa. Kemahakuasaan Allah selalu sejalan dengan kekudusan-Nya, kebenaran-Nya, kehendak-Nya, kasih-Nya dan keadilan-Nya. Seringkali kekuasaan yang ada di tangan manusia disalahgunakan karena manusia telah berdosa, namun tidak demikian halnya dengan kekuasaan di tangan Allah. Manusia berdosa cenderung korup dengan kekuasaan. Itulah sebabnya Abraham Lincoln, Presiden Amerika ke-16 pernah berkata bahwa salah satu ujian bagi karakter seseorang adalah berilah dia kuasa. “<i>Nearly all men can stand adversity, but if you want to test a man's character, give him power</i>”. Karakter seseorang yang sesungguhnya akan terlihat bagaimana dia menggunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya. Pemahaman yang benar akan kemahakuasaan Allah menyadarkan kita bahwa kuasa yang sesungguhnya ada di tangan Allah. Allah adalah sumber dari segala kuasa yang kita terima (Matius 28:18). Terlepas dari Allah, manusia pada dasarnya tidak memiliki kuasa dari dirinya sendiri. Kuasa datangnya dari Allah. Halnya ini memotivasi kita untuk menggunakan kuasa dengan benar sesuai dengan natur Allah. Kuasa yang kita gunakan tidak boleh digunakan sesuka hati kita, tetapi harus selaras dengan kasih, kekudusan, kebenaran dan keadilan Allah. Jika kita diberi kuasa untuk memimpin, mengajar, memberdayakan orang lain atau hal-hal lainnya, sudahkah kita menggunakannya dengan benar? Saya menyaksikan cukup banyak orang yang dulu sewaktu menjadi “bawahan” masih rendah hati, tetapi ketika menjadi seorang pemimpin dengan kekuasaan yang lebih besar telah berubah menjadi seorang yang otoriter, arogan, sulit menerima kritikan, sulit mengakui keunggulan orang lain, dan merasa lebih superior daripada yang lain. Yang salah bukan pada kekuasaan itu sendiri, tetapi sikap hati dan cara kita menggunakan kekuasaan tersebut.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN"><span>2.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="IN">Pemahaman akan kemahakuasaan Allah yang selalu sejalan dengan natur-Nya, seharusnya makin mendorong kita untuk memercayakan diri sepenuh-Nya kepada kemahakuasaan-Nya. Mengapa? Karena jika kita sungguh percaya bahwa Allah tidak mungkin menyalahgunakan kemahakuasaan-Nya atas ciptaan-Nya, maka kita diyakinkan bahwa segala sesuatu yang Tuhan lakukan dan Dia kehendaki bagi diri kita adalah baik adanya. Tidak pernah ada maksud jahat Allah kepada kita. Apa yang diperbuat Allah bagi kita selalu selaras dengan kasih, kebenaran, kekudusan dan keadilan-Nya. Ketika penderitaan dan masalah hidup menimpa kita, maka kita tidak akan pernah berusaha mempersalahkan Tuhan atau meragukan kuasa-Nya atas kita. Hati kita bisa pedih dan perih, jiwa kita bisa meratap atas penderitaan yang kita alami, tetapi iman kita tetap bisa melihat tangan Allah yang Mahakuasa memegang erat kita. Allah mampu melakukan apa saja yang seturut kehendak-Nya untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (Bdk. Roma 8:28). Allah mengontrol segala sesuatu. Diri kita yang rapuh dan lemah ini berada dalam kemahakuasaan-Nya. Inilah penghiburan dan sukacita bagi kita. <b><i>(Binsar)</i></b></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%;"><br />
</div>Binsarhttp://www.blogger.com/profile/15374503627012692675noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3678991171009000884.post-16171347999149971632010-12-30T13:46:00.002+07:002011-01-04T09:42:24.843+07:00BANGKRUTNYA KESALEHAN SOSIAL<!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ0xFi6rOt5Pb4wBr1wB0HDYSUbnHHObfYDkaTjw36PqWujAjtvG416tQKopw" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ0xFi6rOt5Pb4wBr1wB0HDYSUbnHHObfYDkaTjw36PqWujAjtvG416tQKopw" /></a></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Salah satu cerpen terkenal, ditulis oleh almarhum Haji Ali Akbar Navis berjudul “Robohnya Surau Kami” (diterbitkan pertama kali tahun 1955). Cerpen ini telah dicetak puluhan kali dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Jerman, dan Jepang. Cerpen ini berisi kritik sosial yang tajam untuk meninjau ulang peran agama dalam masyarakat. Cerpen ini dinilai sangat berani. Kisah di dalamnya, menjungkirbalikkan pemikiran orang-orang awam pada umumnya, yaitu dikisahkan seorang “alim” yang justru dimasukkan Tuhan ke dalam neraka. Dengan kealimannya, orang itu justu melalaikan pekerjaan dan tanggung jawab sosialnya di dunia, secara khusus mengabaikan keluarganya sendiri, dan tetap rela menjadi orang miskin.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">“Robohnya Surau Kami.” Judul yang dimaksudkan oleh Navis di sini, bukanlah dalam pengertian “robohnya bangunan secara fisik”, tetapi “robohnya tata nilai dalam masyarakat”, khususnya berkaitan dengan praksis hidup keberagamaan. “Surau” dalam judul cerpen itu, merupakan lambang (metafora) dari “kesalehan”. Dalam lingkungan dan tradisi Minangkabau, tempat Navis dilahirkan, surau memiliki peranan yang signifikan, sebagai tempat melakukan kegiatan keagamaan secara luas, seperti mengaji Al-Qur’an, belajar agama, kegiatan ritual-seremonial, bahkan dijadikan tempat menginap bagi musafir, tempat berkumpul, dan tempat rapat desa. Konsep “kesalehan” yang ditekankan oleh Navis dalam cerpen itu, bukanlah kesalehan ritual-seremonial agama (mengaji, shalat, puasa, naik haji), melainkan kesalehan dalam aspek yang lebih luas dan holistik, yaitu “kesalehan sosial” (seperti bekerja dengan tekun pada jalan yang benar, mengolah hasil bumi atau kekayaan alam, berbelas kasihan, memedulikan dan melayani sesama). </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Dalam cerpen ini, dikisahkan ketika di akhirat, orang-orang yang sudah meninggal sedang antre menunggu penghakiman terakhir dari Tuhan, apakah mereka akan masuk surga atau neraka. Tibalah giliran, Haji Saleh, seorang yang taat beribadah semasa hidupnya. Ketika menghadap Tuhan, Haji Saleh tersenyum, karena dia sangat yakin pasti masuk surga.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Tuhan bertanya kepada Haji Saleh: “Apa kerjamu semasa di dunia?” Haji Saleh menjawab dengan yakin: “Ya, Tuhanku, tak ada pekerjaanku selain beribadat menyembah-Mu, menyebut-nyebut nama-Mu. Bahkan dalam kasih-Mu, ketika aku sakit, nama-Mu menjadi buah bibirku juga. Dan aku selalu berdoa, mendoakan kemurahan hati-Mu untuk menginsyafkan umat-Mu.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Namun, tidak disangka-sangka, Haji Saleh dibuang ke neraka oleh Tuhan. Oleh karena heran dan merasa tidak dapat menerima keputusan itu, akhirnya Saleh mengumpulkan beberapa kenalannya yang dulu taat beribadat ketika di dunia, tetapi juga dibuang ke neraka. Mereka bersama-sama pergi menghadap Tuhan sekali lagi, berdemonstrasi, memprotes keputusan-Nya yang mereka anggap keliru. Lalu terjadilah dialog antara Tuhan dengan mereka.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%;"><span lang="IN">Tuhan: “Kalian di dunia tinggal di mana?”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%;"><span lang="IN">Saleh dan rekan-rekannya: “Kami ini adalah umat-Mu yang tinggal di Indonesia”.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%;"><span lang="IN">Tuhan: “O, di negeri yang tanahnya subur itu, sampai tanaman tumbuh tanpa ditanam? Negeri yang tambangnya kaya-raya itu, tetapi penduduknya banyak melarat, bukan? Negeri yang selalu kacau karena kalian suka berkelahi, sedangkan kekayaan alam kalian dikeruk orang lain?”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%;"><span lang="IN">Saleh dan rekan-rekannya: “Benar, benar, Tuhan. Tapi kami tak mau tahu dengan kekayaan alam itu, yang penting bagi kami adalah menyembah dan memuji-Mu.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%;"><span lang="IN">Tuhan: “Kalian rela tetap melarat, bukan? Bahkan karena kerelaan kalian itu, anak cucu kalian juga ikut melarat, bukan?”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%;"><span lang="IN">Saleh dan rekan-rekannya: “Benar, kami rela sekali, Tuhanku. Walaupun anak cucu kami juga melarat, tapi mereka semua pintar mengaji. Kitab-kitab-Mu mereka hafal di luar kepala.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%;"><span lang="IN">Tuhan: “Tapi seperti kalian juga, apa yang disebutnya [ajaran agama] tidak dimasukkan ke dalam hatinya, bukan?”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%;"><span lang="IN">Saleh dan rekan-rekannya: “Ada, yang masuk ke dalam hati, Tuhanku.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%;"><span lang="IN">Tuhan: “Kalau ada yang masuk di hati, mengapa kalian membiarkan diri tetap melarat, sehingga anak-cucu kalian teraniaya, dan membiarkan kekayaan alam sendiri diambil orang lain untuk anak-cucu mereka? Mengapa kalian lebih suka saling menipu dan memeras? Aku beri kalian negeri yang kaya-raya, namun kalian malas dan tidak suka bekerja keras. Kalian lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Kalian kira Aku ini suka pujian, mabuk disembah, hingga kerja kalian cuma memuji-muji dan menyembah Aku saja? Tidak. Kalian semua harus masuk neraka!”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Mendengar hal itu, semua pucat pasi dan terdiam. Kini tahulah mereka apa yang sebenarnya diridhai atau diperkenan oleh Allah di dunia. Namun, Haji Saleh masih penasaran, tetapi dia tidak berani bertanya kepada Tuhan. Akhirnya, Haji Saleh bertanya kepada malaikat yang menggiring mereka: “Menurut pendapatmu, salahkah jika kami menyembah Tuhan di dunia?”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Lalu malaikat itu menjawab: “Tidak salah. Tetapi engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Engkau takut masuk neraka, karena itu engkau taat bersembahyang. Tetapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak-istrimu sendiri, sehingga mereka itu kocar-kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egois. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tetapi engkau tidak mempedulikan mereka sedikit pun.”</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Dalam cerpen ini, Navis menggugat konsep “kesalehan” yang sempit dalam beragama, yaitu kesalehan yang hanya berhenti pada tataran individual-ritual dan hanya sebatas penentu identitas kelompok agama. Dia mengangkat pentingnya dimensi sosial-horizontal dari hidup beragama, yaitu “kesalehan sosial” yang berorientasi pada kebaikan dan kesejahteraan umat manusia. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Cerpen ini ditulis oleh A.A. Navis, seorang sastrawan besar yang beragama Islam. Dalam cerpen itu, Navis seolah-olah berasumsi bahwa “kesalehan sosial” menjadi tolak ukur penghakiman di akhirat. Ditinjau dari perspektif iman Kristen, saya mengimani dan mengamini bahwa keselamatan adalah semata-mata anugerah Allah yang didasarkan pada karya Yesus Kristus, bukan didasarkan pada perbuatan kesalehan manusia. Namun, saya percaya bahwa iman kepada Yesus Kristus bukan semata-mata bersifat individual-vertikal, tetapi juga memiliki dimensi sosial-horizontal. Kasih kepada Tuhan diwujudnyatakan melalui kasih dan kepedulian kepada sesama dan dunia ciptaan Tuhan. Disinilah letak kesamaan keprihatinan Navis dan saya terhadap kondisi keberagamaan di Indonesia, yaitu orang yang mengaku dirinya beragama, tetapi kehilangan fungsi sosialnya dalam masyarakat. Seolah-olah beragama menjadi wilayah yang sangat privat, yang tidak lagi bersentuhan dengan ruang publik. Motivasi beragama pun menjadi individualistis-egosentris. Ternyata ada begitu banyak motivasi yang keliru dari orang beragama dan rajin bersembahyang. Misalnya, karena takut dihukum Tuhan, takut masuk neraka, mengejar berkat materi seolah-olah Tuhan bisa “disogok” dengan pemberian manusia, bersembahyang untuk menghindari tekanan sosial dari masyarakat, untuk mencari penghargaan dan pujian yang semu dari manusia supaya dilihat lebih religius dari orang lain, dan sebagainya. Semua motivasi itu jika ditelusuri ke akarnya, sebenarnya bermuara pada kepentingan diri sendiri (egoisme), bukan dimotivasi oleh kasih yang tulus kepada Tuhan dan sesama. Seolah-olah Tuhan dapat “diperalat” untuk memuaskan keinginan manusia. Dengan demikian, relasi antara manusia dengan Tuhan seperti seorang anak kecil yang taat kepada orang tuanya dengan tujuan untuk memperoleh hadiah yang diinginkannya. Ada ubi, ada talas; ada budi, ada balas.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN"><span> </span>Selanjutnya, aspek yang akan datang (urusan masuk surga atau neraka) terlalu diberi penekanan yang berlebihan, sementara aspek kekinian yang sedang dijalani umat di dunia ini, tidak diberi perhatian secara tepat. Orang berlomba-lomba dengan penuh antusias ingin masuk surga dan berduyun-duyun menaikkan doa meminta berkat Tuhan bagi bangsa Indonesia. Namun sayangnya, tidak berlomba-lomba untuk memerangi keegoisan diri sendiri, tidak suka bekerja keras, tidak suka taat hukum, dan hidup tidak berdisiplin.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Keberagamaan di Indonesia mengalami keadaan yang memilukan, yaitu bangkrutnya kesalehan sosial, seolah-olah agama kehilangan perannya di tengah-tengah masyarakat. Apakah “agama” yang salah? Tidak! Kesalahan tentu bukan terletak pada agama itu sendiri, tetapi pada para pemeluknya.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Hasil survei pelaku bisnis<span> </span>yang dirilis pada hari Senin, 8 Maret 2010 oleh perusahaan konsultan <i>Political and Economic Risk Consultancy</i> (PERC) yang berbasis di Hong Kong menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang paling korup dari 16 negara Asia Pasifik yang menjadi tujuan investasi para pelaku bisnis. Padahal bangsa Indonesia dikenal sebagai “bangsa yang religius” yang didirikan di atas dasar nilai-nilai luhur Pancasila. Korupsi di negara ini justru dilakukan oleh orang-orang yang tidak tahu malu mengaku dirinya sebagai orang beragama. Sambil beribadat, sambil terus melakukan korupsi. Dengan hasil korupsi mereka menafkahi keluarganya, jalan-jalan ke luar negeri, menyuap jaksa dan hakim yang seharusnya memperjuangkan keadilan dan kebenaran, bahkan mungkin hasil korupsi itu sebagian diberikan ke rumah ibadat, untuk beramal dan bersedekah. Korupsi telah menjadi “dosa kolektif” yang membudaya dalam masyarakat kita. Dalam budaya korupsi, maka tindakan korupsi bukan lagi dianggap sebagai hal yang memalukan.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Menurut <i>Indonesia Corruption Watch</i> (ICW), dari 1 Januari sampai 30 Juni 2009, kasus korupsi yang terbongkar ada 86 kasus dengan 217 tersangka dan kerugian negara sebesar 1,17 triliun rupiah. Sedangkan dari 1 Januari sampai 30 Juni 2010, kasus korupsi yang terungkap malah meningkat drastis menjadi 176 kasus dengan tersangka 441 orang dan kerugian negara senilai 2,1 triliun rupiah (Subhan S.D., “Gagalnya Transformasi Nilai-Nilai”, <i>Kompas</i>, 10 Agustus 2010). Menurut ICW, pada periode Januari – Juni 2010 itu, aktor utama korupsi adalah kaum eksekutif, yaitu 280 pejabat dari berbagai tingkatan (63, 49%). Disusul oleh pihak swasta sebanyak 85 orang (19,27%), kemudian anggota Dewan sebanyak 52 orang (11,79%) menjadi tersangka korupsi (Ahmad Arif, “Korupsi Kemanusiaan, Kemanusiaan Yang Terkorupsi”, <i>Kompas</i>, 11 Agustus 2010).</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Praktik korupsi sebenarnya bukan hanya menimbulkan kerugian secara material bagi negara dan memukul sendi-sendi ekonomi bangsa, tetapi juga menjatuhkan harkat-martabat manusia sebagai gambar Allah yang seharusnya menjadi tuan dan penatalayan atas harta/uang, dan bukan sebagai budak harta/uang. Korupsi merusak moralitas bangsa dan menghambat terwujudnya keadilan sosial. Itulah sebabnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengategorikan praktik korupsi sebagai sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Bukan hanya korupsi yang merajalela, tetapi kekerasan antarumat beragama pun seringkali masih terjadi, sebuah “pekerjaan rumah” bagi pemerintah yang sepertinya tidak kunjung usai. Kita masih sering menyaksikan berbagai peristiwa penutupan rumah-rumah ibadah secara paksa dengan cara-cara yang jauh dari nilai-nilai hidup beragama. Bahkan yang menyedihkan adalah kekerasan antarsesama itu dilakukan atas nama agama, seolah-olah agama melegitimasi tindakan kekerasan itu. Hal ini diperkuat dengan laporan akhir tahun 2010 yang dikeluarkan oleh <i>Moderate Muslim Society</i> (MMS), terdapat 81 kasus intoleransi pada tahun 2010, diantaranya ada 33 aksi intoleransi yang dialami umat Kristen dan 25 aksi intoleransi yang dialami pengikut Ahmadiyah (Hasibullah Satrawi, “Mengenang Sang Pelindung Minoritas”, <i>Kompas</i>, 31 Desember 2010).</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Munculnya Perda-Perda Syariah dan Perda Injil yang diterapkan di wilayah tertentu di Indonesia, menunjukkan belum tuntasnya pemahaman dan implementasi mengenai hubungan antara agama dan negara. Padahal sejak awal berdirinya, negara Indonesia dibangun berdasarkan realitas kemajemukan yang diyakini sebagai rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa. Kemajemukan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga dinodai dengan merebaknya konsep “mayoritas dan minoritas” yang diimplementasikan dalam hubungan antarumat beragama yang rentan menimbulkan konflik sosial. Ada anggapan, minoritas harus selalu mengalah terhadap arogansi dan kekuasaan mayoritas.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Semua fakta di atas menunjukkan terjadinya krisis kesalehan sosial kita. Ternyata euforia hidup keberagamaan di Indonesia yang ditandai dengan meriahnya upacara keagamaan dan makin maraknya pendirian rumah-rumah ibadah, tidak serta-merta mendorong lajunya kesalehan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Mengapa dalam konteks negara kita, seakan-akan tidak ada korelasi antara religiositas dan kesalehan sosial? Dimanakah dampak pesan-pesan agama selama ini yang menebarkan keadilan, kebenaran, kebaikan, kejujuran, dan kasih kepada sesama manusia? Dimanakah peran agama dalam mewujudkan tatanan sosial yang lebih baik?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; line-height: 150%; text-indent: 36pt;"><span lang="IN">Saya menyadari, tidak ada jalan pintas untuk membentuk kesalehan sosial dalam masyarakat kita. Hal ini adalah sebuah proses panjang yang tidak mudah. Namun demikian, ada beberapa langkah mendasar yang dapat kita lakukan untuk mendorong lajunya kesalehan sosial. Pertama, kesalehan sosial harus dimulai dari keteladanan diri sendiri, terutama dimulai dari keteladanan para pemimpin negara dan pemimpin agama (rohaniwan). </span><span lang="IN">Pembentukan kesalehan sosial mensyaratkan sebuah keteladanan hidup. Masalahnya adalah </span><span lang="IN">masyarakat Indonesia “kehilangan” tokoh teladan. Alangkah ironisnya, jika seorang pejabat negara meminta rakyat untuk mencintai negara ini, tetapi dia sendiri mencuri uang negara. Seorang pendeta mengkhotbahi umat supaya saling menghargai, namun ia sendiri iri hati dan berusaha menjegal rekan pelayanannya. Benarlah apa yang pernah dinyatakan oleh </span><span lang="IN">Leo Tolstoy, “Banyak orang yang berambisi ingin mengubah dunia, tetapi terlalu sedikit orang yang berpikir untuk mengubah dirinya sendiri”. </span><span lang="IN">Kedua, pemerintah perlu menciptakan sistem dan iklim kehidupan bernegara yang mendorong lajunya kesalehan sosial melalui perlindungan dan penegakan hukum bagi setiap warganegaranya tanpa pandang bulu. Semboyan “<i>fiat justitia ruat caelum</i>” (tegakkan hukum walaupun langit harus runtuh) harus direalisasikan secara konkret oleh Pemerintah. Maraknya mafia hukum dan peradilan di Indonesia telah melukai hati seluruh rakyat yang merindukan tegaknya keadilan dan kebenaran. Ketiga, pesan-pesan keagamaan yang disampaikan oleh para rohaniwan harus mampu mengintegrasikan kesalehan individual dengan kesalehan sosial. Para pemimpin agama harus mendorong umatnya untuk tidak terkungkung dalam fanatisme identitas kelompoknya, tetapi berjuang untuk mewujudkan kedamaian dan kesejahteraan bersama. Kita patut belajar meneladani Gus Dur, dalam hal kemampuannya untuk memadukan dan menyelaraskan nilai-nilai luhur agama dengan nilai-nilai kebangsaan. <b>(Binsar)</b></span></div>Binsarhttp://www.blogger.com/profile/15374503627012692675noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3678991171009000884.post-32261751949506865542010-12-18T20:03:00.058+07:002010-12-18T20:31:03.005+07:00BANGGA BERAGAMA KRISTEN?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEge-RV3eLpBhBcosMBUU3XESUhCaNKx_tS-PUR1EEBPN-d2AxJiYHkSzRpSbzoxNeAcMhpW3JH23MNi8j_Yp2u13zSrStE5STCF748bhsvZx6rjY3inR9h487zgJzi4z3Q73yS5JYJ9Vu3K/s1600/Christian%5B1%5D.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEge-RV3eLpBhBcosMBUU3XESUhCaNKx_tS-PUR1EEBPN-d2AxJiYHkSzRpSbzoxNeAcMhpW3JH23MNi8j_Yp2u13zSrStE5STCF748bhsvZx6rjY3inR9h487zgJzi4z3Q73yS5JYJ9Vu3K/s200/Christian%5B1%5D.jpg" width="200" /></a></div><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> <br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 27pt;"><b><span style="font-size: small;"><i><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></i></span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 27pt;"><b><span style="font-size: small;"><i><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">Banggakah kita beragama Kristen? Orang Kristen berarti “orang yang menjadi pengikut Kristus”. Namun, pertanyaannya adalah apakah orang lain melihat Kristus yang hidup di dalam diri kita? Ada beberapa bentuk ungkapan atau ekspresi religius seseorang dalam hidup kekristenannya, yaitu:</span></i></span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 27pt;"><span style="font-size: small;"><i><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";"></span></i></span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 34pt; text-indent: -17pt;"><span style="font-size: small;"><i><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";"> </span></i></span><b><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";"><span>1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">Hidup kekristenan yang diwujudkan secara verbal. </span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">Dalam percakapan sehari-hari, kalau orang lain bertanya kepada kita: “Apa kabar?” Kadang-kadang (mungkin ada yang lebih sering lagi) kita menjawab: “Haleluya, Puji Tuhan!” Ketika sembuh dari sakit, kita juga biasanya berkata: “Haleluya!” Entah berapa kali kata itu diucapkan sebagai pemanis dalam percakapan atau dengan tujuan menunjukkan identitas kekristenan kita. Dalam doa-doa, kita juga menyebut dan memanggil nama “Tuhan” atau “Allah”, baik dalam doa-doa pendek maupun doa-doa yang panjang.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 34pt; text-indent: -17pt;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";"><span>2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">Hidup kekristenan yang diwujudkan secara ornamental.</span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">Pergi kemana-mana, orang Kristen tipe ini suka menggunakan simbol-simbol kekristenan. Memakai kalung salib, anting-anting bentuk salib, baju yang bergambar atau bertuliskan tentang iman Kristen (seperti: <i>Jesus loves me, I love Jesus</i>, dan sebagainya), dan di mobil dipasang sticker yang menyatakan identitas kekristenannya. Dari kejauhan orang lain sudah tahu, mobil itu milik orang Kristen.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 34pt; text-indent: -17pt;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";"><span>3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">Hidup kekristenan yang diwujudkan secara ritual-seremonial.</span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">Mungkin diantara kita ada orang Kristen yang sebelum dan sesudah makan selalu berdoa. Setiap hari bersaat teduh, bermeditasi. Setiap minggu pergi beribadah ke gereja, menyanyikan pujian kepada Allah, mengaku dosa, membaca Alkitab, dan memberikan persembahan. Di hari-hari tertentu atau hari-hari lain, mungkin kita melakukan doa puasa, mengikuti Perjamuan Kudus, memberitakan Injil, dan sebagainya. Hidup kita bergerak dari satu hari raya ke hari raya lainnya, mulai dari Natal, Jumat Agung, Paskah, Kenaikan Yesus, Pentakosta, dan sebagainya. Hidup kita dipenuhi jadwal ritus keagamaan, mulai dari ritual harian, mingguan, dan tahunan.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 34pt; text-indent: -17pt;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";"><span>4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">Hidup kekristenan yang diwujudkan secara intelektual.</span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">Yesus Kristus dalam Matius 22:37 memerintahkan kita untuk mengasihi Allah dengan seluruh keberadaan diri kita, termasuk mengasihi Allah dengan segenap “akal budi” kita (</span><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">NIV:<b> </b>“</span><i><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">Love the Lord your God... and with all your mind</span></i><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">”). </span><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">Setiap bentuk kekristenan yang menolak atau meremehkan arti pentingnya “pemikiran” atau “intelektualitas”, bukanlah kekristenan yang Alkitabiah. Itulah sebabnya, kepercayaan Kristen diformulasikan dalam bentuk doktrin atau pengakuan iman. Hasil konsili dari Bapa-Bapa Gereja (misalnya, Konsili Chalcedon tahun 451) memuat “rumusan intelektual-teologis” tentang iman Kristen, khususnya berkaitan tentang doktrin Kristus. Demikian pentingnya identitas iman Kristen yang dirumuskan secara intelektual-teologis, maka dalam setiap kebaktian hari Minggu, kita mengikrarkan Pengakuan Iman Rasuli. <span> </span></span></div><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> <div class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">Seorang tipe intelektual, merasa sangat dekat dengan Allah ketika mempelajari sesuatu yang baru tentang Dia yang sebelumnya tidak dipahaminya. Doktrin atau pengajaran iman Kristen menjadi sesuatu yang sangat menarik dan membangkitkan hasratnya untuk lebih mengasihi Allah.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">Apakah salah mengekspresikan hidup kekristenan dengan keempat bentuk di atas? Tentu tidak! Hidup kekristenan tidak mungkin bisa terlepas dari ekspresi religius secara verbal, ornamental, ritual-seremonial, dan intelektual. Keempat bentuk ekspresi religius itu jika dipahami dan dipraktikkan secara tepat dan proporsional, justru makin memperdalam keintiman relasi seseorang dengan Allah. Tetapi mengapa terdapat beberapa bagian Alkitab yang mengecam ekspresi religius di atas?</span></div><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS"; font-size: 12pt;"> Misalnya, terhadap orang yang sebentar-sebentar menyebut nama “Tuhan”, Yesus memperingatkan, “<i>Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! Akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku</i>...” (Matius 7:21). Mengenai orang yang suka memakai ornamen atau atribut religius, Yesus berkata, ”</span><i><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS"; font-size: 12pt;">Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang</span></i><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS"; font-size: 12pt;">”</span><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS"; font-size: 12pt;"> (Matius 23:5).</span><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS"; font-size: 12pt;"> </span><br />
<span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS"; font-size: 12pt;"> Selanjutnya, kepada mereka yang sangat menekankan ibadah ritual-seremonial, firman Tuhan memperingatkan,”</span><i><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS"; font-size: 12pt;">Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah dan berkelahi serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena. Dengan caramu berpuasa seperti sekarang ini suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi. Sungguh-sungguh inikah berpuasa yang Kukehendaki, dan mengadakan hari merendahkan diri, jika engkau menundukkan kepala seperti gelagah dan membentangkan kain karung dan abu sebagai lapik tidur? Sungguh-sungguh itukah yang kausebutkan berpuasa, mengadakan hari yang berkenan pada TUHAN? Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri</span></i><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS"; font-size: 12pt;">! </span><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS"; font-size: 12pt;">(Yesaya 58:4-7).</span><br />
<span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS"; font-size: 12pt;"> </span><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS"; font-size: 12pt;">Terhadap mereka yang menekankan ekspresi religius dalam bentuk intelektual, ada bahaya yang harus diwaspadai, yaitu kesombongan rohani, suka perdebatan teologis dengan sikap menghakimi, atau tahu banyak tentang kebenaran, tetapi mengabaikan kebenaran. FirmanTuhan mengingatkan, “</span><i><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS"; font-size: 12pt;">Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar. Hai manusia yang bebal, maukah engkau mengakui sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong</span></i><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS"; font-size: 12pt;">?” (Yakobus 2:19-20).</span><br />
<!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> <br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">Lalu kita mulai berpikir, apa yang salah dengan ekspresi religius demikian? Ternyata Allah sangat mengecam ekspresi religius (verbal, ornamental, ritual-seremonial, dan intelektual) yang terpisah dari kesucian hidup sehari-hari (ibadah moral). Dr. John Stott pernah menulis, “Ibadah tanpa kesucian hidup adalah kebencian di mata Allah!” Allah melalui nabi Amos, pernah mengecam umat Israel yang melakukan ibadah lahiriah, tetapi hidup mereka mengabaikan kebenaran dan keadilan terhadap sesama manusia</span><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">: “</span><i><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu. Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar. Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir</span></i><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">” (Amos 5:21-24).</span></div><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> <div class="MsoNormal" style="text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">Iman Kristen yang sejati tidak membuang atau merendahkan nilai dari ekspresi religius verbal, ornamental, ritual-seremonial, dan intelektual, tetapi keempat hal itu saja tidak cukup. Ekspresi keagamaan yang sejati harus melibatkan bentuk kelima, yaitu “ibadah rohani”, ibadah moral, ibadah yang meliputi seluruh aspek hidup untuk melakukan kehendak Allah. Hal ini ditegaskan oleh rasul Paulus, “</span><i><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati</span></i><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";">” (Roma 12:1).</span><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS";"> Paulus mengingatkan kita bahwa ibadah sejati, bukan sekadar ekspresi verbal, ornamental, ritual-seremonial, dan intelektual, tetapi seluruh hidup kita yang menyenangkan hati Tuhan.</span><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS"; font-size: 12pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS"; font-size: 12pt;">Lalu, bolehkah kita bangga beragama Kristen? Silakan, boleh-boleh saja. Tetapi salah besar dan sangat disayangkan, jika hidup kekristenan kita hanya diungkapkan sebatas pada ekspresi religius verbal, ornamental, ritual-seremonial, dan intelektual. Seringkali kita terjebak dalam formalisme, ritualisme, dan simbolisme agama Kristen, sedangkan esensi kekristenan atau inti ibadah itu sendiri luput dari keseharian kita.</span><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS"; font-size: 12pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS"; font-size: 12pt;">Filsuf Francois Duc de Levis (1764-1830) pernah menulis, “<i>Noblesse oblige</i>”, yang artinya, “sebutan yang luhur mengandung tanggung jawab yang luhur pula”. “Orang Kristen adalah pengikut Kristus”, sungguh sebuah sebutan yang luhur dan mulia. Oleh sebab itu, hidup kekristenan seharusnya diwujudnyatakan dalam perilaku yang luhur, yaitu perilaku yang menyerupai Kristus. Hidup yang berbelas kasihan kepada sesama, memperjuangkan hak-hak orang lemah, berjuang menghapuskan diskriminasi, menabur kasih, perdamaian, dan pengampunan di tengah-tengah kebencian dan pertikaian, rela berkorban untuk kepentingan sesama, menegakkan keadilan dan kebenaran, dan seterusnya. Jika kita mengaku diri Kristen, tetapi hidup keseharian kita jauh dari teladan Kristus, apa kata dunia? Kita harus malu, sungguh-sungguh malu, jika ada orang yang bukan Kristen, tetapi hidup kesehariannya “lebih baik” daripada kita yang mengaku diri Kristen. (<b><i>By: Binsar</i></b>)</span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 27pt;"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="font-family: "Trebuchet MS"; font-size: 12pt;"> </span></div><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--><br />
<!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--><br />
<br />
<!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]-->Binsarhttp://www.blogger.com/profile/15374503627012692675noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3678991171009000884.post-24416997466896983942010-11-13T15:23:00.000+07:002010-11-13T15:23:16.291+07:00Mempelajari Alkitab Tanpa Rasa Haus Akan Allah<!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> <br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://www.thebiblehope.org/filecabinet/praying-over-bible.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="150" src="http://www.thebiblehope.org/filecabinet/praying-over-bible.jpg" width="200" /></a></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify;">“Seandainya saya menjadi Iblis, salah satu tujuan saya adalah menghentikan orang menyelidiki Alkitab. Sebagai Iblis, saya tahu bahwa Alkitab adalah firman Allah yang mengajar orang mengenal, mengasihi dan melayani Tuhan yang bersabda melalui Alkitab. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menghalangi orang datang kepada Alkitab.” (Terjemahan bebas dari prakata Dr. James I. Packer dalam buku Knowing Scripture)</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Alkitab adalah buku terlaris nomor satu di dunia dan buku yang paling banyak diterjemahkan sampai saat ini. Alkitab telah diterjemahkan lebih dari 2.100 bahasa dan dialek yang berbeda.<sup>1</sup> Bahkan sementara Anda membaca artikel ini, ada para misionaris di berbagai belahan dunia yang mempelajari berbagai bahasa supaya dapat menerjemahkan Alkitab atau bagian-bagian Alkitab ke dalam bahasa lain. Di Amerika Serikat, penjualan tahunan rata-rata Alkitab kurang lebih 200 juta US dollar !<sup>2</sup> Namun United States Bible Societies mengeluh : <i>“Diperkirakan bahwa sembilan dari sepuluh orang Amerika memiliki Alkitab, tetapi kurang dari setengah jumlah tersebut membacanya.” </i><sup>3</sup> </div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Jumlah populasi Amerika Serikat kurang lebih 270 juta. Namun organisasi jajak pendapat <i>Gallup </i>menemukan hanya 11% populasi Amerika membaca Alkitab <i>setiap hari.</i> Data tahun 1994 menyatakan hanya 32% orang Amerika percaya kebenaran Alkitab, 67% menyangkal ada sesuatu yang dapat disebut kebenaran mutlak dan 70% berkata bahwa tidak ada kemutlakan moral.<sup>4</sup></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Penduduk Amerika Serikat mayoritas beragama Kristen, tetapi nilai-nilai kekristenan banyak dibuang dan di sana mengalami krisis moral yang sangat besar. Bukankah semua ini hal yang sangat ironis ? Sejarah mengajar kita satu<span> </span>hal : <i>dimana Alkitab begitu mudah didapat, disitu Alkitab justru tidak dihargai !</i> </div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Kita mempelajari Alkitab bukan karena Alkitab mudah didapat. Bukan karena diberi orang tua atau gereja. Bukan karena kita pelayan Tuhan atau aktivis gereja. Bukan karena ada waktu luang. Bukan juga karena kegiatan rutin atau menghindari perasaan bersalah kalau tidak membaca Alkitab. Tetapi karena Alkitab adalah firman Allah sendiri. Dalam Alkitab, Allah memperkenalkan diri-Nya, mengungkapkan isi hati-Nya dan menyatakan kehendak-Nya. Mendengarkan Alkitab berarti mendengarkan Allah, mengabaikan Alkitab berarti mengabaikan Allah. Dalam II Timotius 3 : 15-16 dikatakan : <i>“Ingatlah juga bahwa sejak kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan melalui iman kepada Kristus Yesus. Seluruh Kitab Suci diilhamkan Allah dan bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.”</i> (Alkitab Perjanjian Baru Terjemahan LAI edisi ke-2).</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Oleh sebab itu, mempelajari Alkitab<span> </span>bukan sekedar kewajiban, tetapi merupakan <i>hak istimewa</i> setiap orang Kristen. Ini adalah anugerah Allah yang besar bagi kita semua.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Yesus meringkaskan intisari kehidupan Kristen sebagai mengasihi Allah dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap akal budi, serta mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri (Matius 22 : 36-40). Tetapi bagamana caranya kita mengasihi Allah ? Beberapa orang beranggapan mengasihi Allah berarti rajin ke gereja, berdoa, membaca Alkitab, melakukan penginjilan, menjadi aktivis gereja, melakukan hal-hal yang baik atau menghubungkannya dengan daftar panjang : ‘yang harus dilakukan dan yang jangan dilakukan’. Walaupun semua ini baik dan bermanfaat, tetapi itu bukanlah inti kehidupan iman Kristen yang Tuhan Yesus maksudkan. Meskipun peraturan itu mungkin berdasarkan Alkitab, tetapi akhirnya kita lebih sering mengasihi peraturan daripada mengasihi Allah sendiri, lebih mementingkan arti harafiah hukum dapat membuat kita kehilangan arti sesungguhnya.<sup>5</sup> Jika intisari kehidupan Kristen sama dengan peraturan dan aktivitas keagamaan, maka kita akan selalu mengejar kebenaran pribadi <i>(legalisme).</i></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Yesus menjawab bagaimana kita dapat mengasihi Allah. Yesus berkata : <i>“Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan mentaati segala perintah-Ku” (Yohanes 14:15).</i> Mengasihi Allah berarti mentaati perintah-perintahNya dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap akal budi. Mentaati perintah-perintah-Nya berarti hidup sesuai seperti yang diajarkan Alkitab. Mempelajari Alkitab bukanlah tujuan hidup orang Kristen. Mempelajari Alkitab adalah sarana untuk dapat mengasihi, memuliakan Allah dan bertumbuh makin serupa dengan Kristus (Roma 8:29). Motivasi kita mempelajari Alkitab haruslah selalu ketaatan, belajar bagaimana kita dapat mengikuti Tuhan dengan lebih setia dari hari ke hari.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Mengapa orang Kristen mengalami krisis moral ? Mengapa kita tidak dapat berfungsi sebagai garam dan terang dengan baik ? Mengapa seringkali muncul sikap kesombongan rohani dalam diri kita ? Mengapa muncul pengajaran-pengajaran yang simpang siur dalam kekristenan ? Mengapa gereja kehilangan kekuatan untuk bersaksi di tengah-tengah dunia ? Karena Alkitab tidak dipelajari dengan kerendahan hati, tidak ditafsirkan secara utuh dan benar, dan tidak ditaati dengan sepenuh hati. Kita seringkali tidak mempelajari Alkitab dengan sikap hati yang menyembah Allah. Kita seringkali terlalu mengandalkan pengetahuan teologis kita dan kemampuan kita dalam menafsirkan Alkitab. Betulkah hati kita sujud menyembah Allah tatkala kita mempelajari Alkitab ? Betulkah kita membiarkan firman-Nya melalui Roh Kudus bekerja untuk menyelidiki hati kita, mengoreksi kita, menyatakan dosa-dosa kita yang sekecil-kecilnya dan membersihkan hati kita ? Ataukah kita lebih sering terjebak dalam ritualitas agama tanpa makna dan kuasa ? Mari kita merenung dalam diri kita masing-masing.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Kita harus mempelajari Alkitab dengan kehausan dan kerinduan yang dalam akan Allah. Kalau tidak kegiatan ini akan kering, membosankan dan yang paling berbahaya kita dapat jatuh ke dalam spirit Farisiisme. Saat mempelajari Alkitab, kita bukan terutama mencari informasi, pengetahuan atau kepuasan, tetapi pertumbuhan rohani, perubahan hati dan pikiran, sikap dan kasih yang makin membara kepada Allah. Jangan sampai kita mengasihi Alkitab lebih dari Penulis Ilahinya (Allah). <i>Sebab mengetahui isi Alkitab tidak sama dengan mengenal Allah, menyukai isi Alkitab tidak sama dengan mengasihi Allah dan mendengarkan Alkitab tidak sama dengan mendengarkan Allah. Orang-orang Farisi mengetahui isi Alkitab, menyukai isi Alkitab dan mempelajari isi Alkitab; tetapi mereka tidak mengenal, tidak mengasihi dan tidak mendengarkan Allah (Yohanes 5 : 37-40).</i><sup>6</sup> Bukan mereka yang mendengarkan firman Allah yang akan diberkati, tetapi mereka yang mentaati firman itu (Yakobus 1 : 22-25).</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Disiplin mempelajari Alkitab dan doa yang teratur tanpa disertai kehausan akan Allah, tanpa disertai kualitas hubungan yang intim dengan Allah, tidak akan memberikan banyak faedah dalam kehidupan rohani kita. Betapapun luasnya pengetahuan Alkitab Anda dan meskipun Anda memiliki karunia-karunia yang kuat, Anda akan menjadi sombong rohani dan menyakiti orang lain <i>jika</i> Anda tidak teratur datang ke hadirat Allah.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify; text-indent: 18pt;">Marilah kita mempelajari Alkitab dengan sikap beribadah menyembah Allah dan berdoa seperti Pemazmur : <i>“Lakukanlah kebajikan kepada hamba-Mu ini, supaya aku hidup, dan aku hendak berpegang pada firman-Mu. Singkapkanlah mataku, supaya aku memandang keajaiban-keajaiban dari Taurat-Mu” </i>(Mazmur 119 : 17-18)</div><div style="border-color: windowtext -moz-use-text-color -moz-use-text-color; border-style: solid none none; border-width: 1pt medium medium; font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; padding: 1pt 0cm 0cm;"> <div class="MsoNormal" style="border: medium none; padding: 0cm; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><b><i>Catatan kaki :</i></b></div></div><div style="border-color: windowtext -moz-use-text-color -moz-use-text-color; border-style: solid none none; border-width: 1pt medium medium; font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 18pt; margin-right: 0cm; padding: 1pt 0cm 0cm;"> <div class="MsoNormal" style="border: medium none; margin-left: 24.75pt; padding: 0cm; text-align: justify; text-indent: -24.75pt;"><span>1.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><i>World Annual Report 1995</i> (Reading England. Bulletin Number 176/177), 271. Dalam buku “Bagaimana Jika Alkitab Tidak Ditulis?” (Judul asli : <i>Why If The Bible had</i> <i>Never Been Written?</i>), D. James Kennedy & Jerry Newcombe, Interaksara 1999, hal 18</div><div class="MsoNormal" style="border: medium none; margin-left: 24.75pt; padding: 0cm; text-align: justify; text-indent: -24.75pt;"><span>2.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><i>United Bible Societies World Report 316</i> (Reading England, January 1997)</div><div class="MsoNormal" style="border: medium none; margin-left: 24.75pt; padding: 0cm; text-align: justify; text-indent: -24.75pt;"><span>3.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span>Ibid, 32</div><div class="MsoNormal" style="border: medium none; margin-left: 24.75pt; padding: 0cm; text-align: justify; text-indent: -24.75pt;"><span>4.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span>“How Often We Read the Bible?”, USA Today, February 1, 1990</div><div class="MsoNormal" style="border: medium none; margin-left: 24.75pt; padding: 0cm; text-align: justify; text-indent: -24.75pt;"><span>5.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span>Charles Colson. <i>A Dangerous Grace</i> (Sebuah Karunia Berbahaya). Interaksara 1999, hal 88.</div><div class="MsoNormal" style="border: medium none; margin-left: 24.75pt; padding: 0cm; text-align: justify; text-indent: -24.75pt;"><span>6.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span>Jack Deere. <i>Surprised By The Power Of The Spirit.</i> Yayasan ANDI 1998, hal 295.</div></div>Binsarhttp://www.blogger.com/profile/15374503627012692675noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3678991171009000884.post-38076653798583424302010-11-13T13:51:00.000+07:002010-11-13T14:11:46.350+07:00Kristus Pengantara Persekutuan Kristen yang Sejati<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFiIRI6upvI3if7dc0QoqSoW76JDtpzU8NMhnEwzsKQhdC3sJXv6JZifX52McrIXAAjKR0H2N0PhgE-USnoaElQhfmB6RlfYn6ClF5bazBYhGH_gsWsMic5GxgzQ7qjWzBhC562WQMLCCB/s1600/IMG_2869.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFiIRI6upvI3if7dc0QoqSoW76JDtpzU8NMhnEwzsKQhdC3sJXv6JZifX52McrIXAAjKR0H2N0PhgE-USnoaElQhfmB6RlfYn6ClF5bazBYhGH_gsWsMic5GxgzQ7qjWzBhC562WQMLCCB/s320/IMG_2869.JPG" width="320" /></a></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Comic Sans MS"; font-size: 8pt;"> <span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; font-size: small;"> </span></span><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; font-size: small;"><b><span lang="IN">K</span></b>ita sudah sering mendengar kalimat<i> ”Kristus adalah pengantara antara Allah dengan manusia”."Kristus memperdamaikan manusia berdosa dengan Allah Bapa di surga melalui jalan salib”. </i>Tapi kita mungkin jarang mendengar kalimat<b> “Kristus sebagai pengantara antara orang Kristen yang satu dengan orang Kristen yang lain”. </b>Tanpa kita menjadikan Kristus sebagai pengantara hubungan kita dengan saudara-saudara seiman yang lain, maka tidak mungkin terbentuk persekutuan Kristen yang sejati. Bagaimana Kristus menjadi pengantara antara saya dengan saudara seiman saya yang lain? Seorang teolog Jerman, <b>Dietrich Bonhoeffer </b>memberikan jawaban yang tepat untuk pertanyaan tersebut. Bonhoeffer mengatakan bahwa Kristus menjadi pengantara dalam persekutuan Kristen dengan dua cara berikut:</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><b><span lang="IN">Pertama</span></b><span lang="IN">, </span><span lang="IN">setiap orang Kristen memerlukan orang Kristen lain oleh karena Yesus Kristus. Maksudnya Kristuslah yang membimbing kita masuk ke dalam suatu kehidupan bersama. Saya memerlukan Kristus untuk membenarkan dan menyelamatkan saya. Karena hanya Dia yang dapat melakukan hal itu<b>. </b>Tetapi untuk dapat beriman dalam Kristus, saya memerlukan komunitas. Ketika Kristus menarik diri saya kepada diriNya, Dia mula-mula menarik diri saya kepada komunitas yang di dalam-Nya kristus diberitakan, Firman-Nya diyakini dan Roh-Nya berperan aktif. Karena saya memerlukan Kristus, maka saya memerlukan orang lain untuk membawa saya pada Kristus, bahkan tidak berhenti pada sampai di situ. Pertumbuhan iman saya juga memerlukan dukungan saudara seiman yang lain. Kita tidak dapat memonopoli Kristus secara pribadi, terpisah dari tubuh Kristus.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><b><span lang="IN">Kedua</span></b><span lang="IN">, </span><span lang="IN">Kristus menjadi pengantara persekutuan Kristen berarti kita hanya dapat bersekutu dengan saudara-saudara seiman yang lain hanya melalui Yesus Kristus. Jadi bukan saja saya memerlukan Kristus, tetapi juga karena saya memerlukan Kristus supaya saya dapat bersekutu dengan saudara seiman saya.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><span lang="IN"> </span><b><span lang="IN">K</span></b><span lang="IN">edua pengertian di atas, mematahkan anggapan bahwa persekutuan Kristen dibangun atas dasar kita diciptakan sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lain, seperti yang dipahami oleh kebanyakan orang. Karena yang berinisiatif mula-mula adalah Kristus, bukan dari diri kita sendiri. Kristus yang membangun persekutuan Kristen, bukan kita. Hal ini membawa implikasi baru bagi kita, yaitu <i><u>persekutuan dengan saudara-saudara seiman adalah salah satu anugerah Allah.</u></i> Karena anugerah, maka hal ini bukan hasil usaha dari gereja, bukan hasil usaha dari pengurus/aktivis, bukan hasil kemampuan kita berkomunikasi dengan orang lain, sehingga persekutuan itu ada. Karena persekutuan ini merupakan anugerah, maka harus dihargai dan dipelihara.</span></span></div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: small;"> <b><span lang="IN">S</span></b>aya mencoba membayangkan, alangkah indahnya persekutuan Kristen pada jemaat mula-mula (Baca Kisah Para Rasul 4:32-37). Alkitab mengatakan mereka sehati sejiwa. Mereka bukan hanya berbagi rasa tetapi juga berbagi harta. Mereka menganggap kepentingan orang lain lebih utama dari kepentingan pribadi. Saya percaya bagian Firman Tuhan ini tidak menentang adanya kepemilikan pribadi. Tetapi menggambarkan bahwa mereka kaya dalam kemurahan dan kebaikan. Mereka selalu mengaitkan kepentingan dan kepemilikan pribadi mereka dalam konteks tubuh Kristus. Mereka hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah. Kapan persekutuan kita dapat mencapai tingkat kedewasaan iman seperti ini? Kiranya Tuhan menolong kita semua. Amin! </span></div>Binsarhttp://www.blogger.com/profile/15374503627012692675noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3678991171009000884.post-85076692158480261892010-11-13T13:43:00.001+07:002010-11-13T14:19:24.802+07:00Apakah Fokus Ibadah Telah Bergeser Dalam Gereja Kita?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://fbclansford.net/images/childpraying.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="201" src="http://fbclansford.net/images/childpraying.jpg" width="400" /></a></div><br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoFootnoteText" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 36pt;"><span lang="IN" style="font-size: 12pt;"> Sekilas judul artikel ini nampak aneh kedengarannya. Semua orang Kristen pasti setuju bahwa fokus atau pusat ibadah dalam gereja adalah Allah sendiri. Namun inti permasalahannya bukanlah pada masalah siapa yang seharusnya menjadi fokus ibadah kita, tetapi masalahnya adalah dalam realita praktisnya apakah benar Allah adalah fokus ibadah kita? Hal ini perlu kita renungkan dan pikirkan dengan sungguh-sungguh, karena secara tidak sadar seringkali orang Kristen terjebak dengan membuat berhala rohani dalam ibadahnya. Istilah “ibadah” yang digunakan dalam artikel ini mengacu pada ruang lingkup yang lebih luas, yaitu seluruh aktivitas kegiatan gerejawi, baik ibadah dalam kebaktian maupun pelayanan-pelayanan gerejawi.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Ada beberapa ciri yang dapat digunakan untuk mendeteksi bahwa fokus ibadah dalam gereja kita <i>mulai</i> atau <i>sudah </i>bergeser/menyimpang, yaitu :</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN">1.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><b><i><span lang="IN">Pengalaman dan perasaan keagamaan lebih diutamakan daripada kebenaran firman Tuhan.</span></i></b><span lang="IN"> </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN">Saya tidak setuju hal ini hanya terjadi di kalangan gereja-gereja Karismatik. Cukup banyak dalam gereja-gereja Injili, pergeseran seperti ini telah menyusup dengan cara yang halus dan seringkali tidak disadari. Gereja-gereja Injili memang tidak mempraktekkan pengalaman karunia berbahasa roh seperti di gereja-gereja Karismatik, tetapi hal ini tidak berarti bahwa gereja-gereja Injili tidak mungkin terpengaruh oleh maraknya penekanan pada pengalaman dan perasaan keagamaan saja. Ini tidak berarti saya merendahkan nilai pengalaman dan perasaan keagamaan. Pengalaman dan perasaan mempunyai nilai dalam iman Kristen, tetapi pengalaman dan perasaan keagamaan yang sejati harus berakar dalam kebenaran Alkitab.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN">Salah satu hal yang mencolok bagaimana perasaan dan pengalaman keagamaan telah menjadi pusat dalam ibadah kita adalah masalah penggunaan jenis lagu-lagu pujian. Menurut Alkitab, jalan masuk ke hadirat Allah adalah melalui iman kepada Kristus dan kepercayaan kepada firman-Nya yang kudus (Yohanes 14:6; Ibrani 9:24-28), tetapi pada masa kini banyak orang Kristen secara tidak sadar beranggapan bahwa jalan masuk ke hadirat Allah adalah melalui emosi dan tindakan-tindakan badani, seperti mengangkat tangan, telapak tangan menghadap ke atas dengan diiringi musik, melepaskan emosi, dan hal ini dipandang sebagai cara untuk membuka pintu kepada realitas ilahi.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3678991171009000884#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN" style="font-size: 12pt;">[1]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN">Saya pernah mengamati ibadah sebuah gereja. Dalam salah satu kebaktian umum yang sebagian besar dihadiri oleh orang tua (berusia 40 tahun ke atas), lagu-lagu <i>hymns</i> sering dinyanyikan. Tetapi dalam Kebaktian Pemuda, lagu-lagu <i>hymns </i>itu hampir tidak pernah dinyanyikan. Mereka menyukai lagu-lagu rohani kontemporer. Kaum muda di gereja itu beranggapan bahwa lagu-lagu <i>hymns</i> adalah lagu-lagu zaman dahulu yang ketinggalan zaman, hanya cocok untuk orang tua, iramanya tidak bersemangat, membuat “ngantuk,” dan kurang membangkitkan gairah sukacita. Intinya adalah lagu-lagu <i>hymns </i>tidak cocok dan tidak relevan lagi bagi kaum muda pada masa kini. Yang paling mengagetkan saya adalah ada seorang aktivis pemuda yang mengatakan pada saya bahwa lagu-lagu kontemporer membuat dirinya lebih dekat kepada Tuhan daripada lagu-lagu hymns!</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN">Melihat kondisi ini saya bertanya dan merenung dalam hati : Siapa yang salah dalam hal ini? Apakah benar lagu-lagu hymns itu ketinggalan zaman? Apakah benar lagu-lagu itu tidak relevan bagi perkembangan jiwa kaum muda masa kini? Apakah para hamba Tuhan di gereja itu tidak pernah menjelaskan karakteristik dan sejarah lagu-lagu hymns?</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN">Saya bukan anti lagu-lagu rohani kontemporer, walaupun kita harus menyikapinya dengan kritis dan selektif. Saya sadar musik gereja terus berkembang dan Allah membangkitkan banyak orang untuk menulis lagu-lagu rohani yang baik. Saya yakin membuat lagu dan musik rohani yang agung jauh lebih sulit daripada membuat naskah khotbah yang bermutu. Oleh sebab itu, tidak semua lagu rohani bermutu, baik dari segi irama maupun isi pengajarannya. Kita jangan pernah melupakan orang-orang yang pernah diurapi oleh Tuhan dalam sejarah untuk menuliskan lagu-lagu pujian yang agung. Lagu pujian yang agung lahir dari pergumulan hidup bersama dengan Allah dan dari jiwa yang kagum dan hormat akan keindahan dan keagungan Allah. Saya percaya jenis lagu-lagu pujian yang disukai seseorang sedikit banyak menggambarkan siapa diri orang itu sebenarnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN">David Wells melakukan riset dan analisa terhadap sebagian besar lagu-lagu rohani kontemporer masa kini, yang disebutnya sebagai lagu pujian spiritualitas pascamodern. Wells menyimpulkan 58,9% lagu-lagu tersebut tidak mempunyai dasar doktrinal, sebaliknya hampir tidak ditemukan lagu-lagu pujian hymns yang tidak menjelaskan atau mengembangkan aspek tertentu dari doktrin Kristen.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3678991171009000884#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN" style="font-size: 12pt;">[2]</span></span></span></a> Tema-tema tentang dosa, pertobatan, kerinduan akan kekudusan hanya 3,6% dari lagu pujian kontemporer. Tema tentang kekudusan Allah hanya 4,3%, tetapi tema tentang kasih Allah yang dirangkai dengan kiasan-kiasan romantis tentang mengasihi Allah menempati 10,4% dari lagu pujian kontemporer.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3678991171009000884#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN" style="font-size: 12pt;">[3]</span></span></span></a> Pemikiran tentang mengasihi Allah, dan kadang-kadang menjadi kekasih Allah yang merupakan ciri lagu pascamodern mengantikan penekanan terhadap pengudusan dan komitmen yang merupakan karakteristik himne klasik.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3678991171009000884#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN" style="font-size: 12pt;">[4]</span></span></span></a></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN">Misalnya salah satu lagu pujian kontemporer yang sering dinyanyikan adalah :</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">Kukasihi kau dengan kasih Tuhan,</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">Kukasihi kau dengan kasih Tuhan.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">Kulihat di wajahmu kemuliaan Raja.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">Kukasihi kau dengan kasih Tuhan.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN">Setiap kalimat dari lagu pujian di atas tidak memberikan penjelasan tentang apa arti mengasihi orang lain dengan kasih Tuhan. Apa hubungan antara mengasihi orang lain dengan melihat kemuliaan Raja pada wajah orang lain? Mengapa ada kemuliaan Allah pada wajah orang lain? Lagu ini tidak memberikan penjelasan apa-apa. Disamping itu, lagu-lagu pujian kontemporer cenderung berfokus pada diri sendiri/manusia.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN">Bandingkan dengan salah satu pujian hymns yang ditulis oleh orang buta, yaitu Fanny Crosby berjudul <i>To God be the Glory</i> (1875), dalam bait pertamanya menyatakan:</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">To God be the glory, great things He hath done;</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">So loved He the world that He gave us His Son,</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">Who yielded His life an atonement for sin </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">And opened the life gate that all may go in.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">Ref.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">Praise the Lord! Praise the Lord!</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">Let the earth hear His voice!</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">Praise the Lord! Praise the Lord!</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">Let the people rejoice!</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">O come to the Father, through Jesus the Son</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">And give Him the glory, great things He hath done.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN">Ada dasar doktrinal yang dijelaskan melalui lagu tersebut dan terdapat kesinambungan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain dalam lagu itu. Lagu itu menyatakan betapa besarnya kasih Allah akan dunia ini, sehingga Dia mengaruniakan Anak-Nya dengan mempersembahkan diri-Nya sebagai korban penebusan dosa. Dengan demikian, manusia berdosa bisa datang kepada Allah, Bapa melalui Yesus Kristus, Anak Allah, sehingga segala pujian dan kemuliaan kita berikan kepada Allah atas karya-Nya yang besar bagi kita. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN">Hal lain yang perlu diwaspadai adalah seringkali kita mempunyai pemahaman yang keliru tentang “makna bersukacita di dalam Allah.” Kita merasa bersukacita jika lagu-lagu pujian yang dinyanyikan begitu menyentuh hati kita dan suasana ibadah yang membuat perasaan kita “nyaman.” Kita merasa bersukacita jika telah mengalami hal-hal yang baik dalam hidup ini. Pada akhirnya hal ini membawa kita kepada pemahaman yang subjektif tentang kasih dan kebaikan Allah, yaitu Allah itu baik bukan karena Allah secara objektif pada diri-Nya sendiri adalah baik, tetapi kebaikan Allah menjadi bergantung pada perasaan dan pengalaman manusia. Ukuran dan persepsi manusia yang menentukan apakah Allah itu baik atau tidak. Bukankah hal ini yang sering terjadi dalam diri kita? </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN">Menurut Richard Baxter, bersukacita di dalam Allah bukanlah luapan kegembiraan, emosi atau kenyamanan, tetapi suatu kepuasan batin yang rasional dan kokoh di dalam Allah dan kekudusan-Nya, yang timbul dari pemahaman yang riil akan hal-hal demikian di dalam diri-Nya.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3678991171009000884#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN" style="font-size: 12pt;">[5]</span></span></span></a> Dengan demikian bersukacita di dalam Allah, bukanlah kepuasan sesaat, tetapi merasakan kepuasan total bersama Allah dalam setiap aspek kehidupan kita, bahkan dalam penderitaan dan ketakutan sekalipun.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3678991171009000884#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN" style="font-size: 12pt;">[6]</span></span></span></a> Tidak heran, rasul Paulus ketika dalam penjara sekalipun, tetap mengucap syukur dan bersukacita di dalam Allah (Filipi 1:3-5; 4:4).</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN">Orang Kristen yang menekankan pengalaman keagamaan bergumul untuk mencari tingkat perasaan tertentu lebih daripada mencari Allah sendiri. Orang-orang seperti ini mudah terbawa ke dalam puncak emosionalisme yang berlebihan. Keseimbangan antara akal budi dan emosi merupakan hal yang sangat penting dalam ibadah Kristen. Kita dipanggil untuk mengasihi dan menyembah Allah bukan hanya melibatkan aspek hati dan perasaan kita saja, tetapi dengan <i>seluruh keberadaan diri kita</i> (Matius 22:37-40). </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN">2.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><b><i><span lang="IN">Melayani program-program gereja, bukan melayani Allah yang hidup.</span></i></b><span lang="IN"> </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN">Apakah gereja telah melayani “berhala rohani” yang bernama : <i>program gereja?</i> Ketika gereja berdiri, gereja memang perlu visi, misi dan sasaran yang yang harus dicapai. Semua itu dituangkan dalam program gereja. Tanpa semua itu gereja berjalan tanpa arah yang jelas. Bekerja dan melayani tanpa perencanaan yang matang bertentangan dengan karakter Allah. Dengan demikian, program gereja harus ada dan sangat penting. Tetapi kita jangan pernah lupa : betapapun hebatnya program-program yang dimiliki gereja dan betapapun banyaknya talenta atau potensi dari para pengurus/aktivitis, tanpa anugerah, kuasa dan urapan Roh Kudus, semua itu akan sia-sia belaka. Komitmen pelayanan harus lahir bukan karena kesetiaan kepada (program) gereja, tetapi karena kesetiaan kepada Allah yang menganugerahkan pelayanan itu kepada kita. Kita jangan berfokus pada apa yang dapat kita perbuat bagi gereja, tetapi harus berfokus pada apa yang mau Allah perbuat bagi gereja-Nya melalui kita sebagai alat-Nya. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN">Terlalu sering saya melihat banyak gereja yang lebih mengutamakan program gereja daripada visi dan kehendak Allah. Akibatnya gereja kehilangan kepekaan untuk mendengar suara Sang Gembala dan Kepala Gereja, sehingga kegiatan gereja berjalan apa adanya tanpa dinamika yang sehat. Pengurus hanya meneruskan atau mengikuti pola-pola program gereja pada tahun-tahun sebelumnya, tanpa mengevaluasi esensi dan maknanya. Yang lebih menyedihkan adalah jika penyusunan program gereja dimulai dari anggaran biaya yang telah ditetapkan gereja, kemudian berdasarkan anggaran yang telah ditetapkan itu disusun program-program. Setiap program (sekalipun baik) yang melebihi anggaran biaya itu harus dihapuskan. Melalui pernyataan ini, saya bukan bermaksud menyepelekan masalah yang juga dihadapi gereja, yaitu anggaran dana yang terbatas. Tetapi yang hendak saya tekankan adalah gereja seringkali tidak mendahulukan visi Allah dan kehendak-Nya, tetapi mengutamakan apa yang diinginkan dan diminati oleh para pengurus/aktivis saja.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><b><i><span lang="IN">3.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></i></b><b><i><span lang="IN">Menekankan khotbah-khotbah yang berorientasi psikologis, yaitu menawarkan “obat kesembuhan jiwa” atau bersifat terapeutik. </span></i></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><span lang="IN">Fokus iman telah bergeser dari Allah menuju diri sendiri yang ditandai dengan khotbah yang berorientasi kepada pemenuhan psikologis. Penekanannya bukan lagi kepada perlunya pertobatan dan kelepasan dari kuasa dosa yang merusak hidup manusia, tetapi kepada pemulihan citra diri melalui berbagai macam teknik psikoterapi dan pemenuhan kebutuhan psikologis manusia. Gereja tidak lagi mengkhotbahkan <i>seluruh</i> pengajaran Alkitab, tetapi hanya berfokus pada tema-tema, seperti : kasih yang menyembuhkan, bagaimana mengatasi kekecewaan dan putus asa, menyembuhkan luka-luka batin, membangun rasa kepercayaan diri yang sehat, membangun persahabatan dengan orang lain, membangkitkan potensi dalam diri Anda, bagaimana menyusun rencana dalam hidup, memobilisasi gereja Anda dan lain sebagainya, yang pada umumnya diadopsi dari psikologi dan manajemen bisnis. Psikologi murni ingin menghasilkan manusia yang “baik” tanpa kuasa Salib Kristus. Hal ini tidak berarti tema-tema seperti itu tidak boleh dikhotbahkan dalam gereja atau gereja harus bersikap anti psikologi dan manajemen bisnis, tetapi gereja harus mengkhotbahkan secara <i>seimbang </i>dan <i>menyeluruh </i>pengajaran Alkitab. Gereja harus bersikap kritis dan selektif dalam mengadopsi nilai-nilai dari luar kekristenan. Teologi yang berakar dalam kebenaran Alkitab harus menjadi fondasi seluruh pengajaran gereja. Tema-tema seperti pertobatan dan dosa, penyangkalan diri dan memikul salib, Allah Tritunggal, kekudusan Allah, kedaulatan Allah, finalitas Kristus, menjadi tema yang jarang terdengar lagi di banyak gereja. Padahal tema-tema ini merupakan keunikan iman Kristen yang tidak ditemukan dalam agama-agama lain, yang tanpanya seluruh bangunan iman Kristen akan roboh. Kecenderungan jemaat untuk menjadi orang yang pragmatis merupakan bentuk yang paling nyata pada masa kini.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Apakah ciri-ciri di atas telah menjadi fenomena yang nyata dalam gereja kita saat ini? Jika demikian, gereja mau dibawa kemana? Seruan untuk kembali kepada Allah sebagai fokus ibadah kita menjadi suatu hal yang tetap relevan sampai saat ini. Bukankah kejatuhan Adam dan Hawa karena ingin menggeser Allah dari posisi yang seharusnya? Gereja harus kembali membenahi dirinya dan kembali berfokus pada sentralitas Allah dan firman-Nya. Mari “kita selamatkan” generasi kekristenan, khususnya kaum muda Kristen, dari jurang kehancuran yang tidak mereka sadari.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Biarlah doa dan kerinduan rasul Paulus menjadi permohonan doa kita di hadapan Tuhan :</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">“Kami meminta, supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna, sehingga hidupmu layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal, dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam segala pengetahuan yang benar tentang Allah ...” (Kolose 1:9b-10).</span></div><div><br />
<hr align="left" size="1" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" width="33%" /><div id="ftn1" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 36pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3678991171009000884#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-GB"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-GB" style="font-size: 10pt;">[1]</span></span></span></span></a><span lang="EN-GB"> David F. Wells, <i>Hilangnya Kebajikan Kita,</i> Terj. Losing Our Virtue (Surabaya : Momentum, 2005), 59-60. Buku karangannya yang lain adalah <i>No Place for Truth</i> (Telah diterjemahkan oleh Momentum : Tiada Tempat bagi Kebenaran). Kedua buku merupakan buku yang sangat baik dalam menyajikan keprihatinan dan analisa tentang kemerosotan gereja-gereja Injili dan makin pudarnya kesaksian Kristen, khususnya di Amerika.</span><span lang="IN"></span></div></div><div id="ftn2" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 36pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3678991171009000884#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-GB"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-GB" style="font-size: 10pt;">[2]</span></span></span></span></a><span lang="EN-GB"> David F. Wells, <i>Hilangnya Kebajikan Kita</i>, 60.</span><span lang="IN"></span></div></div><div id="ftn3" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 36pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3678991171009000884#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-GB"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-GB" style="font-size: 10pt;">[3]</span></span></span></span></a><span lang="EN-GB"> Ibid., 61.</span><span lang="IN"></span></div></div><div id="ftn4" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 36pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3678991171009000884#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-GB"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-GB" style="font-size: 10pt;">[4]</span></span></span></span></a><span lang="EN-GB"> Ibid., 61-62.</span><span lang="IN"></span></div></div><div id="ftn5" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><div class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 36pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3678991171009000884#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-GB"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-GB" style="font-size: 10pt;">[5]</span></span></span></span></a><span lang="EN-GB"> Mark Shaw, <i>Sepuluh Pemikiran Besar dari Sejarah Gereja</i> (Surabaya : Momentum, 2003), 127. Dalam bab kesepuluh buku ini membahas tentang “Suatu Visi Bagi Ibadah” yaitu petunjuk-petunjuk Richard Baxter untuk bersuka di dalam Allah.</span><span lang="IN"></span></div></div><div id="ftn6"><div class="MsoFootnoteText" style="text-indent: 36pt;"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3678991171009000884#_ftnref6" name="_ftn6" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-GB"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-GB" style="font-size: 10pt;">[6]</span></span></span></span></a><span lang="EN-GB" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"> Ibid.</span><span lang="IN"></span></div></div></div>Binsarhttp://www.blogger.com/profile/15374503627012692675noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3678991171009000884.post-14565820657041043552010-11-05T13:47:00.000+07:002010-11-13T13:10:19.592+07:00Teach the Children<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://www.freechristmaswallpapers.net/images/wallpapers/Christmas-Ornament-02wallpaperl-211068.jpeg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://www.freechristmaswallpapers.net/images/wallpapers/Christmas-Ornament-02wallpaperl-211068.jpeg" width="320" /></a></div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"></div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><b>I got this story when I helped my students to make Christmas bulletin board in our class, enjoy the story!!!! <span style="font-size: large;">:)</span></b></div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><b> </b> </div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Late one Christmas Eve, I sank back, tired but content, into my easy chair. The kids were in bed, the gifts were wrapped, the milk and cookies waited by the fireplace for Santa. As I sat back admiring the tree with its decorations, I couldn't help feeling that something important was missing. It wasn't long before the tiny twinkling tree lights lulled me to sleep.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">I don't know how long I slept, but all of a sudden I knew that I wasn't alone. I opened my eyes, and you can imagine my surprise when I saw Santa Claus himself standing next to my Christmas tree. He was dressed all in fur from his head to his foot just as the poem described him, but he was not the "jolly old elf" of Christmas legend. The man who stood before me looked sad and disappointed, and there were tears in his eyes.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">"Santa, what's wrong?" I asked, "Why are you crying?"</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">"It's the children," Santa replied sadly.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">"But Santa, the children love you," I said.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">"Oh, I know they love me, and they love the gifts I bring them," Santa said, "but the children of today seem to have somehow missed out on the true spirit of Christmas. It's not their fault. It's just that the adults, many of them not having been taught themselves, have forgotten to teach the children."</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">"Teach them what?" I asked.</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Santa's kind old face became soft, more gentle. His eyes began to shine with something more than tears. He spoke softly. "Teach the children the true meaning of Christmas. Teach them that the part of Christmas we can see, hear, and touch is much more than meets the eye. Teach them the symbolism behind the customs and traditions of Christmas which we now observe. Teach them what it is they truly represent."</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Santa reached into his bag and pulled out a tiny Christmas tree and set it on my mantle. "Teach them about the Christmas tree. Green is the second color of Christmas. The stately evergreen, with its unchanging color, represents the hope of eternal life in <a href="http://www.neloo.com/Christmas/why.html">Jesus.</a> Its needles point heavenward as a reminder that mankind's thoughts should turn heavenward as well."</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Santa reached into his bag again and pulled out a shiny star and placed it at the top of the small tree. "The star was the heavenly sign of promise. God promised a Savior for the world and the star was the sign of the fulfillment of that promise on the night that Jesus Christ was born. Teach the children that God always fulfills His promises, and that wise men still seek Him."</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">"Red," said Santa, "is the first color of Christmas." He pulled forth a red ornament for the tiny tree. "Red is deep, intense, vivid. It is the color of the life-giving blood that flows through our veins. It is the symbol of God's greatest gift. Teach the children that Christ gave His life and shed His blood for them that they might have eternal life. When they see the color red, it should remind them of that most wonderful Gift."</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Santa found a silver bell in his pack and placed it on the tree. "Just as lost sheep are guided to safety by the sound of the bell, it continues to ring today for all to be guided to the fold. Teach the children to follow the true Shepherd, who gave His life for the sheep."</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Santa placed a candle on the mantle and lit it. The soft glow from its one tiny flame brightened the room. "The glow of the candle represents how people can show their thanks for the gift of God's Son that Christmas Eve long ago. Teach the children to follow in Christ's foot steps... to go about doing good. Teach them to let their light so shine before people that all may see it and glorify God. This is what is symbolized when the twinkling lights shine on the tree like hundreds of bright, shining candles, each of them representing one of God's precious children, their light shining for all to see."</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Again Santa reached into his bag and this time he brought forth a tiny red and white striped cane. As he hung it on the tree he spoke softly. "The candy cane is a stick of hard white candy: white to symbolize the virgin birth and sinless nature of Jesus, and hard to symbolize the Solid Rock the foundation of the church, and the firmness of God's promises. The candy cane is in the form of a 'J' to represent the precious name of Jesus, who came to earth. It also represents the Good Shepherd's crook, which He uses to reach down into the ditches of the world to lift out the fallen lambs who, like all sheep, have gone astray. The original candy cane had three small red stripes, which are the stripes of the scourging Jesus received by which we are healed, and a large red stripe that represents the shed blood of Jesus, so that we can have the promise of eternal life."</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">"Teach these things to the children."</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Santa brought out a beautiful wreath made of fresh, fragrant greenery tied with a bright red bow. "The bow reminds us of the bond of perfection, which is love. The wreath embodies all the good things about Christmas for those with eyes to see and hearts to understand. It contains the colors of red and green and the heaven-turned needles of the evergreen. The bow tells the story of good will towards all and its color reminds us of Christ's sacrifice. Even its very shape is symbolic, representing eternity and the eternal nature of Christ's love. It is a circle, without beginning and without end. These are the things you must teach the children."</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">I asked, "But where does that leave you, Santa?"</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">The tears gone now from his eyes, a smile broke over Santa's face. "Why bless you, my dear," he laughed, "I'm only a symbol myself. I represent the spirit of family fun and the joy of giving and receiving. If the children are taught these other things, there is no danger that I'll ever be forgotten."</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">"I think I'm beginning to understand."</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">"That's why I came," said Santa. "You're an adult. If you don't teach the children these things, then who will?"</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">(Author Unknown)</div>Binsarhttp://www.blogger.com/profile/15374503627012692675noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3678991171009000884.post-27085144764743424352010-10-23T21:40:00.000+07:002010-11-13T13:25:17.838+07:00KEJATUHAN PARA PEMIMPIN AWAL KEMUNDURAN GEREJA<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: center; text-indent: -18pt;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHC_YXbG9xsd6UGDq6t9Fva1og_d1oyv-nsdBLUrq1IYtFYaOzjz8tVjq4lDghHAaZdVve8MVzGu8nqW0B6wpQlbPl4BCTHDylX6djyJ8kmjux0AEd1gXNLZoqDuDqDgKGtmqZjX0nGceL/s1600/Closing+Up.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHC_YXbG9xsd6UGDq6t9Fva1og_d1oyv-nsdBLUrq1IYtFYaOzjz8tVjq4lDghHAaZdVve8MVzGu8nqW0B6wpQlbPl4BCTHDylX6djyJ8kmjux0AEd1gXNLZoqDuDqDgKGtmqZjX0nGceL/s320/Closing+Up.jpg" width="240" /></a></div><span lang="IN" style="font-family: "Monotype Corsiva"; font-size: 14pt;">“<span style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Seperti apa para pemimpinnya, seperti itu juga gerejanya. Kesehatan yang menyeluruh dari gereja atau pelayanan apa pun bergantung terutama pada kesehatan emosional dan spiritual dari pemimpinnya. Kunci kepemimpinan rohani yang sukses banyak bergantung pada kehidupan batiniah pemimpinnya dari pada kemahiran, karunia-karunia, ataupun pengalaman pemimpinnya.”</span></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-left: 18pt; text-align: center; text-indent: -18pt;">(Peter Scazzero dalam buku Gereja yang Sehat Secara Emosional)</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Melalui tulisan ini saya mengajak kita semua untuk melihat betapa pentingnya karakter, integritas dan kedewasaan rohani seorang pemimpin dalam pertumbuhan gereja. Hasil riset yang dilakukan oleh Barbara Kellerman, profesor kepemimpinan di <i>Center for Public Leadership</i> di <i>Harvard University</i> menyatakan bahwa kejatuhan hampir semua jenis pemimpin (termasuk pemimpin gereja) terutama lebih disebabkan oleh cacat karakter dari pada kurangnya kompetensi dalam kepemimpinan.<sup>1</sup> Penelitian yang dilakukan oleh James Kousez dan Barry Posner mendukung persepsi bahwa integritas adalah modal utama seorang pemimpin. Riset mereka yang melibatkan ribuan kaum profesional dari empat benua selama hampir dua puluh tahun menunjukkan bahwa integritas adalah kualitas paling vital yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.<sup>2</sup> Hal yang senada juga diungkapkan oleh George Barna, setelah melakukan penelitian selama 15 tahun terhadap kehidupan gereja, akhirnya ia mengambil kesimpulan bahwa alasan utama mengapa gereja kehilangan pengaruhnya adalah karena tidak adanya kepemimpinan yang baik.<sup>3 </sup>Kesadaran akan hal ini seharusnya mendorong para pemimpin gereja untuk terus mengevaluasi diri, waspada terhadap titik-titik rawan yang dapat menjatuhkan dirinya dan terus-menerus memperlengkapi diri dalam anugerah dan kuasa Tuhan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><b><span lang="IN">Ratapan Atas Maraknya Kemerosotan Integritas Para Pemimpin Gereja</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Dengan rasa malu dan hati yang pedih, kita harus dengan jujur dan berani mengakui bahwa tingkat kemerosotan karakter dan integritas para pemimpin gereja makin meningkat dari tahun ke tahun. Skandal seks, keuangan, tamak akan harta/fasilitas, haus kekuasaan dan kedudukan, tidak rela posisinya digantikan oleh orang lain, semangat saling menjatuhkan sesama pemimpin, kebal terhadap kritikan, otoriter, merasa diri paling berpengalaman dan paling dibutuhkan, sulit bekerjasama dalam perbedaan, sulit mengakui kelebihan orang lain, melakukan kebohongan publik, malas belajar dan tidak mau terus memperlengkapi diri, merupakan contoh-contoh gejala kejatuhan para pemimpin gereja yang makin nyata pada masa kini. Istilah ‘kejatuhan pemimpin’ yang digunakan dalam tulisan ini mengacu pada “cacat” karakter dan integritas yang menggerogoti efektivitas dari seorang pemimpin.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Pdt. Jesse Jackson yang dianggap sebagai salah seorang pemimpin rohani yang berpengaruh di Amerika karena keterlibatannya secara aktif dalam bidang politik, HAM dan pelayanan gerejawi, akhirnya pada tanggal 18 Januari 2001 harus mengakui di depan publik bahwa ia telah memiliki seorang anak diluar nikah berumur 20 bulan.<sup>4 </sup>Perselingkuhannya sudah terjadi sejak tahun 1998. Yang menarik adalah hasil perselingkuhan itu justru terungkap pada saat ia dipercaya menjadi konselor bagi mantan presiden Bill Clinton dalam kasus Monica Lewinski.<sup>5</sup> Contoh lain adalah Pdt. Ted Haggard, seorang pemimpin yang dihormati di Amerika, pendeta senior dari <i>New Life Church di Colorado Springs</i> dan menjadi anggota dewan <i>America Mission</i>, akhirnya pada tahun 2006 terungkap bahwa dia seorang homoseks. Terungkapnya kasus ini justru pada saat Pdt. Haggard dengan gencar melarang homoseks dan pernikahan sesama jenis di Amerika. Dia berjuang memerangi homoseks di Amerika, padahal dirinya sendiri juga seorang homoseks. Contoh-contoh kasus di atas memang sebuah ironi, tetapi inilah kenyataannya. Bagaimana dengan gereja-gereja di Indonesia? Pemimpin-pemimpin kita juga banyak yang mengalami kejatuhan yang memalukan, bahkan dengan sengaja berusaha menutup-nutupi supaya tidak terbongkar di depan publik. Gereja-gereja banyak yang pecah bukan karena perbedaan dalam memahami kehendak Tuhan, bukan karena perbedaan dalam memperjuangkan kebenaran Tuhan (seperti reformasi Martin Luther), tetapi pecah karena ambisi pribadi yang tidak suci dan tamak akan kekuasaan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Hal ini membuat <i>tingkat kepercayaan</i> jemaat kepada para pemimpin gereja makin berkurang dan <i>pengaruh kepemimpinan</i> makin lemah. Jikalau seorang pemimpin gereja telah kehilangan kepercayaan dan pengaruhnya bagi jemaat, gereja mau dibawa ke mana? Jikalau seorang hamba Tuhan telah kehilangan kepercayaan dan rasa hormat dari jemaat, bagaimanakah mungkin pesan khotbahnya didengar oleh jemaat? Jemaat akan satu demi satu meninggalkan gereja itu karena kecewa dengan tingkah laku pemimpinnya. Jemaat kehilangan panutan dan teladan hidup yang diharapkan dari seorang pemimpin rohaninya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Melihat fakta kejatuhan para pemimpin gereja yang menyedihkan ini, mendorong saya untuk merenung dan bergumul di hadapan Tuhan. Akhirnya saya sampai kepada beberapa kesimpulan:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><sup><span lang="IN">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></sup><span lang="IN">Anggapan umum dari masyarakat bahwa seorang pemimpin seharusnya kebal terhadap berbagai kelemahan adalah hal yang salah. Sebagai seorang pemimpin dan pelayan di gereja, kita seolah-olah dituntut sempurna dan tidak boleh menunjukkan kelemahan diri kita kepada jemaat. Yang menarik adalah Alkitab justru tidak pernah menutup-nutupi kelemahan dan dosa-dosa dari tokoh-tokoh Alkitab. Alkitab dengan jujur mencatat kelemahan-kelemahan dan dosa-dosa yang dilakukan oleh Nuh yang mabuk (Kejadian 9:20-27), Abraham dengan kebohongannya (Kejadian 12:10-20), Ishak yang pilih kasih kepada Esau (Kejadian 25:28), Yakub yang suka menipu (Kejadian 27:18-30), Daud yang berzinah dan merancangkan pembunuhan (2 Samuel 11:1-27), Salomo dengan istri-istrinya yang menyembah berhala (1 Raja-raja 11:1-13), Petrus yang menyangkal Yesus (Matius 26:69-75), dan Paulus dengan pergumulan “duri dalam dagingnya” (2 Korintus 12:7-10). Melalui bagian ini saya bukan bermaksud menyatakan bahwa kelemahan manusiawi menjadi izin untuk berbuat dosa, bukan juga menganggap dosa-dosa yang dilakukan oleh para pemimpin gereja harus dimaklumi. Dosa-dosa dan kelemahan diri harus digumuli dengan serius di hadapan Tuhan. Namun, yang saya ingin tekankan adalah semua pemimpin, tanpa terkecuali, termasuk saya, memiliki kemungkinan untuk jatuh karena juga memiliki kelemahan-kelemahan. Tidak ada seorang pun manusia atau pemimpin rohani yang kebal terhadap segala jenis dosa dan kelemahan, sehingga hal ini harus mendorong kita untuk waspada dan mawas diri. Tidak bijak jika kita hanya berbicara tentang keburukan orang di luar sana, tetapi gagal melihat keburukan diri sendiri. Tidak bijak jika kita hanya menuding kesalahan mereka dan dengan bersemangatnya membicarakan keburukan orang lain. Jika tokoh-tokoh Alkitab yang disebut sebagai pahlawan iman saja bisa jatuh dalam kelemahan-kelemahan mereka, berarti kita pun juga dapat jatuh dalam area-area kelemahan kita. Kesadaran demikian, seharusnya memotivasi kita makin rendah hati belajar dari kegagalan orang lain dan hal itu menjadi bahan refleksi untuk terus-menerus mengawasi diri sendiri karena diri kita pun dapat jatuh, walaupun mungkin dalam sisi-sisi yang berbeda. Rasul Paulus mengingatkan Timotius: <i>“Awasilah dirimu dan awasilah ajaranmu”</i> (1 Timotius 4:16).<sup>6</sup> Hidup yang kudus tidak dapat dipisahkan dari pengajaran yang benar.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN">Anugerah Allah tidak menghilangkan kelemahan dalam diri seorang pemimpin gereja atau hamba Allah.<sup>7</sup> Allah tidak pernah bermaksud menjadikan kita seorang pemimpin tanpa kelemahan atau pura-pura tanpa kelemahan, sebaliknya kita harus membawa kelemahan-kelemahan itu ke hadapan Tuhan untuk dipulihkan oleh-Nya, sambil terus-menerus memandang kepada kasih karunia-Nya.<sup>8</sup> Namun sayangnya, seperti yang pernah dikatakan oleh Pdt. Dr. Buby Ticoalu (Dosen SAAT Malang) dalam sebuah Seminar Kristen di Jakarta, kebanyakan pemimpin gereja jarang menggumuli dengan sungguh-sungguh dosa dan kelemahan-kelemahan dirinya dihadapan Tuhan, jarang menangisi dan meratapi dosa-dosanya dihadapan Tuhan. Pada umumnya pemimpin gereja hanya menyediakan sedikit waktu untuk menggumuli karakter dan kelemahan-kelemahan diri sendiri, tetapi seringkali hanya fokus kepada permohonan supaya Tuhan memberkati dan mengurapi pelayanan yang dikerjakan, atau supaya Tuhan mencukupkan kebutuhan dana dalam pelayanan. Kelemahan-kelemahan diri “diizinkan” oleh Allah supaya kita terus-menerus menyadari ketergantungan diri kita secara mutlak kepada Tuhan dan menjadi sarana kita mengalami kuasa Allah dalam kelemahan kita (2 Korintus 12:9). Adanya kelemahan-kelemahan dalam diri seorang pemimpin gereja, jangan disimpulkan sebagai kurangnya anugerah Allah dalam hidup orang itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN">Disiplin rohani pribadi (misalnya, rajin Saat Teduh, mempelajari Alkitab dan buku-buku teologi, doa) tidak secara otomatis menjamin seorang pemimpin terhindar dari kejatuhan. Ini tidak berarti disiplin rohani itu tidak penting atau tidak berpengaruh pada kehidupan rohani kita, tetapi disiplin rohani saja <i>tidak cukup memadai</i> untuk menjaga kita dari kejatuhan.<sup>9 </sup>Kita tidak boleh mengabaikan disiplin rohani pribadi sebagai salah satu alat/sarana anugerah Tuhan, tetapi pertumbuhan rohani tidak semata-mata tergantung pada disiplin tersebut.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><b><span lang="IN">Langkah Yang Terabaikan dalam Mencegah Kejatuhan Pemimpin Gereja</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Salah satu bentuk spiritualitas yang banyak ditekankan dalam gereja masa kini adalah keintiman hubungan pribadi (personal) dengan Tuhan <i>melalui</i> disiplin rohani. Hal ini tidak salah, tetapi belum memenuhi seluruh pengajaran Alkitab tentang pertumbuhan rohani. Akibatnya secara tak sadar, kita lebih menekankan disiplin rohaninya dari pada keintiman hubungan dengan Tuhan. Padahal disiplin rohani hanyalah <i>alat </i>anugerah, bukan <i>esensi </i>dari spiritualitas itu sendiri.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Pertumbuhan rohani yang sejati tidak boleh hanya dipahami secara personal (individualis), tetapi juga harus dipahami secara komunal, yaitu melibatkan tubuh Kristus (jemaat Kristen, umat percaya). Kerohanian seseorang makin bertumbuh melalui persekutuan dengan orang-orang Kristen lainnya, tidak pernah lepas dari tubuh Kristus. Makin dekat persekutuan seseorang dengan Allah, maka makin kuat pula ikatannya dengan jemaat. Keseimbangan antara doa pribadi dan doa bersama (jemaat), ibadah pribadi dan ibadah publik merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Itulah salah satu alasan mengapa kita tidak boleh memisahkan diri dari gereja. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Dengan demikian, pencegahan kejatuhan pemimpin gereja pun harus melibatkan umat percaya yang lain di luar diri kita. Seorang pemimpin gereja harus meminta dengan gigih beberapa saudara seiman yang dapat dipercaya dan dewasa imannya untuk menguatkan, mengingatkan, mengoreksi, mengevaluasi dan “mengendalikan” rasa haus pemimpin terhadap uang, seks, kuasa, kedudukan dan popularitas. Diperlukan beberapa orang Kristen (seperti penasihat rohani, istri atau suami sendiri, sahabat, konselor Kristen) yang kita beri hak dan wewenang untuk mengawasi, menegur dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan krusial sehubungan dengan pelayanan, kehidupan pribadi dan keluarga kita. Hal ini memang tidak mudah dan tidak mengenakkan karena dengan demikian seorang pemimpin mengizinkan orang lain untuk masuk ke dalam wilayah privasi dan mengetahui kelemahan-kelemahan dirinya. Namun, “kerugian” ini tidak sebanding dengan keuntungan yang akan mereka terima, yaitu terlindung dari tipu muslihat Iblis.<sup>10</sup></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Berikut ini adalah beberapa contoh para pemimpin Kristen yang melibatkan saudara seiman untuk mengawasi kehidupan pelayanannya:<sup>11</sup></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN">Pdt. Rick Warren menyadari dengan begitu larisnya buku tulisannya yang berjudul <i>The Purpose Driven Life</i>, maka dia bisa mendadak menjadi seorang milioner. Untuk menghindari godaan tamak terhadap uang, maka <i>beliau</i> dan <i>keluarganya</i> sepakat mengambil 5 keputusan. <i>Pertama,</i> mereka tidak akan meningkatkan gaya hidup keluarga (ganti rumah, ganti mobil dsb). <i>Kedua</i>, Warren berhenti menerima gaji dari gereja tempat dia melayani. <i>Ketiga,</i> ia mengembalikan seluruh gaji dari gereja yang telah diterimanya selama 25 tahun. <i>Keempat,</i> ia mendirikan beberapa yayasan kemanusiaan. <i>Kelima,</i> mereka hidup hanya dengan 10% dari pendapatan dan mempersembahkan sisanya untuk pekerjaan Tuhan. Rick Warren melibatkan penasihat rohaninya, istri dan keluarganya sebelum mengambil keputusan ini.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN">Seorang pendeta yang cukup dihormati, Chuck Swindoll secara rutin <i>setiap minggu</i> diajukan 7 pertanyaan yang harus dijawabnya kepada pembimbing rohaninya. Ketujuh pertanyaan yang diajukan itu adalah:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 35pt; text-indent: -18pt;"><span lang="IN">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN">Apakah Anda sempat berduaan dengan seorang wanita dimana interaksi Anda dengannya dapat menimbulkan kecurigaan atau menjurus ke arah berbahaya?</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 35pt; text-indent: -18pt;"><span lang="IN">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN">Apakah ada urusan-urusan finansial Anda yang tidak menunjukkan integritas?</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 35pt; text-indent: -18pt;"><span lang="IN">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN">Apakah Anda mengekspose diri Anda kepada materi-materi yang secara eksplisit bernada seksual?</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 35pt; text-indent: -18pt;"><span lang="IN">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN">Apakah Anda menyediakan cukup waktu untuk berdoa dan Pemahaman Alkitab pribadi?</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 35pt; text-indent: -18pt;"><span lang="IN">5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN">Apakah Anda memprioritaskan waktu Anda bagi keluarga?</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 35pt; text-indent: -18pt;"><span lang="IN">6.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN">Apakah Anda berusaha memenuhi mandat panggilan Allah bagi Anda?</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 35pt; text-indent: -18pt;"><span lang="IN">7.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN">Apakah Anda baru berbohong kepada saya?</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 17pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN">Pdt. Billy Graham memiliki prinsip dalam pelayanannya tidak akan bertemu, bepergian dan makan sendiri dengan wanita mana pun, kecuali dengan istrinya sendiri. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN">Tokoh pembela iman Kristen, Dr. Ravi Zacharias melibatkan rekan sepelayanannya untuk ikut campur dalam pergumulan pribadinya. Seluruh jadwal pelayanannya diatur oleh istrinya karena area tersebut sangat vital bagi seorang Ravi yang jam terbangnya sangat tinggi. Beliau tidak pernah bepergian sendiri tanpa rekan sepelayanan yang selalu mengetahui keberadaan dirinya 24 jam sehari.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Hal ini tidak berarti bahwa para pemimpin yang namanya saya sebutkan di atas akan setia dalam pelayanan sampai akhir hidupnya. Tidak ada jaminan seperti itu. Saya percaya kesetiaan seorang pemimpin dalam pelayanan adalah anugerah Allah, walaupun peran usaha dan komitmen dari pemimpin itu sendiri tidak dapat diabaikan. Anugerah Allah selalu mendahului setiap pekerjaan baik yang kita lakukan. Diluar anugerah Allah, kita tidak dapat berbuat apa-apa. Tetapi yang ingin saya tekankan adalah bagaimana mereka bergumul dengan kelemahan-kelemahan diri sendiri dan berjuang dengan segala usaha untuk terhindar dari jerat nafsu dengan melibatkan orang Kristen lain untuk mengawasi diri mereka. Prinsip-prinsip kehidupan pelayanan mereka dapat kita tiru dan dapat diaplikasikan secara fleksibel sesuai dengan konteks pelayanan kita di gereja. Ini bukanlah sebuah rumusan, tetapi suatu langkah usaha menuju kepada hidup pemimpin yang berintegritas dan berdampak positif bagi kehidupan jemaat yang dilayani.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="IN">Gereja mengalami kemunduran dan tidak relevan bukan karena tata ibadahnya, musiknya atau teknologinya, walaupun hal-hal ini juga penting. Hal esensial yang menyebabkan gereja mengalami kemunduran dan kehilangan pengaruhnya terhadap dunia terutama karena para pemimpinnya tidak hidup sesuai dengan standar firman Allah, “cacat” karakter dan integritas. Pada zaman ini kita tidak kekurangan pengkhotbah dan pengajar yang baik, tetapi terutama kita kekurangan teladan hidup. Dunia membutuhkan orang-orang yang mampu berkata seperti Paulus, <i>"Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus"</i> (1 Korintus 11:1) dan <i>“Ikutilah ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaranku, kasihku dan ketekunanku”</i> (2 Timotius 3:10). Kapan kita berani mengucapkan kalimat ini kepada jemaat yang kita layani? Kiranya Tuhan menolong kita. Amin. <b><i>(By: Binsar)</i></b></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><b><span lang="IN">CATATAN AKHIR:</span></b></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">Penjelasan lebih lanjut lihat Barbara Kellerman, <i>Bad Leadership: What It Is, How It Happens, Why It Matters</i> (Boston: Harvard Business School Press, 2004).</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">Sen Sendjaya, <a href="http://www.sabda.org/lead/_htm/memimpin_dengan_integritas.htm">http://www.sabda.org/lead/_htm/memimpin_dengan_integritas.htm</a></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">Sen Sendjaya, “Kejatuhan Pemimpin Gereja dan Cara Pencegahannya” dalam <i>The Integrated Life</i>, ed. Panitia Festschrift Susabda STTRII (Yogyakarta: ANDI, 2006), 360-361.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">Ibid., 350.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">Ibid.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">6.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">Bentuk Kalimat <i>(Tenses)</i> dalam bahasa Yunani yang digunakan Paulus dalam ayat ini adalah Imperatif Present Aktif , yaitu perintah yang harus <i>terus-menerus</i> dilakukan (bentuk <i>present</i>). Paulus memerintahkan Timotius untuk <i>terus-menerus</i> di sepanjang hidupnya mengawasi diri dan ajarannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">7.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">Benny Solihin,”Naskah Khotbah: Anugerah Tuhan dan Kelemahan Seorang Pemimpin Kristen” dalam <i>Jurnal Veritas Vol. 3 No. 2</i> (Malang: SAAT, Oktober 2002), 184.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">8.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">Ibid., 187.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">9.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">Hal yang senada juga diungkapkan oleh Jonathan Edwards, seorang teolog dan tokoh kebangunan rohani Amerika pada abad ke-18 dalam buku karyanya yang berjudul <i>Religious Affectio</i>n yang membahas tentang tanda-tanda kerohanian yang sejati dan yang palsu/tidak memadai. Tulisan Edwards tersebut dianggap banyak para ahli sebagai buku “psikologi religius” terbesar pada masa itu yang sangat berpengaruh sampai masa kini.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">10.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">Sendjaya, <i>Kejatuhan Pemimpin Gereja,</i> 359.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 17pt; text-indent: -17pt;"><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">11.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="IN" style="font-size: 10pt;">Ibid., 356-359.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><br />
</div>Binsarhttp://www.blogger.com/profile/15374503627012692675noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3678991171009000884.post-7709013487138454682010-10-23T16:47:00.000+07:002010-11-13T13:38:27.422+07:00GRACE ALONE<div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIsAWkKzDStrclqL4bSq5e1xL8jfXPti3cBmc2-NaRD0QZBgyeS4oC27G9XBaVlvoYypRHbSs87gMnFdi9qV9IdIZPlE2-WI4jaFxM64UikXfNe6nZ3TJuCa8uzZX7v2p3YIuRZbbF2j4n/s1600-r/davis+Ann+Blog+heading.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="239" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIsAWkKzDStrclqL4bSq5e1xL8jfXPti3cBmc2-NaRD0QZBgyeS4oC27G9XBaVlvoYypRHbSs87gMnFdi9qV9IdIZPlE2-WI4jaFxM64UikXfNe6nZ3TJuCa8uzZX7v2p3YIuRZbbF2j4n/s1600-r/davis+Ann+Blog+heading.jpg" width="320" /></a></div>Blog ini mengusung tema Grace Alone bukan karena nama saya Grace, karena saya bukan Grace yang <i>alone</i> (sendirian) tapi karena saya melihat hidup saya sungguh berarti ,penuh anugerah <i>(grace)</i>. Kalau pun saya ada hingga hari ini, itu semua karena <i>Grace Alone</i> (anugerah Allah semata). Sungguh benar adanya bahwa hidup saya adalah hidup yang dipenuhi dengan anugerah Tuhan. <i>Every step in my life is only by HIS grace.</i></div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify;">Senang sekali rasanya ketika saya mengetahui sebuah lagu pujian yang judulnya <i>Grace Alone</i>. Saya mengenal lagu ini sejak kira-kira 6 tahun yang lalu. Begitu mendengar lagu ini, saya sungguh terkesima dan tersentuh mendengar liriknya, kata demi kata. Sungguh sebuah lagu yang membuat saya semakin mengamini hidup ini <i>is only by HIS grace.</i></div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify;">Buat saya lagu ini sungguh berarti. Sejak pertama mendengarnya, saya selalu berharap suatu hari nanti ketika saya menikah, saya ingin menyanyikan lagu <i>Grace Alone</i> bersama pasangan saya sebagai bentuk rasa syukur untuk setiap anugerah-Nya atas hidup kami berdua. Puji Tuhan! Allah mengizinkan saya menyanyikan lagu ini di hari pernikahan kami. Sungguh indah rasanya bisa menyanyikan lagu yang menggambarkan perasaan syukur kami berdua kepada Allah di moment bahagia ini.....</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify;"><br />
</div><div style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify;">Berikut ini lirik lagu <i>Grace Alone</i> semoga kita dapat mengamini kata demi kata dari lirik lagu ini:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal"><b><span lang="EN" style="font-family: "Geometr231 BT"; font-size: 14pt;">GRACE ALONE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span lang="EN" style="font-family: "Geometr231 BT"; font-size: 11pt;">By: S. W. Brown, J. Nelson</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span lang="EN" style="font-family: "Geometr231 BT"; font-size: 12pt;">Every promise we can make, every prayer and step of faith</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="EN" style="font-family: "Geometr231 BT"; font-size: 12pt;">Every difference we will make, is only by His grace</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="EN" style="font-family: "Geometr231 BT"; font-size: 12pt;">Every mountain we will climb, every ray of hope we shine</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="EN" style="font-family: "Geometr231 BT"; font-size: 12pt;">Every blessing left behind, is only by His grace</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span lang="EN" style="font-family: "Geometr231 BT"; font-size: 12pt;"> Ref:</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="EN" style="font-family: "Geometr231 BT"; font-size: 12pt;"> Grace alone which God supplies, </span></div><div class="MsoNormal"><span lang="EN" style="font-family: "Geometr231 BT"; font-size: 12pt;"> Strength unknown He will provide</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="EN" style="font-family: "Geometr231 BT"; font-size: 12pt;"> Christ in us our corner stone</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="EN" style="font-family: "Geometr231 BT"; font-size: 12pt;"> We will go forth in grace alone</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span lang="EN" style="font-family: "Geometr231 BT"; font-size: 12pt;">Every soul we long to reach, every heart we hope to teach</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="EN" style="font-family: "Geometr231 BT"; font-size: 12pt;">Everywhere we share His peace, is only by His grace</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="EN" style="font-family: "Geometr231 BT"; font-size: 12pt;">Every loving word we say, every tear we wipe away</span></div><div class="MsoNormal"><span lang="EN" style="font-family: "Geometr231 BT"; font-size: 12pt;">Every sorrow turned to praise is only by His grace.</span></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div>Binsarhttp://www.blogger.com/profile/15374503627012692675noreply@blogger.com1